Kini, dua keluarga itu tengah duduk saling berhadapan di ruang tamu. Rasa meriang dan pusing yang Anka rasakan sebelumnya langsung sirna begitu saja setelah Ayah Clara memberitahu maksud dan tujuannya mereka datang kemari.
"Maaf sebelumnya karena kami datang mendadak tanpa pemberitahuan. Seperti yang Bu Inah dan Anka ketahui kalau pernikahan Clara dibatalkan karena masalah penipuan ini. Sungguh baik Clara dan saya pun tidak menyangka akan hal itu. Saya bersyukur kami belum melakukan persiapan apapun," Joan menatap Clara yang menunduk malu disamping istrinya, "—saya tidak menyangka kalau sebenarnya Clara sendiri juga sudah jatuh cinta dengan pria lain."
Anka tercengang mendengarnya, pria mana yang dicintai Clara selain Peter? Secepat itu Clara melupakan Peter?
"Kedatangannya kami kesini bermaksud untuk eum... meminta pria yang dicintai Clara itu untuk melamar putri kami." Anka mengernyit bingung, lantas kenapa mereka malah kerumahnya? Apa hanya sekedar mampir saja?
"Anka..."
Anka mengangkat kepalanya. "Iya, Yah?"
"Apa kamu bersedia... menerima putri saya?"
Anka terdiam menatap Joan. Otaknya berusaha mencerna apa yang barusan Joan katakan. Menerima putrinya?
"Ehmm.... Tapi, Yah. Bukannya tempo hari kita sudah membahas tentang Anka dan Ceci? Kami—"
Joan terkekeh sementara Clara tersenyum masam karena Anka tak kunjung peka. "Ayah gak bahas soal Ceci, kok. Ayah bahas soal Clara."
Lagi-lagi Anka kebingungan. "Eum, memangnya ada apa dengan Clara?"
Dea berdecak kesal. "Ayah ini! Kalau ngomong itu makanya yang jelas! Orang jadi salah tangkap kan! Biar bunda saja yang ngomong," Dea memukul pelan tangan suaminya itu, "—jadi gini, loh. Kedatangan kami kesini untuk menanyakan, apa kamu mau jadi suaminya Clara."
"Bunda..." Clara langsung menunduk malu setelah menegur bundanya itu. To The Point sekali! Clara kan jadi salah tingkah.
Sementara Anka yang mendengarnya langsung kaget bukan main.
"Su-suami? M-maksudnya, Bun?" Tanyanya gugup. Sungguh, ia sama sekali tak berani menatap Clara.
"Iya... Clara cinta sama kamu!"
"Bunda..." Kali ini ayah dan putrinya itu menegur Dea. Bagaimana tidak? Dea begitu blak-blakan. Tidakkah ia mengerti bagaimana perasaan putrinya itu? Datang kesini untuk menemui Anka saja dia sudah sangat malu, ini bundanya malah langsung mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada pria di hadapannya ini.
Anka menahan tawanya. Hatinya berbunga-bunga sekarang. Ia memberanikan diri untuk menatap Clara yang wajah putih sebening susunya itu kini berubah menjadi sangat-sangat merah.
"Ekhem... Maaf atas kespontanitas istri saya," sahut Joan untuk mencairkan suasana. "—ya.... Pada intinya sih begitu. Saya tahu ini sangat aneh karena kami pihak perempuan seakan-akan mencoba melamar Anka untuk putri kami, tapi jika Anka tidak keberatan... apakah Anka bersedia, Nak?" Tanya Joan lembut. Intonasinya terdengar formal.
Anka sama sekali tak menyangka kalau hari ini akan tiba. Ini terasa bagaikan mimpi baginya. Clara mencintainya? Secepat itu kah? Bukankah wanita itu baru saja mengakhiri hubungannya dengan Peter?
Anka menatap ibunya, Bu Inah tersenyum dan mengangguk. Anka memegang tangan ibunya kemudian kembali menatap Joan.
"Kapan... saya bisa melamar Clara secara resmi?"
❄❄❄
Setelah solat magrib, para ibu tengah memasak di dapur. Bu Inah mengundang mereka untuk makan malam di rumahnya. Joan tengah sibuk dengan ponselnya untuk masalah kerjaan yang ia tinggalkan kepada Reinhart. Sementara Clara yang mulanya ingin membantu Dea dan Bu Inah di dapur, justru dilarang oleh keduanya. Mereka menyuruh Anka dan Clara untuk berbicara terlebih dahulu. Karena, semenjak tadi hanya orang tualah yang bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confused
RomanceBingung? Itu lah yang dirasakan seorang gadis cantik ini, Clara. Dua orang pria datang untuk melamarnya. Pria pertama bernama Peter. Tidak sulit untuknya menerima lamaran Peter, sebenarnya. Mengingat mereka telah menjalin hubungan selama 5 tahun. ...