2. Perjodohan

1.4K 126 27
                                    

"Jadi isi perjanjian itu adalah sebuah perjodohan."

"APA?!" seru Jihan, Jingga, Julian, dan Julio terkejut. Mereka terkejut dengan isi perjanjian itu. Bagaimana mungkin isi perjanjian itu adalah perjodohan konyol yang dilakukan di tahun 2020? Ini tahun 2020 lho dan masih ada orangtua yang berpikiran untuk menjodohkan anaknya. Ini gila.

"Maksudnya apa?!" tanya Jingga tak sabar. Ia takut jika dirinyalah yang akan dijodohkan, ia tak ingin dijodohkan apalagi menikah sekarang.

"Papa akan jodohkan salah satu dari kalian." Telunjuknya sambil mengarah pada Jihan dan Jingga.

"Papa nggak akan jodohin aku kan?" tanya Jingga takut-takut. "Walaupun aku pacar Julian, tapi aku nggak mau kalo dijodohin apalagi buat nikah sekarang."

"Jadi, Papa sama om Arya waktu muda pernah bikin janji untuk jodohin anak kami." Dika terdiam sebentar. "Yang akan kami jodohkan adalah..."

Waktu bagai terhenti saat itu juga. Keempat remaja yang ada disana mencoba untuk mempertajam pendengarannya, takut-takut jika mereka salah dengar akan kenyataan.

"Anak pertama kami," lanjut Dika. Jawaban itu membuat Jihan, Jingga dan Julian seketika ingin menjatuhkan rahang mereka saat itu juga.

Jingga berdiri dari duduk. "Pa, nggak bisa gitu dong. Julian pacar aku." Julian ada disebelahnya ikut berdiri dan mengelus punggung Jingga bermaksud menenangkan. "Pa, batalin perjodohan gila dan bodoh ini. Ini udah tahun 2020 bukan jaman Siti Nurbaya lagi. Aku udah punya Jingga, Pa," ucap Julian pada Arya.

"Nggak bisa, ini udah perjanjian mutlak antara kami." Jihan hanya diam ditempatnya. Ia sama sekali bungkam tak mengeluarkan sepatah katapun untuk menyanggah perjanjian bodoh ini.

"Tapi, Pa..." Jingga menghentak-hentakkan kakinya kesal. "Julian itu pacar aku, punya aku! Kenapa Papa malah jodohin pacar aku sama kakak cupu aku sih!"

"KAKAK KAMU ITU CANTIK. NGERTI!!!" bentak Dika tak terima karena salah satu anaknya dihina oleh saudaranya sendiri. "KAMU NGGAK BOLEH NGEHINA KAKAK KAMU LAGI DI DEPAN PAPA!" Setelah mendengar bentakan itu, Jingga langsung diam tak berkutik. Ia langsung duduk ditempatnya semula dengan Julian yang mengikutinya.

"Maafin anak bungsu saya," ucap Dika tak enak hati pada keluarga Arya.

"Nggak papa kok, kita paham. Maaf juga atas sikap Julian tadi," balas Arya.

"Jadi, kapan pernikahan mereka akan diadakan?" tanya Dika.

"Secepatnya aja," jawab Arya.

"Minggu depan aja kalo gitu," putus Dika tanpa minta persetujuan dari Jihan ataupun Julian.

"MINGGU DEPAN?!!!" seru Jihan dan Julian bersamaan. Mereka terkejut akan keputusan Dika yang menurut mereka terlalu cepat.

Arya menoleh pada Jasmine untuk meminta pendapat. Jasmine tersenyum dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Kami setuju," ucap Arya.

Julian langsung berdiri lagi dari duduknya saat mendengar keputusan sepihak dari Arya. "Ayah apa-apaan sih!! Aku kan nggak bilang setuju, Ayah jangan ambil keputusan seenaknya dong. Lagian aku juga nggak mau nikah sama cewek modelan gini," protesnya sambil menunjuk Jihan yang duduk tepat berada di depannya. Jihan hanya diam tak membuka suara sedikitpun. Bahkan ia sama sekali tak mengeluarkan bantahan atas keputusan sepihak yang di buat para orangtua ini.

"Kamu nggak usah banyak protes," sarkas Arya kepada Julian.

"Tapi kan Pa..." Kata-kata Julian terpotong karena Arya memberikan tatapan penuh dengan sarat ancaman.  Julian hanya berdecak dan langsung kembali dengan tangan yang terlipat di dada, menunjukan kalau ia tengah kesal dan marah.

"Oke, semua sudah setuju pernikahan akan diadakan minggu depan," ucap Dika sambil tersenyum puas.

Setuju apaan? Main ambil keputusan tanpa minta pendapat gue, dumel Julian dalam hati.

"Untuk keperluannya akan diurus sama Iren dan Jasmine," sambungnya sambil melirik pada kedua wanita itu. 

"Gampang itu mah, iya nggak calon besan?" tanya Iren yang dijawab acungan jempol oleh Jasmine.

"Rapatnya udah selesai kan ini? Yuk ke meja makan, kita makan sama-sama," ajak Iren sambil menggiring semua orang yang ada di ruang tamu itu untuk berpindah ke ruang makan.

***

Keluarga Julian sudah pulang, Dika dan Iren juga sudah masuk ke kamar untuk beristirahat. Saat ini, Jihan tengah duduk dipinggiran kasur dengan kepala yang tertunduk.

Kenapa semuanya jadi serumit ini? tanyanya dalam hati. Jujur saja ia tak pernah mau berada situasi seperti ini. Saat pertemuan tadi, ia memang tak mengatakan ketidaksetujuannya, tapi apa mungkin pendapatnya itu akan didengar? Buktinya pendapat dari Jingga dan Julian saja sama sekali diacuhkan begitu saja.

Percuma saja, Jihan tak punya pilihan lain saat ini. Ia memejamkan matanya seraya menghela nafasnya pelan.

Semoga jalan yang aku lalui ini benar, menikah dengan seseorang yang selalu jijik saat melihatku, doanya dalam hati untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Brakkk

Jihan langsung menoleh saat pintu kamar dibuka dengan keras. Disana terlihat adiknya yang sedang menatapnya dengan tatapan permusuhan dan membuat Jihan beranjak dari duduk serta menatap Jingga dengan bingung.

Jingga menghampiri kakaknya dengan langkah mantap. "Ada apa?" tanya Jihan saat adiknya itu sudah berada dihadapannya.

"Kak, gue peringatin ya. Walaupun Julian bakal jadi suami lo, tapi hati Julian milik gue. Selamanya gue."

"Gue nggak pernah mau dan minta dijodohin sama Julian."

"Tapi tadi lo sama sekali nggak nolak kan?! Lo merasa ada peluangkan saat adanya perjodohan ini, lo bisa dengan mudah milikin Julian."

"Penolakan gue nggak akan menjadi pilihan. Bahkan gue nggak pernah punya pikiran buat milikin Julian."

"Terserah. Dan asal lo tau, walaupun dimata negara dan agama lo bakal jadi istrinya." Jingga tersenyun sinis. "Tapi dimata hatinya gue akan tetap jadi ratu buat dia. Ingat itu." Ia langsung mendorong Jihan hingga terduduk kembali dan langsung pergi begitu saja dari kamar kakaknya. Sedangkan Jihan hanya bisa menatapnya tanpa bisa membalas apa yang adiknya lakukan padanya.

Sedari kecil, saat Jingga sudah mengerti fashion. Jihan menjadi di bully oleh Jingga, tapi ia tak pernah punya pikiran untuk membalasnya. Tak masalah,  begitu pikirnya.

Jihan beranjak dari tempatnya menuju lemari, ia akan mengganti bajunya menjadi baju santai agar nyaman saat digunakan tidur. Ia memilih kaos lengan pendek biru dan celana panjang abu-abu untuk menjadi setelannya.

Ia memasuki kamar mandi untuk berganti baju. Tak lama kemudian, Jihan keluar sudah mengenakan setelan santai dan berjalan menuju ranjangnya. Ia mulai merebahkan dirinya disana.

Semoga saja perjodohan ini nggak akan membuat hidup gue sulit, dan semoga saja jalan yang akan gue jalani ini benar, batinnya sambil menghela nafas berat dan matanya yang terus menatap langit-langit kamarnya. Ia bukannya merasa senang saat dijodohkan seperti ini, ia malah merasa bersalah karena Julian adalah pacar adiknya. Bagaimana mungkin Julian akan menjadi suaminya? Bagaimana nanti perasaan Jingga?

Jihan menghela nafas berat lagi, ia memutuskan untuk segera tidur saja. Ia menarik selimut hingga sebatas dada dan mulai memejamkan matanya, tak lama ia benar-benar sudah berada dialam mimpinya.

***

Fairahmadanti1211

Julian Untuk Jihan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang