° 34 °

300 41 17
                                    

Juna duduk di ruang tengahnya dalam diam. Sekarang adalah hari Sabtu pukul 7 pagi, tentu sudah jelas siapa yang ia sedang tunggu kedatangannya. Pemuda itu menatap pintu apartemennya dengan gelisah, ia masih merasa ragu dengan pikirannya sendiri saat ini.

"Juna? Tumben duduk diem?" suara familiar menyapa pendengaran Juna seiring dengan munculnya wanita paruh baya dari balik pintu.

"Ada yang mau aku bicarain sama Tante," pemuda itu menatap dengan tajam.

"Bilang aja, biasanya juga gitu?" ia masih berusaha memecah atmosfer kaku di sekitar.

"Ada sesuatu yang mau Tante sampein ke aku?" Juna kembali bersuara setelah hening cukup lama.

"Kamu ngomongin apa si? Tentang donasi kemarin?" Aluna mengerutkan dahinya.

"Bukan, tentang mama," jelas Juna dengan wajah yang sudah tidak terbaca.

Aluna terdiam mematung. 'Sepintar-pintarnya bangkai di tutupi, baunya tetap tercium juga' peribahasa itu sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Aluna sekarang. Jika dugaannya tepat sasaran berarti memang sudah waktunya ia bercerita untuk melepas rasa penasaran.

"Kamu mau tau ceritanya?" Aluna menunduk menyembunyikan wajahnya, malu akan dirinya sendiri.

"Secara lengkap dan jelas," ucapan Juna terdengar tegas dan tidak berperasaan.

Tatapannya pada Aluna sudah berubah dari sorot kekecewaan menjadi sorot jijik akan keberadaan.

"Enam tahun lalu—

Aluna merupakan pengusaha sukses nan cantik. Kehidupannya yang sibuk juga bergelimang hartanya nyatanya tidak cukup untuk membuat dirinya puas karena kondisi hati yang masih terasa hampa. Kekosongan itu sangat terasa dan menggerogoti hingga muncullah duda tampan nan gagah yang mengisi hidupnya.

Namanya Damar. Perangainya baik saat mereka pertama kali bertemu untuk kerja sama perusahaan dalam satu proyek. Aluna tanpa sadar telah jatuh dalam pesona Damar yang telah memiliki anak satu.

Mereka saling mengisi kekosongan satu sama lain selama satu tahun lamanya. Hubungan mereka persis seperti hubungan pacaran orang dewasa pada umumnya. Sedikit tabu untuk beberapa orang karena hubungan badan menjadi keseharian tanpa ada ikatan pernikahan.

Aluna mencintai Damar sangat, begitupula sebaliknya, paling tidak itu yang di ketahui Aluna.

Malam itu dengan lampu temaram Damar sedang memuaskan hasratnya di apartemen Aluna. Ini apartemen milik wanita itu, jadi tak masalah jika mereka ingin bermain di manapun.

"Sayang.." suara serak Aluna keluar saat dirinya sudah merasa sampai puncak.

"Bersama baby," suara berat Damar menyahut.

Kedua manusia dewasa itu sama-sama terengah mengingat ini sudah ketiga kalinya mereka melakukan pelepasan. Damar masih setia menggerayangi tubuh Aluna, ia masih menginkan lebih dari gadis cantiknya.

"Al— oops sorry."

Suara seorang wanita yang mengintrupsi membuat Aluna tersentak kaget. Kakaknya memang tahu password apartemen miliknya, tapi ia tidak pernah berpikir wanita itu akan bertamu malam-malam.

Kakaknya, Aliyya, langsung keluar tidak jadi masuk saat melihat seorang pria yang berhadapan dengan adiknya telanjang bulat, nampaknya selesai bermain di meja pantry. Wanita itu mengutuk dirinya sendiri karena melihat hal tak senonoh dan langsung pergi dari sana tanpa ada niat melihat dengan jelas siapa yang bersama adiknya.

Di lain pihak, Aluna tidak peduli sama sekali. Toh dia sudah dewasa juga. Wanita itu kembali mencumbu pacarnya dengan panas tanpa tau isi pikiran Damar dan rencana jahatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang