28. Langit Pun Berduka

1.4K 204 3
                                    

Kau kuat, Jaehyun.

Rose pingsan, atau mungkin sudah mati一 Jaehyun tidak ingin memikirkan itu, seakan memikirkannya saja memberinya peluang untuk jadi nyata一tapi Jaehyun masih bisa mendengar suaranya, kata-kata manis darinya yang seumur hidup, tidak pernah terucap dari bibir orang lain.

Kau kuat, Jaehyun.

Jung Jaehyun tidak pernah mendefinisikan dirinya dengan kata 'kuat'. Selama ini dia hanya melabeli dirinya sebagai orang nomor 2, dan belajar terbiasa dengan fakta itu一apa yang ia kira adalah takdir. Ya, dia pangeran yang dibuang. Dan ya, barangkali dia takkan pernah jadi raja. Lantas kenapa? Jaehyun telah menerimanya.

Tapi ketika ada seseorang yang percaya padanya, bahkan ketika dirinya tidak, serta hampir menyerah, kata-kata sederhana itu menjadi bahan bakar bagi tenaga barunya.

Jaehyun menerjang Rim dengan ganas. Dia mencengkeram bagian depan pakaian Rim, begitu kuat, sangat kuat, tanpa celah untuk melepaskan diri. Saat Rim akan menyerang, Jaehyun mendorongnya dengan segenap kekuatan otot lengannya ke pohon di belakangnya dan menghempaskannya dengan kasar.

Dedaunan hijau menghujani mereka. Daun dari pohon yang ada di halaman rumahnya, yang sebagian menyentuh rambut Jaehyun sebelum berguguran.

Tangannya terangkat一

Rim bergeser ke samping.

Tangan Jaehyun beradu dengan batang pohon tempat tak sampai sedetik yang lalu, kepala Rim berada di sana.

"Ini tidak akan berakhir kecuali salah satu dari kita mati kan, Paman?"

Rim tersenyum. "Gadismu-lah yang sudah mati."

Konsentrasi Jaehyun buyar, dan itu terbukti sebuah kesalahan besar. Rim menendang lututnya. Kakinya kehilangan keseimbangan dan peluang itu diambil Rim dengan mendaratkan pukulan beruntun ke rahangnya, 2 kali, tanpa jeda, tanpa keraguan.

Jaehyun meludahkan darah.

Semakin dekat dengan Rim, semakin dingin rasanya, seolah Rim adalah patung es yang wajahnya dipahat mirip dengannya. Menyentuhnya saja terasa menyakitkan. Jaehyun harus berhenti, mengatur napas. Uap dingin masih terhembus dari mulutnya, seolah ini musim dingin bukannya musim semi dengan matahari yang bersinar terik.

Cuaca yang indah untuk mati?

Tak ada waktu untuk merenungkan persoalan itu. Jaehyun bangun lagi dengan 1 tekad : menghapus senyum Rim. Dia benci diremehkan, benci dianggap lemah. Anggota keluarga tidak menjadi pengecualian.

Kau kuat, Jaehyun.

Jaehyun kembali mendengar suara Rose saat ia maju kedua kalinya.

Rim kini lebih serius, tapi Jaehyun juga jadi lebih berhati-hati. Ketika Rim memasang kuda-kuda dan mengincar sisi lain pipinya, dia menghindar. Bukannya menunduk, Jaehyun hanya melengkungkan tubuh dan menekuk tangan Rim ke samping sehingga pukulannya melenceng.

Dia tidak melepasnya.

Dengan satu tangan pamannya ia kuasai, Jaehyun membuat Rim jadi orang yang menunduk, menghantam punggungnya dengan telak menggunakan siku, tidak puas sampai ia mendengar Rim mengerang yang sama sekali tidak terdengar seperti kepura-puraan semata.

Lutut Rim bertabrakan dengan tanah. Dia jatuh, namun semuanya belum berakhir. Lebih tua menjadikan Rim lebih mahir dan berpengalaman. Saat tampaknya tak ada yang bisa dilakukan, Rim memukul bagian dalam betisnya.

Pas sekali mengenai kaki yang sama, yang belum pulih dari rasa sakit sebelumnya. Teriakan refleks keluar tak mampu dicegah. Rasa sakit membuatnya berlutut dengan hanya 1 kaki yang sehat.

Morality : A Prince's Tale ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang