Chapter Twenty Six
Crimes have been a tumor in each inch of world life, till there is no chance to sorrow every death.
Kejahatan telah menjadi sebuah tumor di setiap inci dari kehidupan dunia, hingga tidak ada kesempatan untuk menangisi setiap kematian.
The Lifetaker
.
.All i want is nothing more, to hear you knocking at more. Cause if i could see your face once mor, i could die as a happy man for sure. When you said your last goodbye, i dided a little bit inside. I lay in tears all night, alone without you by my side. And if you love me, why you leave me? This isn't the stain of a red wine, it is my bleeding love. The summer time and butterflies, all belong to your creation. I love you, that's all i do.
Aku sudah tidak menginginkan apapun lagi, selain mendengarmu kembali lagi mengetuk. Karena jika aku mendapat kesempatan melihat wajahmu sekali lagi, aku pasti bisa mati sebagai seorang pria yang bahagia. Ketika kau menyatakan salam perpisahan untuk yang terakhir kali, aku merasakan sebagian dalam diriku mati. Tubuhku terbaring dalam duka sepanjang malam, sendirian tanpa dirimu di sampingku. Dan jika kau mencintaiku, mengapa kau meninggalkanku? Ini bukanlah merupakan noda anggur merah, ini adalah cintaku yang berdarah. Waktu di musim panas dan semua kupu-kupu, itu semua adalah karya cipta milikmu. Aku mencintaimu, hanya itu yang kulakukan.
Tangannya terburu-buru membuka kenop pintu mobil dengan sebelah telapak yang menggenggam erat tas kulit berwarna gelap bersamanya. Gonggyoo membanting pintu kendaraan itu keras dan menguncinya sambil berjalan cepat menuju pintu di ujung lantai, membalas senyuman beberapa orang yang menyapa. Kaki berbalut sepatu kulit hitam melangkah tanpa henti menapaki tangga, memasukkan kunci mobil ke dalam mantel yang segera dilepas saat benda kaca tebal terayun membuka untuk menyambut kedatangannya.
"Selamat pagi tuan Lee."
"Pagi, Hanbin." Pria itu terus berjalan menyusuri lobby yang telah dipenuhi orang-orang bersetelan sama dengan miliknya diikuti oleh sosok yang lebih muda di belakangnya.
"Tuan.."
Gongyoo menoleh kecil tanpa menghentikan langkah, "Ada apa?"
"Anda diminta datang ke ruangan Kepala sekarang."
Kakinya berhenti, segera berbalik untuk berhadapan dengan tubuh yang lebih kecil, "Aku tidak pernah memiliki urusan dengan Kepala." Dia menaikkan sebelah alis. "Kau yakin ini bukan ditujukan untuk Hyunbin?"
"Tuan Kim telah lebih dulu berada di sana beserta petinggi lainnya." Matanya tidak terlepas dari manik Gongyoo.
"Dan kenapa harus melibatkan petinggi? Itu-" Gongyoo menghentikan kalimatnya. Dahi mengerut, pria paruh baya itu menatap ke arah lantai dengan mulut yang sedikit terbuka. "Aharon berulah lagi?"
"Saya tidak memiliki kewenangan apapun untuk bicara. Saya hanya menyampaikan panggilan dari Ketua."
"Gongyoo.."
Kedua orang itu menoleh ke arah lorong untuk mendapati seorang pria bersurai hitam pekat tengah berdiri tepat di samping yang tertua. Gongyoo mengerutkan dahi pada Hanbin yang ikut terkejut akan kehadiran pria itu.
"Hyunbin? Bukannya kau-"
"Aku sudah selesai, Ketua sudah menunggumu jadi cepatlah." Hyunbin mengarahkan tangan pada Gongyoo untuk mengikutinya. "Terima kasih Hanbin, lanjutkan pekerjaanmu."
Yang termuda membungkuk hormat pada kedua pria tersebut dan beranjak pergi.
"Sebenarnya ada apa?" mereka berjalan beriringan. "Aku tidak menemukan alasan untuk menghadap Ketua ataupun para petinggi dalam posisiku, Kim. Kau yang bertanggung jawab langsung pada mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lifetaker
ActionThe Lifetaker, sebuah divisi eksekutor, bersumpah untuk mengikuti setiap orang yang memiliki aroma kejahatan, dan memusnahkan mereka tanpa ampun. Tapi Baekhyun menemukan sebuah memori di mana dirinya memiliki keterikatan yang kuat dengan pimpinan ma...