8. Bertemu Marry

383 36 0
                                    

Sejak pembicaraan terakhir, Reindra tak mengerti dengan jalan pikiran Thania. Bahkan pria itu tak dapat memahami apa yang sebenarnya gadis itu rasakan.

Thania hanya terlihat murung selama dua hari dan setelahnya gadis itu berprilaku normal seperti biasa.

Hanya saja Thania tak pernah ingin seranjang dengan Reindra, gadis itu akan pindah menuju sofa ketika reindra merebahkan dirinya di kasur yang akhirnya terpaksa membuat pria itu merebahkan dirinya di sofa mengalah untuk Thania.

Selebihnya gadis itu menunaikan kewajibannya sebagai istri dengan sangat baik, selalu menyiapkan pakaian Reindra memasak untuk Reindra, bahkan membersihkan rumah dan sesekali membantu Reindra menyelesaikan beberapa tugasnya.

Yang membuat Reindra merasa semakin bersalah adalah kenyataan bahwa ia bahkan tak bisa menghibur wanita yang kini menjadi istrinya itu. Meski Reindra tak mencintainya lagi, namun Reindra masih menyayanginya sama seperti ketika mereka kanak-kanak dulu.

.
.
.

Pagi itu Reindra hendak berangkat bekerja dan Thania tiba-tiba mencegahnya.

"Mas boleh aku ikut, aku ingin bertemu Arsen dan ibunya." Ucap Thania yang membuat Reindra mengerutkan keningnya.

"Bertemu mereka?" Thania mengangguk sebagai jawabannya.

"Hari ini marry tidak memiliki jadwal dirumah sakit, dan Arsen tidak memiliki jadwal kontrol." Jelas Reindra

"Kalau begitu bisa berika aku nomor Marry? Biar aku menghubunginya."

"Than aku tau kamu.."

"Mas, apa aku terlihat seperti seseorang yang akan mencelakai mereka?" Tatap Thania sendu membuat Reindra merasa bersalah dan mau tak mau memberika nomor ponsel Marry karena ia sendiri harus segera berangkat menuju rumah sakit.

"Baiklah ku kirim nomor Marry, aku harus segera pergi sekarang." Pamit Reindra.

Thania tersenyum dan mengantar suaminya hingga pintu apartemen mereka.

Tanpa Thania tahu Reindra yang khawatir dengan Marry dan Arsen menghubungi Marry untuk memberitahukan perihal Thania yang ingin bertemu dengannya. Yang mungkin akan menjadi sebuah kesalahan besar dikemudian hari.

.
.
.
.
.

"Hi Marry, maaf ya aku mengganggu hari liburmu" ucap Thania saat tiba di depan pintu apartemen Marry.

"Hi Than, that's okay. Please come in, Arsen is waiting for you" ucap Marry lembut membuat Thania merasakan sakit hatinya ketika melihat senyuman itu.

Saat masuk kedalam Apartemen yang bernuansa hijau itu, Thania memiliki banyak pertanyaan dalam benaknya. Namun pertanyan itu diurungkannya ketika ia menemukan si kecil Arsen yang kini tengah berlari kearahnya.

"Aunty pretty!!" Ucap Arsen yang membuat Thania terkikik geli.

"Aunty Thania sen" koreksi Marry yang terkikik geli melihat tingkah laku putranya.

"Sorry mommy, but she's pretty so Arsen called her Aunty Pretty!" Jelas Arsen semangat dan seera memeluk Thania erat.

Thania tersenyum melihat tingkat Arsen, setelahnya mereka bermain bersama hingga tiba waktunya Arsen untuk minum obat dan tidur.

"Mengapa Arsen minum banyak pil?" Tanya Thania ketika Marry baru saja kembali dari kamar Arsen.

"Arsen menderita penyakit jantung bawaan sejak lahir.." jelas Marry yang membuat Thania ikut sedih mendengarnya, ia tak pernah membenci Arsen meski kehadirannya menorehkan luka dihatinya. Tapi bagi Thania Arsen tetaplah anak kecil.

"Than.. Arsen dan Reindra juga aku tidak seperti yang kamu pikirkan."

"Arsen..."

"Bukan anak kandung Reindra, itukan yang kamu mau bilang?" Sambung Thania yang membuat Marry menatapnya lekat kali ini.

"Kamu sudah tahu?"

"Mas Reindra mengatakannya padaku, tentang Arsen yang memang bukan anak biologisnya tapi baginya Arsen adalah anaknya, dan tentang kamu yang menolak untuk menikah dengannya karena kamu tahu dia sudah bertunangan. Dan mas Reindra mengatakan padaku bahwa kamu adalah orang yg amat dicintainya saat ini. Kamu dan Arsen tentunya.." ujar Thania yang membuat Marry merasa begitu bersalah.

"Than.. ini mungkin terdengar bohong ditelingamu, tapi biar aku menjelaskan semuanya.."

"Apa menjelaskan semuanya bisa mengubah kenyataan yang ada Marry?"

"Than.. kumohon dengarkan aku, Reindra dan aku tidak lebih dari sekedar teman. Reindra tak pernah berselingkuh, kami tidak seperti yang kamu pikirkan.. biarkan aku menjelaskan semuanya Than.."

"Bahkan jika seandainya perkataan yang kamu katakan benar Marry, itu tidak mengubah kenyataan yang ada. Hatinya bukan untukku lagi, dia tidak mencintaiku lagi. Mas Reindra .. mencintaimu."

"Reindra tidak mencintaiku Than.. dia .. dia mungkin terlihat seperti itu tapi tidak, aku tahu itu.."

"Lantas apa? Apa kamu bisa menjamin bahwa aku yang dicintainya? Bahkan ketika dia sendiri mengatakan padaku bahwa hatinya kini bukan untukku? Marry dengar, aku tidak ingin membodohi diriku sendiri.. Dan kedataganku kemari bukan untuk memintamu menjauhinya. Tapi untuk tetap berada disisinya, kamu dan Arsen adalah kebahagiaannya saat ini. Sesuatu yang tidak bisa aku berikan untuk mas Reindra, bahkan jika itu bukan berasal dariku aku ingin ia memilikinya. Kelak disaat yang tepat, aku berjanji akan memberikan sendiri pada Mas Reindra kebahagiaan yang seutuhnya."

"Than..."

"Aku pamit Marry, maaf sudah mengganggumu. Sampaikan salamku untuk Arsen."

Her Shining HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang