Jova mengerang kecil saat dering ponsel mengganggu tidurnya. Cewek itu meraba nakas di samping kasur dan mengambil ponsel. Dengan mata yang tidak mampu terbuka sempurna, Jova melihat nama Lupi tertera di layar.
"Hm?" Jova menjawab telepon itu dengan suara parau.
"Udah gue duga. Bangun lo! Baru jam sembilan juga," omel Lupi dari seberang telepon. "Lo udah pakai skin care belum?""Aish," rengek Jova, "lupa. Udahlah nggak usah. Besok aja." Mata Jova kini sudah tertutup kembali.
"Jov, walaupun Arion sudah suka sama lo, lo tetap harus merawat diri.""Iya-iya. Ini gue bangun," katanya malas-malasan sembari beranjak dari kasur.
Setelah memutuskan sambungan telepon, Jova duduk di meja rias. Dia menepuk-nepuk kedua pipinya agar terbangun. Setelah itu Jova kembali berdiri menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Cewek itu benar-benar menuruti Lupi, karena setelah itu Jova memakai masker.
Setelah menstandarkan motor dan melepas helm, cewek itu turun dan meletakkan kedua tangannya di atas kepala, menghalau rintik hujan agar tidak membasahi rambutnya. Jova mendesah berat, kalau hujan pagi-pagi begini dia benar-benar tidak suka, karena rok sekolahnya pasti akan kotor.
Jova berlari kecil menuju bangunan sekolah, tetapi langkahnya terhenti saat tiba-tiba sebuah payung menghalau hujan di atas kepalanya. Cewek itu menoleh ke kanan, mencari tahu siapa yang melakukan hal manis ini padanya.
Mata Jova membulat saat mendapati wajah cowok itu tersenyum. "Ka-kak Arion?" gumamnya putus-putus."Morning," sapa Arion sembari mengangkat tangan kanannya.
"Em, morning, Kak."
Jova dan Arion melanjutkan langkah mereka. Jova berdiri kaku di samping Arion, dengan cowok itu memegang payung. Kini mereka berjalan di koridor. Payung yang tadi dibawa Arion dia tinggal di depan bangunan sekolah. Seperti biasa, mata-mata penasaran menatap mereka penuh tanya."Hm, Jov," kata Arion, "istirahat entar sibuk nggak?"
Jova menggeleng. Dia menoleh pada Arion. "Kenapa, Kak?"
"Bantu gue ngerekap dana pensi kemarin, bisa?"
"Oh, bisa, Kak."
Arion menghentikan langkahnya. "Ketemu di ruang OSIS, ya?"
"Siap," jawab Jova yang juga berhenti melangkah, dia sedikit mendongak.
Tinggi Arion dan Foza sama, sehingga jika dekat dengan mereka, Jova harus sedikit mendongak.
Arion terdiam cukup lama saat menatap wajah Jova, membuat cewek itu salah tingkah. Jova ingin menunduk, tetapi Arion lebih dulu menahan dagunya. "Lo dandan?" tanya Arion masih memegang dagu Jova.Wajah Jova memanas. Matanya kalang kabut ke sana kemari menghindari tatapan intens Arion.
"Nggak, Kak," elak Jova."Nggak usah dandan. Jadi diri lo apa adanya. Jangan memaksakan diri kalau lo nggak suka itu."
Tanpa sadar kedua sudut bibir Jova tertarik. Dia mengangguk, tetapi matanya masih terlalu malu menatap Arion."Ya udah. Ke kelas sana." Arion menarik tangannya dari dagu Jova, berpindah ke puncak kepala cewek itu, lalu mengacak rambutnya lembut.
"Hm, Jova ke kelas dulu, Kak," pamit Jova kemudian pergi.
Jova berlari kecil menuju kelas, membuat Arion yang melihatnya gemas. Cowok itu tersenyum samar. Padahal banyak yang menatapnya, tetapi Arion sudah tidak peduli lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)
Teen Fiction(TAMAT) Bagaimana, sih, perasaan orang yang sedang jatuh cinta? Memilih diungkapkan atau dipendam? Mungkin kebanyakan orang akan memilih dipendam dengan alasan harga diri. Namun tidak untuk Jova. Walaupun dirinya tidak memiliki paras yang cantik, b...