"Woi, je! YAAMPUN YANG JEONGIN TUNGGUIN GUE!" Suara han jisung menarik atensi seluruh penghuni kantin, sedang yang ditatap hanya meringis malu kemudian berjalan cepat menghampiri anak paling pintar seantero sekolah, diseluruh angkatan, yang jeongin.
Memang, han jisung dan yang jeongin ini dua orang yang bertolak belakang kepribadiannya. Yang satu rajin, jadi andalan para guru, wajahnya terpasang di spanduk kebanggaan sekolah, sedang yang satu bahkan tak kenal apa itu buku. Entah kenapa mereka berdua bisa berteman, hanya semesta yang tahu.
"Aduh, jisung, jangan teriak-teriak. Jeje malu tauu," jeongin membenarkan letak kacamata bulatnya sambil melirik ke kanan dan ke kiri.
"Abisnya kamu ninggalin aku sih, jadi aku teriak aja biar kamu denger," jawab jisung santai sambil mulai mengunyah ciki yang ia rampas dari meja salah satu murid.
Jeongin dan jisung melambatkan langkah kaki ketika melihat keributan di lapangan sekolah. Yang jeongin dan jisung tahu, biasanya ketika terbentuk kerumunan di lapangan dan terdengar sorakan demi sorakan mendukung, berarti seorang hwang hyunjin si berandalan sekolah sedang turun tangan menghajar salah satu siswa yang menurutnya mengganggu. Hyunjin adalah salah satu siswa tingkat akhir yang sangat tidak suka diusik. Hyunjin tak pernah ragu melayangkan kepalan tangannya pada pipi empuk seseorang jikalau orang itu dianggapnya menganggu. Yah, tak heran jika hyunjin mendapat julukan 'si pemburu pipi gemuk' dari seluruh siswa. Toh, hyunjinnya sendiri saja mengakui kalau ia suka sekali pada pipi milik orang-orang yang pernah dibuatnya memar.
Jisung masih asyik mengunyah ciki hasil rampasannya, "Kalau aku jadi hyunjin, aku gabakal bikin onar sih, je. Sayang, ganteng-ganteng kok demennya bonyok," cerocosnya panjang.
"Mending aku tebar pesona ke satu sekolahan, gonta-ganti cewe setiap hari biar terkenal," lanjutnya lagi.
"Jisung mah isi otaknya begitu terus. Kak minho tuh perhatiin!" Jeongin menggerutu, mengutuk pelan isi kepala jisung.
"Eh, aku mah perhatiin kak minho terus! Aku yakin dia gabakal kurang belaian selama pacarnya dia itu aku," jisung menunjuk dirinya bangga, tak sadar kalau ucapannya tadi didengar oleh minho yang kini berdiri di belakangnya.
Tangan minho menarik telinga jisung, "Bagus, kakak cariin, kamu sibuk nonton hyunjin disini."
"aADUH! Kak, sakit kak, lepas!" Jisung mengusap daun telinganya yang panas habis ditarik minho.
Minho memutar bola matanya jengkel, "Je, kakak pinjem tupainya dulu ya. Hati-hati sendirian disini," usai mengusak surai kapas jeongin, minho segera menarik tangan jisung yang sempat meronta minta dilepaskan.
Jeongin menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Kok bisa ya, jisung yang bahkan tak pernah bawa buku kesekolah bisa dapat kak minho, mantan langganan olimpiade fisika sebelum dirinya. Jisung itu kelewat beruntung, pikir jeongin.
Siswa tingkat kedua itu melihat ke sekelilingnya. Memastikan semua orang sibuk, dirinya segera melesat menjauhi lapangan. Ia butuh hiburan sekarang. Tungkainya ia bawa memasuki gedung milik sekolah yang tak terpakai. Sebenarnya, gedung ini dulu dijadikan sebagai tempat kesenian. Tetapi, tepat pada hari festival peresmian gedung, kembang api yang ingin digunakan malah meledak di tempat dan menyebabkan si jago merah melahap habis gedung ini. Bersyukur gedung ini masih kokoh berdiri. Hanya saja ada banyak dinding hitam dan plafon yang lapuk, sehingga jeongin harus berhati-hati ketika masuk.
Jeongin berjalan menaiki anak tangga untuk menuju atap. Kakinya menginjak banyak abu kayu kehitaman. mungkin, kayu-kayu disini sudah mulai terurai hingga serbuk hitamnya bertebaran.
Angin semilir menerpa wajah pucat jeongin ketika ia sampai di atap. Pemuda itu kemudian melepas kacamatanya dan mulai berteriak melepas seluruh bebannya, "Gue capek! Gue lelah menuhin ekspektasi orang tua gue! Dunia ga adil!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter - Hyunjeong
FanfictionHyunjin and Jeongin biased, oneshoot and twoshoot compilation.