Jalan yang dekat bisa jadi perjalanan yang jauh. Sebaliknya, waktu yang panjang bisa jadi terasa singkat. Entahlah, begitu kiranya jika sepasang insan sedang dimabuk asmara. Begitupun Aku dengannya. Hunting foto, makan siang, sembahyang, jalan-jalan, jajan. Terlebih, makin menyenangkan karena bersamanya.
Selepas ashar, sekitar jam lima sore, Aku duduk di pelataran Masjid Raya Bandung. Sesekali memperhatikan orang-orang bercengkerama atau sedang main-main saja. Tetiba dia duduk di sampingku, menyusul setelah bilang mau hunting foto lagi. "Lihat deh, ini bagus nggak?" tanyanya seraya menunjukan foto digital. Aku menggambil kameranya dan melihat foto lainnya. "Bagus." jawabku singkat sambil terus melihat-lihat hasilnya. Satu, dua foto terus kulihat. Tetiba Aku terhenti di sebuah foto. "Kok ada fotoku?" tanyaku. "Gak sengaja, pas dilihat bagus. Yaudah disimpan aja." jawabnya enteng. "Mungkin karena Akunya ganteng." asumsiku penuh yakin. "Dih apaan sih?" tanyanya mengejek.
Kami masih duduk di pelataran, mengobrol segala hal yang bisa diobrolkan. "Alun-alun Garut gak kayak gini ya." katanya. "Maksudnya? tanyaku sekenanya. "Gak ada rumput sintetisnya." jelasnya. "Tapi di Garut ada chocodot yang fenomenal." kataku tak mau kalah. "Bandung punya banyak bioskop."
"Garut punya pertunjukan adu domba sama lais tiap hari minggu."
"Di Bandung ada museum."
"Garut punya situs sejarah."
Dia sedikit berpikir, "Di Bandung ada Hutan Pinus Cikole."
"Garut punya padang bunga edelweiss si bunga abadi terluas se-Asean." jawabku kekeh.
"Dimana?" tanyanya tetiba heran. "Di Gunung Papandayan." jawabku
"Nanti antar Aku kesana." pintanya. Aku mengangguk.
"Tadi sampe mana?" tanyanya. "Apanya yang sampe mana?" Aku malah balik bertanya. "Perbandingan Bandung sama Garut." jelasnya. "Semua tempat punya kelebihannya masing-masing kok." kataku terlihat bijak, padahal masih mau menyombongkan tempat lahirku. "Aku setuju." katanya sambil mengangguk.
"Tapi Aku tetap iri sama Bandung." kataku lagi. "Kenapa?" tanyanya. "Bandung punya kamu dan belum jadi milikku." (bersambung)
***
-Lembayung-
Senja datang
Kala petang
Sedang kita
Senang dibuatnyaCahaya bias menembus cakrawala
Memamer pada mataTurun gerimis, tetiba
Mungkin sebuah pertanda
Kamu masih elok darinya
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Alyssa Billa
Teen FictionAlur yang hidup bekerja secara acak. Kita manusia kerap kali dihadapkan dengan ketidaksengajaan. Kadang terasa indah, tak jarang jadi musibah. Dan sekarang aku mengalaminya. Sebuah ketidaksengajaan.