00. luka atau canda?(prolog)

91 18 5
                                    


𝑴𝒖𝒏𝒈𝒌𝒊𝒏, 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒆𝒏𝒈𝒈𝒂𝒌 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓-𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒎𝒃𝒖𝒉. 𝑲𝒊𝒕𝒂 𝒄𝒖𝒎𝒂 𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒋𝒂𝒈𝒐 𝒏𝒈𝒆𝒃𝒐𝒉𝒐𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊

-𝑭𝒊𝒆𝒓𝒔𝒂 𝑩𝒆𝒔𝒂𝒓𝒊-

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·


Bila kau meyakini ada seonggok raga yang bersenang, apa kau benar-benar meyakininya? Apa kau pernah membayangkan ada bulatan kesedihan di baliknya?. Di suatu ruangan, mereka yang bercanda gurau dan tertawa selaras dengan cercah cahaya sang surya, mereka yang bersuka ria larut di dasar lautan yang sama saat semua orang menatap tata surya.

Di akhir percobaannya ia mencoba melontarkan dadu ke atas kulit bumi yang berlapis lantai marmer, bersamaan dengan empat ekor mata yang teranyuh oleh arus permainan, saat dadu itu menampilkan angka tiga, salah satu dari mereka bertiga bersorak riang.

"Aku menang, kalian kalah"

Sorakan itu indah, tangan terangkat kedua kaki menumpu berat, bibir merah delima sudah tergores dengan senyum kemenangan, cekikikan yang cenderung berlebihan bergelora menelusup seluruh lorong yang dilewatinya, berjingkrak-jingkrak seolah tak ada hari esok untuk dirayakan, satu orang itu mengajak dua orang lainnya untuk bergabung ke pesta kecilnya.

"Terima kasih..."

"Untuk semuanya"

Sebuah bibir merah delima menceletukkan kata-kata, senyum tergoras dengan rasa senang dan sebuah luka, entah mana yang lebih dominan tapi dia cukup bersyukur dikelilingi oleh kedua orang yang berjoget di depannya.

Air mata yang menetes, mulut yang mengukir senyuman. Bukan air mata kebahagiaan melainkan air mata kesedihan yang ia pendam dan mungkin sudah membusuk di dalam, mulut tertawa kencang di antara arus air mata kesedihan.

Yang lain mulai merasakan kejanggalan, puzzle ingatan mulai tersusun kembali, membuat salah satu dari kedua orang juga ikut menitikkan air mata, entah kenapa dia seperti mencoba menyembunyikannya, ia ikhlas untuk semua yang akan terjadi kedepannya.

Jiwa yang tersiksa, tercampakkan, dan terabaikan, yang ia tahan seolah menguar sekarang, bersamaan dengan perasaan senang untuk pertama dan terakhir kali yang ia rasakan selama hidupnya.

"Terima kasih, untuk semuanya."









Tbc.

Hai semua yang baca ini, bagaimana kabar kalian? Moga baik dah ye, apakah kalian kangen aku? Tentu saja tidak, kenal pun kaga🤓

Ya udah, yang lg baca cerita ini kalo gk kenal saya, salken yaa, semoga suka untuk bagian inii, maaf juga kalo ada beberapa kalimat typo atau salah pengertian karna aku pun masih belajar.

Sebenernya, chap ini tuh gk ada di fileku, cuman karna kepengen ada prolog untuk cerita ini, jadi aku tambahin deh, sekalian aku mau ngetes ombak juga mueheheh,,,

Jadi gimana? Bagus ente? Kalo bagus aku lanjut, kalo jelek aku tetep lanjut 🤸 daripada nganggur di word mending taro di sini aje dah...

Kalau kalian suka cerita ini, mungkin bisa vote atau comment, makasih juga yang udah mampir baca(*'ω`*) luv💜

Note: mungkin lain waktu aku akan merevisi beberapa rangkai kata, atau kalimat bahkan paragraf hehe,,, kritik dan saran sok silahkan, aku bukan pemerintah yang anti demikian🤸

Jkt, 05-09-2020

𝐍𝐢𝐫𝐦𝐚𝐥𝐚.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang