"Bagi apinya dong, No!" Clara membungkuk di depan gue lalu menyelipkan sebatang rokok di bibirnya.
Gue ngeluarin korek gas, menyalakannya seperti yang dia minta. Meski berusaha untuk ga tertarik, tetap aja ni mata kegoda buat ngelirik dua benda bergelantungan manja di balik tank top yang dikenakan Clara.
Ayy, maafin Abang. Ini darurat! Ga sengaja. Perasaan bersalah tiba-tiba menghampiri gue saat bayangan Aya melintas dalam pikiran.
Ga bisa bayangin gimana gedeknya dia kalo sampe tau mata gue jelalatan begini. Auto diamuk tujuh purnama ga ngaso-ngaso.
"Makasih ...." Clara tersenyum menggoda.
"Kok pada di sini aja? Ga gabung sama yang lain?" sambungnya seraya ngelirik kami bertiga bergantian.
"Ca-cari angin," jawab Isam terdengar gelisah.
"Repot amat angin dicari'in? Ga nyari'in gue aja?" balas Clara berseloroh.
"Gak, ah. Takut khilaf Abang, kalo nyari'in situ. Ehee ...." Beni cengengesan.
Clara ikut terkekeh. Lalu menatap gue dan mendekatkan wajahnya ke telinga gue. "Gue udah dapet nomor lo. Kapan-kapan kita chatting ya?" bisiknya.
Gue hanya merespon dengan senyuman kecil.
Clara mengelus pipi gue lembut. "Duluan ya, No," pamitnya dari hadapan kami. Melanjutkan langkahnya menuju ke arah tempat Jefri berada.
Gue, Isam dan Beni masih menatapnya terkesima.
"Ada yang menetes, tapi bukan air mata," celetuk Beni memecah kesunyian.
"Apaan?" tanya Isam.
"Iler gue."
"Ha ha ha ...." Gue sama Isam terbahak.
"Ada yang sesak, tapi bukan nafas," sambung gue.
"Apaan, No?" tanya Beni.
"Sempak si Isam."
"Yee ...! Sekate-kate lu! Sempak eluu ...." Isam tak terima.
Gue sama Beni ngakak terpingkal-pingkal.
"Gila tu cewek. Auranya mistik. Bikin nyali gue nyeropot," komentar Beni.
"Gede banget, ya?" timpal Isam.
"Apanye?" tanya Beni pura-pura dongo.
"Upilnye!" Isam jadi kesel.
Gue sama Beni kembali ngakak untuk yang ke sekian kali.
"Dia bisikin apaan tadi, No?" tanya Isam kepo.
"Cuma nanya doang."
"Nanya apaan?"
Gue ngisep rokok sekilas. "Nanyain kapan gue pensiun jadi orang ganteng."
"Najis!" Isam sama Beni merutuk dengan kompak.
Hahaha ... puas banget gue liat muka dongkol mereka.
Dari kejauhan, tampak Awank sudah melangkah ke tempat kami.
"Pada bahagia banget lu kalo liat gituan," katanya begitu sudah tiba.
"Udah selesai? Balik yuk ah! Laper nih, gua!" Isam bangkit dari duduknya. Begitupun gue sama Beni.
"Gue enggak yakin balapan ini bakal bener." Awank menatap gue srius.
"Eh? Kenapa?" Ngeliat raut mukanya yang ga main-main, gue jadi penasaran.
"Mending kita batalin aja, No. Si Jefri punya rencana ga bener."
"Rencana ga bener gimana?" Gue makin penasaran.