9

12.2K 1.1K 38
                                    

9

Drake duduk bersandar di kepala ranjang dengan rasa bosan. Seharusnya hari ini ia ke kantor, tapi demam sialan ini membuatnya terkurung di rumah. Belum lagi, kepalanya terasa berat dan badannya lemas, membuatnya tak bisa menyiksa Valencia.

Wanita itu menjauhinya seolah ia iblis. Sejak memberinya sarapan pukul sembilan tadi pagi, valencia hanya satu kali masuk ke kamar untuk mengambil pakaian kotor yang hendak dicucinya, setelah itu tak lagi terlihat batang hidungnya.

Perhatian konon, tak mau melihat dirinya mati! Padahal, drake berjam-jam sendirian di kamar, jika terjadi apa-apa, toh valencia tidak akan tahu. Betina jalang itu rupanya pintar menggombal.

Tanpa sadar seringai sinis melengkung di bibir drake. Demam sialan ini membuatnya melankolis. Ia hanya demam. Tak akan terjadi apa-apa pada dirinya.

Tiba-tiba perut drake berbunyi, Ia melirik jam dinding yang menujukkan pukul satu siang. Makan bubur memang tidak akan memberi rasa kenyang yang lama. Baru empat jam berselang, ia kembali lapar.

Seperti ada malaikat yang mengabulkan permintaan Drake, pintu kamar terbuka dan sesosok langsing dengan rambut sepunggung, muncul dengan nampan di tangan. Wangi aroma makanan mengusik indra penciuman Drake.

Rasa mual seketika menyerang drake. Dasar penyakit sialan!

"Aku membuat sup ayam kampung," kata valencia sembari meletak nampan berisi nasi putih, air putih hangat, sup, dan ikan goreng lengkap dengan sepiring kecil sambal, ke atas nakas.

Drake mengibas-ngibas tangan. "Bawa pergi. Aku tak mau makan."

Valencia yang masih membungkuk, ternganga. Ia berdiri tegak dan memandang Drake dengan sorot kesal. "Kau harus makan jika ingin cepat sembuh."

"Masakanmu tidak enak, pelacur. Bahkan aromanya membuatku ingin muntah."

Valencia menghela napas panjang, tak tampak raut tersingung di wajahnya meski dipanggil pelacur oleh Drake. Oh, rupanya wanita itu sudah kebal. drake harus mencari panggilan yang lebih menyakitkan. Betina jalang? Sundal? Atau apa?

"Masakan ini enak, aku sudah mencobanya."

Drake tertawa sinis. "Kau memuji dirimu sendiri, eh? Jelas-jelas aroma masakanmu membuatku ingin muntah."

"Itu karena kau sedang demam. Kau harus memaksa diri makan."

"Aku tak mau! Bawa pergi makanan sialan itu!"

Rupanya kali ini Drake harus kalah berdebat. Ia melihat sorot kukuh di mata wanita itu.

valencia duduk di bibir ranjang. Menyirami nasi dengan kuah sup, lalu menyendoknya.

"Buka mulut," kata Valencia sambil membawa sendok ke hadapan mulut drake.

Sesaat drake tercenung. Rasa mual itu menguap. Kenangan manis masa kecil, ketika ia demam dan sang ibu menyuapinya makan, berputar di benaknya. Tanpa sadar, drake membuka mulut dan mengunyah makanannya.

Setelah makan beberapa suap, kesadaran drake kembali. Ia menggeleng ketika Valencia hendak menyuapinya lagi. "Aku sudah kenyang," ucapnya ketus.

"Kau baru makan beberapa suap, Drake."

Drake menatap Valencia marah. "Jangan kelewat batas, Sundal. Aku tak mau makan, jangan memaksaku, atau kau ingin wajahmu kusiram dengan sup?"

Wajah Valencia yang sesaat tadi terlihat lembut, kini memuram.

Drake mendengkus.

Valencia bangkit, meraih perlengkapan makan, meninggalkan segelas air putih hangat dan satu tablet obat di atas nakas.

"Minum oabtnya. Jika sampai malam kau belum sembuh, aku akan memanggil dokter."

"Tak usah berlebihan, sekarang saja aku sudah sembuh!"

Valencia berlalu tanpa memedulikan perkataan drake.

***

Karena kondisinya mulai membaik, drake makan malam di ruang makan. Ketika ia dan valencia sedang makan, tiba-tiba bel pintu berbunyi.

Drake melirik Valencia yang meraih serbet dan mengelap mulut. Lalu berjalan meninggalkan ruang makan dan beranjak untuk membuka pintu.

"Hai, valen!"

Dari ruang makan, Drake mendengar suara sebastian dan gabriel. Dasar bedebah. Untuk apa kedua cecunguk itu datang? Drake sedang tidak dalam suasana hati ingin menerima tamu.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" sambut drake ketus ketika melihat valencia masuk ke ruang makan diikuti oleh sebastian dan gabriel.

Sebastian tertawa. "Untuk apa lagi? Ya, menjengukmu, Kawan."

drake mendengkus. "Aku sudah sembuh."

"Masih sedikit pucat," komentar gabriel dengan nada datar.

"Kenapa kau telihat tak senang dengan kedatangan kami?" sebastian menggerak-gerakkan alisnya dengan jenaka.

Belum sempat Drake menjawab, Valencia menyela, "Apa kalian sudah makan, Seb? Gab?"

"Belum. Apakah kau ingin mengajak kami makan bersama?" sebastian tersenyum lebar pada valencia.

Valencia balas tersenyum. "Tentu. Duduklah. Akan kuambilkan nasi."

Gabriel duduk di sisi kanan meja, sementara sebastian duduk di kursi kosong di samping tempat duduk valencia.

"Kenapa kau duduk di situ, Seb?" Drake bertanya tak senang.

"Memangnya kenapa?" tanya sebastian polos.

Gabriel menyeringai samar melihat itu.

"Tak lucu pria lain duduk di dekat istriku," balas drake dingin.

Sebastian terkekeh dan melirik gabriel penuh arti. "Ada yang cemburu, Gab."

Gabriel menyeringai samar.

"Aku tidak cemburu!" bantah drake jengkel.

Sebastian hanya terkekeh, lalu pindah duduk di kepala meja berhadapan dengan Drake.

Valencia menghidangkan nasi untuk sebastian dan gabriel. "Maaf, lauknya tidak banyak," kata Valencia.

"Yang penting kami kenyang. Masakanmu harum sekali, Val," puji sebastian.

Valencia tersenyum dan duduk.

Mereka pun makan tanpa banyak bicara. Hanya sesekali terdengar suara sebastian mengomentari masakan valencia yang enak.

***

Evathink
IG/Dreame : evathink

Valencia and Her Devil Husband - REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang