8

489 41 9
                                    

Sesampainya aku dirumah, aku mencium punggung tangan ibuku terlebih dahulu kemudian masuk kedalam kamar, namun ibuku menyadari kantong plastik yang sedang kutenteng ini. Beliau langsung melemparkan banyak pertanyaan padaku.

"Eh apa yang kau bawa?" Tanya beliau.

Sebenarnya aku ingin berbohong, karena ibuku tidak ingin aku berteman dengan orang-orang Belanda. Namun aku berusaha jujur padanya sekarang.

"Oh ini dress dari teman Belanda ku. Besok dia merayakan ulang tahun nya yang ke 17 tahun dan dia mengundangku jadi dia membelikanku dress ini, padahal aku tidak meminta padanya". Jelas ku. Beliau hanya ber-oh ria.

"Baiklah." Ujar beliau.

"Apa ibu mengizinkanku untuk datang kesana? Mereka semua baik dan mau berteman dengan Pribumi." Ujarku memastikan.

"Kenapa tidak, tapi kau harus menjaga dirimu." Ujar beliau sambil mengusap rambutku pelan lalu beranjak ke dapur untuk memasak.

Aku berjalan menuju kamarku dengan perasaan masih belum percaya dengan ucapan ibuku barusan, merasa seperti mimpi. Aku mencubit pipiku berkali-kali namun rasanya sakit yang menandakan bahwa aku tidak sedang bermimpi sekarang.

Siapa yang sudah merubah pikiran ibuku? Dia bahkan tidak melarangku untuk datang ke pesta ulang tahun Steven.

Setelah selesai merapikan kamar tidurku. Aku beranjak keluar kamar untuk membantu ibu memasak seperti mencuci sayuran dan memotong-motong sayuran.

•••

Malam telah tiba, aku merebahkan tubuhku dikasur yang sedikit keras ini. Entah mengapa aku tidak sabar untuk hari esok, aku memejamkan mataku dan mulai asyik berhalusinasi. Berteman dengan mereka akan sangat menyenangkan, aku bisa mempelajari budaya mereka, aku juga bisa memperkenalkan budayaku kepada mereka dan saling belajar bahasa asal kita. Aku bahkan sudah mulai memuji fisik mereka, bangsa kulit putih. Bertubuh tinggi menjulang, bermata biru, berhidung mancung dan berambut pirang. Namun semuanya seperti lenyap karena mereka sekarang sedang menjajah negeri ini.

•••

Pagi ini aku bangun dengan raut wajah gembira. Aku bangun pagi dan memasak untuk sarapan.

"Kau seperti nya sangat senang hari ini, apa yang membuatmu jadi seperti ini? Biasanya kau selalu murung." ujar nenek ku yang tiba-tiba datang.

"Dia tidak sabar memakai gaun dan menghadiri pesta ulang tahun teman Belanda nya bu." ujar ibuku yang juga tiba-tiba datang.

"Sudahlah, mari makan. Aku membuat nasi goreng untuk sarapan." aku menyuguhkan nasi goreng kepada mereka.

"Apa kau ingin menikah?" tanya nenek ku seraya tersenyum menyeringai.

"Nenek bicara apa?" ujarku polos.

"Kau akhir-akhir ini sering memasak dan kau juga terlihat mulai rajin. Dengan siapa kau akan menikah?" tanya nenek ku lagi.

"Dia sudah mempunyai calon bu, Frans namanya." ibuku membuka bicara dan mulai menyuapkan nasi goreng kedalam mulutnya. Aku bahkan tidak percaya kalimat yang diucapkannya barusan.

"Bukankah ibu membencinya?" tanyaku sembari tertawa kecil.

"Ya, namun setelah mengetahui semuanya aku tidak lagi membencinya." jawab ibuku santai. Aku melihat kearah nenek ku dan melihat beliau mengangkat kedua sudut bibirnya.

Aku benar-benar bahagia hari ini.

"Bisakah ibu nanti membantuku bersiap petang nanti?" Tanya ku.

"Tentu saja" jawabnya.

•••

Jam sudah menunjukan pukul 5 sore, aku segera mandi dan bersiap-siap. Acaranya dimulai pukul 7 malam. Setelah membersihkan diri, aku kembali kedalam kamar dan memanggil ibuku.

Aku memang tidak pintar dalam hal berdandan, maka dari itu aku meminta batuan dari ibuku.

Aku duduk berdiam diri dan ibuku sibuk meriasku secantik mungkin.

"Selesai.."Ujar ibuku. "Sebenarnya akan lebih baik jika kau memakai kebaya namun tak apa. Kau terlihat seperti bukan Pribumi May."

"Uhmm baiklah aku harus segera pergi, bu". Aku meraih high heels pemberian Steven dan memaiknya, tidak lupa berpamitan pada ibu sebelum pergi meninggalkannya.

"Hati-hati, nak." Ujar ibuku sambil melambaikan tangan padaku. Aku hanya mengangguk.

Di perjalanan sangat sepi, untungnya langit masih belum terlalu gelap. Aku hanya melihat 3 orang yang lewat sedari tadi dan melemparkan tatapan aneh padaku.

Lampu berkelap-kelip sudah dapat kulihat dari kejauhan dan terlihat sudah banyak orang yang berada disana. Jujur aku takut sekarang, karena aku tidak terbiasa bergaul dengan orang-orang Belanda. Mengingat bahwa teman-teman Steven adalah orang-orang yang baik, membuat hatiku sedikit tenang.

•••


Maaf ya baru up, author agak sibuk akhir-akhir ini🤗

Tempo DoloeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang