Seorang remaja laki laki menatap kembarannya dengan cemas. Hati dan pikirannya berantakan. Kepalanya seperti ingin meledak sekarang.
"Gimana pun kamu harus tetap cerita dan berusaha untuk jujur. Karena pada akhirnya semua orang pasti akan tau" Kata si tertua memberi nasihat.
"Aku tau itu. Tapi.. darimana semuanya harus dimulai?"
"Kekasihmu" Si tertua menatap yang lebih muda, melihat bagaimana kekacauan diwajah sang adik. Ia paham betul jika sang adik dalam kondisi yang jelas saja tidak baik. Yah.. siapa yang merasa akan baik baik saja jika kehidupannya dipertaruhkan.
"Jangan takut, aku disini untuk jadi sandaran terbaik jika setelah ini dunia akan memperlakukanmu dengan kejam"
...
Jaemin duduk dibangku taman sendirian, ditemani dengan hembusan angin yang terasa dingin karena sebentar lagi memasuki musim salju. Menunggu seseorang yang sudah ada janji temu dengannya hari ini, namun entah mengapa orang tersebut tak kunjung datang meski Jaemin sudah menunggu hampir 10 menit.
Jaemin menyalakan ponselnya, mengirim pesan singkat untuk seseorang yang sedang menunggunya di cafe dekat taman.
sepertinya dia tidak akan datang |
tak sampai satu menit, Jaemin mendapat jawaban dari pesan singkatnya tadi.
| dia pasti datang, tunggu sebentar lagi
| kau kedinginan?
tidak, hanya sedikit bosan |
Jaemin mematikan ponselnya. Kembali menunggu dengan sabar.
Sampai pada akhirnya seseorang berjalan mendekati Jaemin. Dari bentuk badannya, Jaemin sudah bisa mengenali siapa orang itu. Pemuda laki laki itu langsung memeluk Jaemin yang sudah berdiri dan membisikkan kalimat "aku merindukan mu" tepat ditelinga Jaemin tanpa tau jika kalimatnya itu mengundang sedikit rasa sesak dihati pemuda manis dalam dekapannya.
"Ayo duduk" Jaemin menuntun pemuda didepannya untuk ikut duduk dibangku taman.
Tanpa bicara lebih banyak lagi Jaemin menyerahkan sebuah benda panjang yang sebelumnya ia simpan di dalam kantung coat musim dinginnya.
Pemuda yang berstatus sebagai kekasih Jaemin itu diam membeku. Tak dapat ia tutupi lagi keterjutannya saat ini. Dia paham betul apa yang dimaksud dengan 2 garis yang ditunjukkan oleh benda pipih panjang dalam genggamannya.
"Tidak mungkin" Gumamnya masih menolak percaya.
"Apa yang kau sebut tidak mungkin?
"Na, ayolah. Ini bukan bahan bercandaan yang lucu"
Jaemin hanya mengangkat sedikit ujung bibirnya.
"Kau terlihat panik, apa kau sudah memikirkan sesuatu yang buruk?"
"Tentu saja"
"Ya, dan sesuatu yang buruk itu sudah tak lagi ada dalam pikiranmu. Tapi dalam kehidupan kita berdua" Jawab Jaemin santai, namun lirih disertai dengan kepalanya yang semakin lama semakin menunduk.
Jeno; kekasih Jaemin itu seperti kehilangan semua kata katanya. Pundak kokohnya langsung turun dan punggungnya langsung ia sandarkan ke sandaran kursi. Satu kata yang dapat menggambarkan Jeno; juga Jaemin pastinya saat ini adalah satu, kacau.
...
"JANGAN GILA" Teriak Jaemin dengan lantang didepan muka kekasihnya. Untung saja mereka berada di dalam mobil Jeno, jika tidak pasti mereka akan menjadi pusat perhatian orang lain.
Jeno mengusap wajahnya dengan kasar. Hidupnya terasa berat sekali sekarang.
"Na dengar.."
"Kita tidak punya pilihan lain. Apa yang akan kita lakukan kedepannya jika mempertahankannya? Mengurus anak bukan perihal mudah, dan kita tidak akan bi-"
"Bisa Jeno, bisa! Kita akan mengurusnya berdua, bersama. Kamu pernah bilang kan, jangan pernah khawatir tentang apapun kalau kita ada satu sama lain untuk terus menemani? Semua bisa kita lewati selama kita tetap bersama. Kita belum coba, masih terlalu dini untuk memutuskan kita tidak bisa melakukannya"
"Jaemin, ini bukan masalah ringan. Tanggung jawab kita jika mempertahankannya seumur hidup. Jika dia lahir, kita butuh banyak uang untuk mneghidupinya. Darimana uang itu kita dapat sedangkan kita baru lulus SHS dan mau lanjut ke perguruan tinggi?"
"Lagipula masa depan kita masih panjang Jaemin. Aku bisa jadi arsitek hebat nanti, begitupun denganmu, kau bisa jadi dokter terbaik di Korea. Tolong pikirkan bagaimana kedepannya.."
"Stop omong kosong mu , Jung. Kau bukan mementingkan kita tapi dirimu sendiri. Dimana otakmu sebenarnya? Kau berfikir begitu jauh, memikirkan bagaimana nanti nasibmu setelah selesai mengenyam bangku perguruan tinggi. Namun kau ustru mengorbankan darah daging mu sendiri"
"Akui saja jika kau tak mau menerimanya, tak apa. Aku yang akan menjaganya. Silahkan kejar cita citamu setinggi yang kau mau, terima semua undangan beasiswa yang sudah kau terima. Tolong pergi sejauh yang kau bisa, dan jangan pernah hadir kembali. Tolong lupakan semua tentang hari ini dan hari hari sebelumnya bersamaku. Anggap jika kita memang tak pernah kenal sebelumnya"
"Jaemin, bukan begi-"
"Aku pergi" Jaemin bangkit dari duduknya, keluar lalu menuup pintu mobil Jeno dengan cepat. Kedua kaki jenjangnya bergerak semakin cepat, setengah berlari sembari menahan tangis menuju cafe tempat seseorang menunggunya.
Dan dilain sisi Jeno masih duduk dibangku kemudi mobilnya. Merenungi semua yang ia hadapi hari ini dan memikirkan keputusannya barusan. Ia merasa khawatir namun ia juga merasa sudah mengambil keputusan yang terbaik. Dia sudah menawarkan opsi terbaik kepada Jaemin, namun Jaemin menolak. Bahkan pemuda yang mirip kelinci itu berlagak sangat kuat dan begitu yakin bisa melewati semuanya sendirian.
Jeno sedikit terkekeh, Jaemin itu memang bisa dikatakan bodoh. Selalu berusaha kuat meski pada kenyataannya ia tidak bisa melakukannya. Yah, semua sudah terjadi dan keputusan akhir sudah ditetapkan. Jaemin yang akan mengurus semuanya sendiri, dan Jeno benar benar bisa leluasa melanjutkan pendidikannya tanpa merasa menyesal, sepertinya..
...
Pada hakikatnya, kesalahan itu ada untuk diperbaiki dan dijadikan pembelajaran.
Menjadi kuat karena kesalahan itu hal biasa, namun pura pura kuat adalah kesalahan yang diulang.
Dan pergi meninggalkan masalah adalah percikan api yang akan menjadi kobaran api dimasa mendatang.
...
[210906]
sorry for typo's dan bagian chatting nya itu mungkin gak pas yaa. aku ngetik di laptop jadi susah huhu, happy sunday! <3
![](https://img.wattpad.com/cover/239911858-288-k563031.jpg)