BAB 29

145 24 2
                                    

Note: Kalau kalian melihat adanya typo (sekecil apapun itu) atau ada yang aneh dengan tulisannya, komen ya^^ agar aku dapat memperbaikinya. Jangan didiemin aja kalau ada kesalahan itu! Hmmm...

=====

Keesokannya, di Indonesia.

Pagi itu, Anka tergeletak tak berdaya, badannya demam tinggi! Bu Inah sedari tadi mengomeli putranya itu karena tidak mendengarkannya untuk segera masuk saat Bu Inah menyuruhnya pertama kali. Bu Inah yakin putranya demam karena masuk angin. Apalagi, mereka baru saja sampai dan tentunya tubuh Anka kurang fit. Pria itu juga tak mau mendengaar ibunya untuk beristirahat terlebih dahulu. Lihatlah sekarang, ia malah jatuh sakit.

Lain halnya dengan Anka, pria itu berpikir ia jatuh sakit karena melihat sosok yang semalam ia jumpai. Ia yakin sekali penyebab jatuh sakitnya karena itu. Namun, ia memilih untuk tidak memberitahu ibunya. Omelan Bu Inah bisa-bisa tak kunjung selesai nanti, justru berlanjut ke ronde dua dan tiga. Cukup badannya saja yang menggigil saat ini, jangan pula telinganya yang sakit.

"Ibu mau ke sawah dulu, sekalian pergi menyapa penduduk desa. Nanti ibu titipkan pesan pada bibimu untuk mengantarkan makan siang, ya. Kamu istirahat saja, ya." Anka berdehem membalas perintah ibunya.

Anka bangkit dari ranjang, ia membuka lebar-lebar jendela kamarnya. Membiarkan hawa pagi masuk dan mengeluarkan hawa pengap di kamarnya. Kepalanya masih terasa berat sekali. Sebelum kembali tidur, Anka membuka ponselnya.

Anka: Ra?

Ceklis satu. Kemana wanita ini?

Anka memilih untuk membaringkan tubuhnya di ranjangnya. Kompres sudah tertempel di keningnya, ibunya yang memasang sebelum pergi ke sawah tadi. Anka pikir, kompres model ini hanya digunakan untuk anak-anak, tapi rupanya untuk dewasa juga ada. Jadi, Anka tak perlu repot untuk menyiapkan handuk dan air hangat untuk mengompres dirinya sendiri.

Rasa kantuk mulai menghampirinya setelah obat yang ia minum tadi mulai bereaksi. Anka pun jatuh tertidur, berharap saat ia bangun nanti ia sudah merasa baikan.

Matahari mulai beranjak naik. Seorang wanita muda berdiri di depan pintu rumah Anka.

Tok... tok...

"Assalammualaikum, Mas." Panggilnya dengan suara yang sangat lembut dan terdengar merdu.

Namun, tak ada sahutan dari dalam sana. "Assalammualaikum. Mas Anka?" Panggilnya lagi dengan suara yang lebih kuat.

Anka tersentak dan bangkit dari pembaringannya. Kepalanya mulai enakkan, hanya saja, badannya masih terasa meriang. Sebelum membukakan pintu, Anka melepas terlebih dahulu kompresan di kening karena sudah tak terasa lagi khasiatnya.

"Walaikumsalam," Sahut Anka sembari membuka pintu rumahnya, "-iya?" Tanya Anka melihat sosok wanita muda yang tampak menunduk malu-malu setelah melihat wajah tampan Anka.

"Ini, Mas. Ada titipan dari Ibu Eni, makan siang untuk Mas Anka." Jawabnya yang masih menunduk malu-malu. Tangannya yang memegang rantang, kini terangkat dan memberikannya pada Anka.

Saat mendengar nama bibinya disebut dengan sigap Anka menerima rantang itu. "Terima kasih, ya, namanya siapa?" Tanya Anka berusahan untuk ramah dengan penduduk desanya.

Wanita muda itu mengangkat kepalanya pelan, wajahnya begitu cantik dengan pipinya yang kini tengah merona. "Ini aku, Mas. Ayu."

Anka mengernyit bingung, ia lupa. "Oooo... Maaf, saya tidak ingat. Sudah lama sekali saya tidak kesini." Balasa Anka yang bahkan ia masih belum ingat sosok wanita di hadapannya ini. Anka dibawa oleh ibunya kerja ke luar negeri Anka masih kecil sekali. Jadi, mana ingat dia dengan sosok dihadapannya.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang