6

805 110 31
                                    

Lucas meregangkan tubuhnya sambil berjalan kearah apartemennya. Sesekali helaan nafas lelah keluar dari bibirnya, menandakan betapa ia ingin segera hari ini berakhir.

Namun sepertinya permintaannya tidak dikabulkan.

Di depan pintu apartemennya ada Hendery, menyandarkan tubuh sambil menggosokkan telapak tangan, menciptakan kehangatan untuk dirinya sendiri. Ia hanya menggunakan jaket yang menutupi kaus biru muda yang menutupi tubuhnya, juga jeans selutut dan sepatu kets.

Lucas merapikan letak jaketnya, terdiam menatap Hendery yang sepertinya masih belum sadar akan kehadirannya. Ia menyiapkan hati, apapun yang akan dikatakan Hendery, pastilah sebuah penolakan. Artinya, Lucas mau tidak mau harus menerimanya. Sekali lagi.

Walau Lucas sangat ingin bersama dengan Hendery dan menjaganya, hal itu percuma jika ia adalah orang yang paling Hendery takuti dan paling tidak diinginkan hadir dalam hidup pemuda raven tersebut.

Ketika mata mereka beradu pandang, Lucas semakin menguatkan hatinya dengan penolakan Hendery nanti. Ia membiarkan Hendery menatapnya dengan terkejut, mata melebar dan mulut terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu. Lucas memberi Hendery waktu untuk bicara.

"Kau," Hendery melirih. "Kenapa tidak mau bertemu denganku?"

Lucas tidak menjawab. Membiarkan Hendery menatapnya dengan mata berair.

"Lao Wang bilang kau pulang ke Thailand menemui orangtuamu." Hendery tersenyum, senyum yang sangat menyayat hati Lucas karena itu bukan senyuman ceria seperti biasa. "Kau bohong padaku."

Lucas tidak menyukai hal itu. Dimana Hendery, seolah ingin menangis namun ia tahan sekuat tenaga. Suaranya sangat rendah, tipis, dan sedih, menyatu dengan udara dingin yang menusuk kulit Lucas.

Ia mulai mengambil langkah mendekat, dengan hati-hati, bersiap jika Hendery meneriakinya untuk berhenti. Tapi Hendery tidak mengatakan sepatah kata pun, ia berdiri menatap Lucas dengan matanya yang berair, membiarkan Lucas mendekatinya.

"Bagaimana kabarmu?" Lucas membuka suara, dengan suara yang lembut agar membuat Hendery tidak merasa terancam. Ia tidak tahu kata apa yang tepat untuk membuka kembali pertemuannya dengan Hendery.

Hendery bergetar. Suara itu yang ia rindukan, berat namun lembut disisi lain, mendominasi namun membuatnya merasa aman. Bulir air mata mulai turun melewati pipinya dengan lembut.

Ada sesuatu yang mendorong Lucas untuk menyentuh lembut Hendery, maka ia lakukan sesuai instingnya. Ia menipiskan jaraknya dengan Hendery, telapak tangannya mengusap pipi Hendery yang basah.

"Kau tidak menghubungiku." Suara Hendery terkesan seperti ingin pecah akan tangisan. "Kau menjauhiku, iya 'kan?"

Lucas tersenyum lirih. Deru nafas Hendery yang hangat entah kenapa menenangkannya. Tangannya tidak ia turunkan, menyamankan dirinya memegang wajah Hendery. "Aku tidak tahu," Lucas terkekeh lirih. "Aku terlalu takut, mungkin?"

Lucas mendekatkan wajahnya pada Hendery. Mempertemukan keningnya untuk bersandar pada kening Hendery. Mata hitam itu terlihat sangat jernih, kantung matanya yang membengkak karena tangisannya, juga hidungnya yang memerah. Lucas tidak dapat berpikir yang lain selain cantiknya orang yang ada didepannya ini.

"Sicheng Ge membantuku agar aku sampai kesini." Hendery berujar disela isakannya. Ia menyamankan dirinya pada tangan Lucas. "Aku ingin bertemu denganmu."

"Aku pikir kau membenciku." Gumam Lucas. "Setelah kejadian—kau tahu. Aku siap dengan segala penolakanmu."

Hendery menangkup tangan Lucas yang berada di pipinya. Matanya terpejam, alisnya bertautan. Ia merasa kesal, namun rindu. Betapa ia merasa bodoh dan lemah dihadapan Lucas. Ia tidak bisa, tidak biasanya ia membiarkan dirinya lemah di depan alpha.

The Exception Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang