3

520 100 10
                                    

Hendery menjatuhkan dirinya dikasur. Berhadapan dengan alpha brengsek macam Lucas benar-benar membuatnya lelah.

Ia sudah siap untuk tidur. Dengan kaus dan boxernya yang ia kenakan setelah mandi, Hendery membenamkan wajahnya dibantal.

Baru hendak matanya beristirahat ia mendengar ponselnya berdering menandakan ada pesan yang masuk. Dengan malas ia mengambil ponselnya yang tergeletak dikasur dan membuka pesan.

Message from: Mama, 20:45

Aku rindu padamu, Baobei. Telfon aku. Video call, Baba ingin melihat wajah anaknya.

Hendery terkekeh geli ketika melihat pesan dari Ibunya. Dengan segera ia membuka kontak sang Ibu dan memanggilnya dengan video call.

Tanpa bangun dari tidurnya, ia menjauhkan ponsel agar wajahnya terlihat pada layar. Ia tersenyum ketika sang Ibu mengangkat panggilannya. "Mama!"

"Hai, Baobei!" Nyonya Huang diseberang sana tersenyum ketika melihat wajah anaknya. "Oh, my, betapa Mama rindu padamu."

Hendery tertawa. "Aku juga—"

"Ah, Hendery, malaikat kecilku." Hendery terkejut ketika wajah sang Ayah tiba-tiba menyembul di layar ponselnya. "Baba merindukanmu malaikatku."

"Baba!" Hendery memajukan bibirnya, berpura-pura marah. "Jangan memanggilku begitu."

Tuan Huang hanya tertawa melihat Hendery dengan wajah merajuknya. Nyonya Huang yang terbiasa melihat kelakuan mereka berdua hanya tersenyum dan menggeleng. "Bagaimana kabarmu, Baobei?"

Mendengar pertanyaan Nyonya Huang membuat Hendery menampilkan senyum lebar. "Tentu aku baik-baik saja." Namun kemudian senyumnya memudar, berganti dengan raut wajah yang khawatir.

Hendery belum memberitahukan pada orangtuanya jika ia telah bertemu soulmate-nya.

"Hendery, ada apa?"

Suara sang Ibu membangunkannya dari lamunan. Ia menatap layar ponselnya diam, melihat raut khawatir diwajah kedua orangtuanya. "Hendery?"

Hendery mengangkat tangannya. "Aku bertemu dengannya Mama." Memperlihatkan tanda di pergelangan tangannya. "Soulmate."

"Kau menemukannya!" Sang Ibu memekik kegirangan, ia berpelukan dengan Ayahnya. "Suamiku, anak kita menemukan soulmate-nya!"

Tuan Huang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia tertawa lebar bersama Nyonya Huang. "Oh, malaikatku bertemu dengan pasangannya, aku tidak perlu khawatir lagi karena kau akan ada yang menjaga!" Tersela oleh tawa. "Kami senang."

Hendery tersenyum tipis. Ia senang melihat orangtuanya tersenyum lebar bahagia seperti ini. Namun, ia tidak senang dengan takdirnya. Ia menghela nafas. "Baba, Mama." Hendery melirih. "Kita sudah membicarakan ini 'kan?"

"Oh." Tuan dan Nyonya Huang terkisap. Senyum mereka memudar. Mereka melihat kearah putra semata wayang mereka yang terlihat murung.

"Maaf aku membuat kalian kecewa." Kata yang keluar dari bibir Hendery terasa sangat sulit terucap. "Aku tidak bisa menjadi—"

"Tidak masalah, Baobei." Sang Ayah memotong ucapan Hendery. "Hei, jangan terlihat murung begitu."

Hendery menatap kedua orangtuanya nanar. "Tapi aku mengecewakan kalian."

"Kau tidak mengecewakan kami." Bantah Ibunya dengan lembut. Kedua orangtua Hendery kembali tersenyum pada sang putra. "Hidupmu adalah pilihanmu, Sayang. Kau yang memilih yang terbaik untukmu."

"Kami memberikan semua keputusan padamu, Baobei." Tuan Huang menambahkan. "Jangan pernah lupa, kami sangat menyayangimu."

Saat itu juga tangis Hendery pecah, dan yang menenangkannya adalah sang Ayah dan Ibu yang berada jauh disana. Menyenandungkan Hendery dengan nyanyian tidur yang menenangkan.

***

Lucas tentu saja tidak berhenti untuk mengganggu Hendery. Esoknya ia tetap mengekori Hendery, menggodanya hingga membuat sang raven menggeram kesal padanya.

"Aku tahu Lao Wang menyuruhku untuk membantumu. Tapi," Hendery mendelik kesal pada Lucas. "Berhenti membuang waktuku dengan gangguan bodohmu!"

Lucas menyeringai. "Aku akan berhenti mengganggumu jika kau mau melakukan satu hal." Lucas mengacungkan jari telunjuknya. "Tidur denganku—"

"Brengsek!" Belum sempat Lucas menyelesaikan ucapannya, Hendery lebih dulu menendang lututnya sambil mengumpat. "Sana cari orang lain. Aku bukan jalang yang bebas kau tiduri, brengsek."

Lucas meringis, mengusap lututnya yang terasa sangat sakit. "Bodoh." Umpatnya. "Begitukah caramu memperlakukan soulmate-mu?"

"Soulmate? Hah!" Hendery mencibir. Ia berkacak pinggang, mengangkat dagunya membuatnya terlihat angkuh. "Aku hanya berlaku seperti ini khusus pada mahluk-mahluk brengsek."

"Oh itu terdengar seperti pujian." Lucas berucap dengan nada senang. Ia mengusap lututnya sekali lagi sebelum akhirnya menegakkan tubuh. "Bicara tentang ajakanku tadi—"

"Aku tidak tidur dengan siapapun. Jadi jawabannya, tidak, terimakasih."

Lucas terkekeh. "Disneyland, sabtu ini." Lucas mengambil dua tiket yang berada di saku jasnya. Mengacungkan dua tiket pada Hendery. "Jangan menolak karena aku sudah membelinya."

Hendery membulatkan matanya. Bukan karena tiket yang ada ditangan Lucas, namun karena nada suara Lucas yang mengejutkan sangat mengintimidasi dan membuat Hendery meneguk ludah. Suara seorang alpha yang sangat dalam, dan aromanya yang mengintimidasi. "Baiklah."

Hendery merutuk ketika ia menyetujui dengan mudahnya. The hell! Kenapa aku berdebar seperti ini? Hendery menggerutu. Ia melihat Lucas yang tersenyum puas.

"So, kita bicarakan lagi nanti." Lucas berbalik memunggungi Hendery. Ia mengangkat tangannya dan melambai pada Hendery. "Bye, soulmate."

Hendery merasa waktu terhenti saat itu juga. Ia hanya dapat berdiri terpaku menatap punggung Lucas yang semakin menjauh.

Perasaan hangat meliputi dadanya. Sesuatu yang terasa asing namun sangat menenangkan Hendery. Ah, bahkan ia bisa merasakan pipinya memanas.

Huh! Hendery mendengus. Untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan aneh ini untuk seorang alpha.

To be continued...

The Exception Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang