#Bab 30 : Manusia Hanya Berencana

50.6K 5K 125
                                    

Sebulan berlalu begitu cepat. Kabar berita Zafran akan menikah pun sudah tersebar diseluruh pesantren. Sedangkan calon mempelai wanita pilihan Gus Zafran masih menjadi teka - teki. Membuat para santri apalagi santriwati makin penasaran. Harapan yang nampak indah akhirnya pupus sudah. Mendapat seorang Zafran yang gagah, berkharisma, soleh, akan segera meminang calon istrinya.

Tidak lain dengan Zalfa. Ia duduk termenung di kursi di depan kelas. Sendirian, entah apa yang ada dalam benaknya sekarang. Banyak pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya. Kenapa laki - laki itu mengkhitbahnya? Kenal darimana dia? Kenapa dia harus menerima laki-laki  itu? Melihat wajahnya saja tak pernah bahkan foto pun sudah berkali-kali ia minta kepada Mamanya namun beralasan lupa mengambil foto. Lelucon macam apa itu? Pikirnya semakin berkelana.

"Kenapa melamun di sini masuk!" Bariton suara tegas seseorang membuyarkan lamunan Zalfa. Tanpa bantahan Zalfa segera melaksanakan perintah itu. Ia segera duduk di posisinya. Memandang orang yang menegurnya tadi duduk di meja pengajar, Zafran lah yang menempati tempat itu

"Nama calonku Zafran? Nggak dapat Gus Zafran dapat yang namanya sama? Kebetulan macam apa ini?"

"Kenapa Za? Kamu ngomong sama aku?"

"Hehehe enggak Han, enggak." Ungkapnya dengan kekehan ringan.

Zafran membuka kelas Diniyah malam ini. Ia mulai menerangkan materinya di depan kelas. Tidak salah kyai Abdullah menunjuk Zafran sebagai Ustadz. Walaupun usianya yang masih terbilang muda ilmunya tergolong memenuhi. Ia sedari kecil sudah mendapat ilmu agama yang kompeten dari Abahnya, hidup dilingkungan pesantren tak ayal ia juga harus mematuhi segala aturan di pesantren, walaupun ia putra dari seorang Kyai.

Hampir dua jam Gus Zafran menerangkan Bab Thoharoh di kitab Fathul Qorib. Dua jam dengan rasa kantuk, hilang juga dengan kalimat "Wallahu alam bisowab". Aneh, tapi nyatanya benar terjadi. Mungkin ada data ilmiah yang bisa menjawab itu, namun rasanya penulis belum menemukan itu. Begitu Zafran keluar kelas menjadi riuh kembali.

"Lo pada tahu enggak?"

"Ulfa bisa enggak gaya bicaranya menyesuaikan kalau kamu di pesantren?" Ulfa hanya berdehem mendengar ucapan sang ketua kelas, Sinta. Ia kembali melanjutkan bicaranya. Wajahnya agak terlihat jengkel.

"Tahu enggak kalau gus Zafran mau nikah. Gue sih dapat kabar dari mbak-mbak khodimah ndalem, itu pasti terpercaya."

"Yah! Za sudah telat buat nikung." Sahut Hana. Zalfa tidak  merespon itu. Dirinya saja masih bingung, menerima atau menolak khitbah seseorang yang tidak di kenal itu. Mungkin ini jawaban kalau Rizky maupun Zafran hanya segelintir orang yang hendak masuk, namun orang lain yang terlebih dahulu meraih.

Andai engkau tahu
Betapa 'ku mencinta
Selalu menjadikanmu
Isi dalam doaku

Kutahu tak mudah
Menjadi yang kau minta
Ku pasrahkan hatiku
Takdir 'kan menjawabnya

Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku 'kan memilikimu
Jodoh pasti bertemu

Zalfa lalu keluar meninggalkan mereka dengan bait-bait lagu itu yang keluar dari lisannya. Biarlah, bukan jodoh, kata hatinya. Mereka yang melihat itu, masih menggeleng - gelengkan kepala. Bukannya sedih atau apa malah menyanyi. Memang cara orang meluapkan stress-nya berbeda - beda.

"Terlalu berat untuk dia." Celetuk Hana ia segera berlari menyusul Zafran. Mungkin wanita itu butuh konseling antar pribadi.

***

Presma Pesantren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang