Bagian 37 || Menuju H-1

17 6 0
                                    

" Pa, ma, ini teman salwa namanya reza, " jelasku.

Saat sudah sampai dirumah entah kenapa papa dan mama ada diteras rumah. Aku tidak tahu mereka sedang apa tapi jika dilihat ada mila juga duduk tidak jauh dari mereka aku mengerti.

Mereka sedang minum teh.

Aku berkeliling melihat kak aga, karena aku terlalu fokus mencari kak aga papa memanggilku beserta reza jadi aku mengenalkan reza juga.

" Om, "

" Kamu juga kemarin kesini kan? " tanya mama. ( Ulang tahun mila )

" Iya tan, "

" Ini piringnya, " ujar kak aga yang datang dari dalam rumah.

" Kamu sudah pulang? " tinggi kak aga yang menjulang bahkan lebih tinggi dari reza membuatku harus mendongak.

" Iya. "

" Kamu masuklah dulu ganti bajumu. Dan kamu za kamu bisa pulang terimakasih sudah mengantar salwa, " kata mama.

" Tidak usah terburu - buru dia sudah ada disini, lelah juga yang pastikan kamu bisa ikut kami disini za, " ujar papa.

" Ah, saya akan pulang saja om. "

" Jangan merasa tidak enak, Disini saja dulu tidak terlalu lama kan ma. "

Mama yang dipanggil melirik , " iya sebentar lagi selesai makan malamnya. "

Reza akhirnya tidak jadi pulang, ia menunggu bersama kak aga dibawah sana dan aku masuk untuk membersihkan tubuhku. Sebenarnya aku takut reza mengatakan yang tidak - tidak pada kak aga tapi tak apalah. Toh nantinya ini akan menjadi perpisahan yang terakhir.

Kulihat saat ini reza sedang bermain bersama mila, dan kak aga yang tidak terlalu dekat dengan mila justru diam saja disana.

Mama memanggil kami, makananya sudah siap.

Aku duduk disamping reza dan kak aga dan mila juga bersampingan.

" Coba dicicipi ya "

Kami makan malam ini dengan sedikit keramaian dari mila dan reza. Reza nampak bahagia sekarang. Berbeda dengan aku dan kak aga. Mungkin karena mama dan papa meminta reza untuk tidak kaku.

Tidak lama setelah makan malamnya selesai aku mengantar reza kehalaman depan.

" Hati - hati ya. "

" Iya. Besok aku jemput ya? "

" Tidak usah, aku. Aku harus berangkat bersama kak aga. "

" . . . " Sepertinya dia marah

" Za, biasanya juga kamu berangkat bersama novi. Aku juga sedikit tidak enak jika kamu malah menjemputku. Novi akan berangkat bersama siapa? Kamu tega membiarkan novi sendirian, kamu sendiri yang mengatakan bahwa novi rapuh. "

" Tapi kamu kan, -- "

" Aku masuk dulu. Bye hati - hati. "

Setelah menutup pintu rumah, hal pertama yang aku rasakan adalah rasa menyesalku.

Kali ini aku takut reza akan terus bergantung padaku. Reza akan terus menerus memikirkan ku.

Tapi sebelum kepergianku juga ingin menciptakan moment bersamanya. Tapi aku harus tahu batasan apalagi ketika reza mengatakan menyukaiku.

Jika diabaikan akan sesakit itu aku juga sadar mungkin, ditinggalkan akan lebih sakit. Tapi rasa sadar ditinggalakn. Itu bahkan lebih terasa waras dari pada menggantung reza. Dari cara reza memperlakukanku mungkin reza pikir aku mau menjadi pacarnya tapi. Sekali lagi maaf za, aku tidak punya keberanian untuk mengatakan sesungguhnya.

Honey & Heaven [Complate]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang