13. Permintaan maaf

3.3K 384 93
                                    

**Kakashi Pov**

Sudah seminggu berlalu sejak kejadian di rumahku waktu itu. Bahkan selama seminggu itu juga aku tidak bertemu dengan Naruto. Aku menghindarinya, dan dia menghindariku.

Yang bisa aku lakukan hanyalah mengawasinya dari jauh, dari atap kamarnya, dari atas pohon yang dekat dengan kamarnya, atau dari atas tebing tempatnya berlatih dengan Tuan Jiraiya atau Konohamaru.

Terkadang aku rindu sekali dengan dirinya, namun... Aku tidak bisa. Rasanya seperti pikiran logisku menolak permintaan semacam itu. Aku harus menjauh darinya. Aku dan dia tidak akan bisa bersatu. Hanya sebatas ini saja.

"Anda Hatake Kakashi?"

Aku yang mulanya menunduk, langsung menaikkan pandangan. Terpampang sosok dengan rambut merah, dan tato di dahinya. Calon Kazekage, Sabaku no Gaara.

Aku mengangguk, dia melipat kedua lengannya lalu duduk di sebelahku. "Anda gurunya Naruto?" dia bertanya lagi, aku mengangguk. "Apa anda memiliki masalah dengannya?" aku terdiam.

Dia menghela nafas. "Anda mungkin sudah tahu mengenai ini, aku dan Naruto itu sudah berteman sejak kejadian pemberontakan di Konoha, beberapa tahun lalu. Sebagai teman, aku tahu apa yang dihadapi temanku, dan dia sedang bermasalah denganmu, apa aku salah?" aku terdiam lagi.

Dia kembali menghela nafas, "Naruto tidak bersedia menceritakan apapun, namun setiap dia tidur, dia menggumamkan nama anda. Maka aku asumsikan, kau dan dia mengalami masa buruk," aku terkejut.

Naruto memikirkan aku?
Apa aku membuatnya tidak bisa tidur tenang?!

"Apa dia baik-baik saja?" tanyaku khawatir. Beberapa hari ini, Naruto juga tampak sangat pucat, namun lagi-lagi aku tidak bisa mendekatinya atau bahkan bertanya bagaimana keadaannya. Aku pengecut.

Gaara menatapku tajam, "Seharusnya anda sendiri yang bertanya pada Naruto. Bukankah anda ini sudah dewasa? Jika ada masalah, bukankah lebih baik langsung dibicarakan?" ucapnya lantang dengan nada agak kesal.

"Tuan Hatake, aku tidak tahu apa masalah anda dengan Naruto, tapi... Kalau hati anda bilang iya, maka lakukan saja. Jangan jadi pengecut dan selesaikan masalah ini, aku tidak ingin Naruto bersedih. Dan ini kali terakhir aku peringatkan pada anda. Jika anda membuat Naruto bersedih lagi, anda akan aku kubur dalam kuburan pasir milikku," ancamnya di akhir, dan aku hanya bisa diam saja menganggapi.

Dia berdiri, lalu pergi dari hadapanku. Aku sendirian lagi di kursi taman ini.

Apakah hatiku bilang untuk berjalan mendekat pada Naruto, dan memeluknya? Maka jawabannya adalah iya. Aku ingin memeluknya, dan mendekapnya setiap detik. Aku juga ingin mencium bibirnya yang manis itu. Dan aku sangat ingin kami tinggal bersama lagi.

Tapi otakku berkata tidak.

Aku menghela nafas. "Masalahnya tidak semudah itu, aku sudah terlalu banyak membuat Naruto bersedih belakangan ini. Apa yang harus aku lakukan?"

"Kakashi!!" teriak seseorang yang sedang berlari terengah-engah ke arahku. Dia salah satu temanku di akademi dulu, Ebisu.

"Naruto.... Dia.... Sakit!!" ucap orang itu dengan nafas yang terpotong-potong. Aku berdiri, dan tanpa basa-basi langsung menuju apartemen Naruto.

Sial.

Sial.

Sial.

Dia pasti tidak makan dan tidur dengan benar beberapa hari terakhir. Sialan, mimpi terburukku menjadi nyata. Bahkan untuk ukuran bocah periang sepertinya, sikapku ternyata bisa sangat mempengaruhinya.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang