14. Mahasiswi Plus-Plus

1.4K 82 0
                                    

Happy Reading!!

***

Devina bangun dari tidurnya begitu mendengar suara alarm yang begitu nyaring dari ponsel juga jam beker yang entah kenapa berada begitu dekat dengan telinganya. Suara yang memekakkan itu jelas saja membuat Devina langsung bangun dan duduk di ranjangnya, dengan mata yang di paksakan terbuka.

Masih dalam kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, Devina meraih ponsel juga jam wekernya, lalu mematikan alarm tanpa berniat melihat lebih dulu angka di jam tersebut dan langsung melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Devina ingat bahwa semalam ia tidak sempat mandi sebelum tidur. Bahkan sepertinya mengganti pakaian saja tidak, mengingat kini ia masih mengenakan baju yang kemarin.

Tidak butuh waktu lama untuk Devina mandi, karena kurang dari satu jam pun perempuan cantik itu sudah siap dengan pakaiannya untuk menuju ke kampus, ia ingat bahwa hari ini memiliki jam kuliah pagi dan itu artinya ia harus segera berangkat sebelum jalanan macet.

“Mama, Papa, Devin, aku langsung berangkat ya,” teriak Devina begitu tiba di lantai satu dan segera melangkah keluar dari rumah setelah sebelumnya memesan ojek yang tidak berapa lama tiba di depan rumahnya.

“Kampus Kebaperan, Pak.” Kata Devina menyebutkan tujuannya, agar si pengemudi ojek online tidak lupa. Devina meraih helm yang di berikan, lalu naik dan duduk anteng di jok belakang.

Hanya membutuhkan waktu kurang dari 40 menit, ojek yang di tumpangi Devina sampai di tujuan. Tidak lupa Devina memberikan helm dan ongkos dengan uang pas, setelah itu melangkah tenang menuju kelasnya.

“Siapa yang menyuruh kamu masuk?”

Suara yang terdengar berat dan tegas itu, membuat Devina mendongak dengan kening mengernyit heran, menatap sekeliling takut-takut dirinya masuk pada kelas yang salah. Namun begitu mendapati sosok Miranda yang melambaikan tangan, meyakinkannya bahwa ia berada di kelas yang benar, tapi...

“Kenapa tidak menjawab? Siapa yang menyuruh kamu masuk?” ulang suara itu lagi, tak lain adalah dosen yang tengah mengisi kelas hari ini. “Apakah kamu tidak melihat jam, Devina?” kembali laki-laki itu bertanya.

Devina yang sejak tadi menggenggam ponselnya, menyalakan benda pipih itu, lalu membandingkannya dengan jam yang ada di pergelangan tangannya. Ringisan kecil Devina keluarkan, lalu kembali mendongak dan menggaruk tengkuknya salah tingkah.

“Maaf Pak, saya kesiangan.” Cicit Devina pelan. Dan sontak saja semua penghuni kelas menertawakannya, membuat kelas yang semula sunyi berubah riuh.

“Astaga, Dev, ekspresi lo itu gemesin banget tahu gak! Baru tahu gue kalau lo punya ekspresi lain selain datar dan dingin.” Celutuk salah satu mahasiswa yang berada di bangku paling ujung.

“Kalau aja gue rela di selingkuhin, gak akan pikir dua kali gue untuk nembak lo, Dev.” Satu lagi celetukan yang terdengar, hingga suara deheman dari sang dosen menghentikan kericuhan kelas.

“Kamu bukan lagi kesiangan, Devina, tapi sudah sangat terlambat. Kenapa baru datang?” tanya dosen itu, dengan raut wajah datar dan suara yang dingin. Devina meringis pelan, baru kali ini mendapati dosen mudanya berbicara menggunakan nada itu, senyumnya tak lagi ada, dan itu membuat Devina merasa aneh.

“Saya bangun kesiangan, Pak, dan gak lihat jam.” Devina menjawab jujur mengenai apa yang terjadi pada paginya yang memang sial ini. Ia cukup malu karena bertahan di depan, di omeli dosen idola kampus dengan di saksikan teman-teman sekelasnya.

“Setelah kelas selesai, kamu ke ruangan saya.” Kata Sadewa dengan tegas, lalu meminta Devina untuk duduk lewat tatapan matanya. Meskipun inginnya memaki dosennya itu, Devina berusaha untuk meredamnya dan memilih mengangguk, lalu melangkah menuju kursinya.

Pelabuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang