Jujur ini adalah part terpanjang yang pernah ik tulis :). jadi budayakan vote sebelum baca. Keep reading ♥️Tamparan keras Dhanu tak berhasil mendarat pada sasaran. Hanya menciptakan bebunyian nyaring yang menyakitkan. Tangan besarnya merasakan punggung tegap berbalut kaus tipis tengah melindungi wajah sang adik di balik dadanya.
"Apa yang kamu lakukan Dhanu?" Mata sipit segaris itu membulat, melotot kearah Dhanu.
Dhanu membuang muka dengan wajah masam. "Tega sekali kau menampar adikmu. Dasar kakak lelaki bodoh!"
Kata kata Hiro membuat Dhanu berpikir. Benar juga, mengapa ia Setega ini dengan Kinanti yang sejak kecil selalu ia perlakukan dengan lembut.
"Ini semua karenamu!" Ucap Dhanu dingin, wajahnya sedatar tembok benteng Batavia. Hiro berbalik menghadap Dhanu, dengan posisi membelakangi kekasihnya.
"Jangan samakan aku dengan mereka! Ku mohon, aku sangat mencintai adikmu. Aku tidak berniat untuk memanfaatkannya, apalagi melukainya." Mata itu menatap Dhanu dengan sendu, suaranya merendah. Sungguh, bukan seperti Yamada Hiro yang biasanya.
"Sekali licik kau tetap licik. Kalian semua sama saja! Jika tidak datang untuk menoreh penderitaan? Lantas untuk apa kau datang kesini? untuk apa?!" Laki laki itu benar benar berteriak.
"Dengarkan aku penjajah! Aku tidak percaya sedikitpun kepadamu, tidak. Ingat itu. Kau adalah bagian dari Nippon, tidak ada bedanya dengan kompeni. Sampai matipun aku tak akan merestui hubungan konyol kalian, begitu juga dengan orang tua kami. Jadi kumohon tinggalkan adikku!" Dhanu Brawijaya menarik paksa lengan adiknya untuk menjauh dari Hiro. Menyembunyikan gadis itu dibelakang punggungnya yang masih berseragam militer.
Kinanti sedari tadi hanya diam, bukan berarti ia tak berpikir. Hanya saja gadis itu terlalu terkejut, ditambah terkejut karena sang kakak nyaris menamparnya.
"Jangan pisahkan kami. Aku memohon padamu..." Letnan Yamada yang terhormat itu berlutut, nyaris bersimpuh di kaki bawahannya. Pandangannya mengabur, tertutupi air mata yang siap lolos kapan saja. Dhanu sedikit terkejut, atasan yang selama ini selalu terlihat garang kini sedang bersimpuh di kakinya. Namun ia tetap tak akan mengizinkan adiknya berhubungan dengan lelaki ini.
"Tidak perlu memohon padaku. Tidak akan merubah apa apa." Hiro mengadah, menatap Dhanu dengan tatapan memohon. Membuat siapapun yang melihatnya merasa iba.
"Ucapkan selamat tinggal padanya, Kinanti." Tegas Dhanu tanpa menoleh.
Perlahan, Kinanti menggeser tubuh mungilnya. Sebisa mungkin, ia tahan buliran bening yang nyaris merembes di pelupuk mata. Kinanti membantu Hiro untuk berdiri berhadapan dengannya.
Kedua netra legam itu bertemu lagi, tak ada yang berubah. Hanya saja, kali ini rasanya amat menyakitkan. Hiro memegang kedua pundak Kinanti dengan kedua tangan besarnya, meremasnya pelan. Dengan rasa tertekan, gadis muda itu mulai mendekatkan tubuhnya. Hiro memeluk tubuh mungil dihadapannya tanpa aba aba. Tak peduli mereka sedang ditatap oleh 2 pasang mata milik Damini maupun Dhanu.
Kinanti menyelipkan lengan kecilnya diantara pinggang Hiro, berusaha mencari kenyamanan disana. Nihil, yang ia dapatkan hanya rasa sesak yang semakin menghimpit dada. Mereka hanya diam, takut bila mengucap barang sepatah kata akan memberatkan langkah keduanya. Dhanu membuang muka menyaksikan adegan dramatis didepannya. Namun apa boleh buat, pemuda itu terlalu iba melihat adiknya yang begitu mencintai Yamada Hiro.
Hiro memejamkan kedua matanya. Bulir-bulir serupa kristal itu telah meluruhkan hatinya yang sekeras baja. Membentuk aliran kecil di pipi mulus Hiro yang kini mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. Hiro merasakan kaus bagian dadanya basah. Kinanti tak kalah tersiksa dengannya, gadis itu mengeluarkan isakan isakan kecil yang menyayat hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥
Historical FictionCERITA SEDANG HIATUS Indonesia, 1943 Berwajah datar, dengan hati sekeras baja adalah pesona Nakamura Yamada Hiro. Putra seorang petinggi Dai Nippon yang diutus memimpin pasukan ditanah bekas jajahan Belanda. Hidup keras bukan lagi hal asing baginya...