Keinginanku hanya satu, yaitu melihat.Semua orang pasti ingin hidupnya sempurna dan ditambah dengan fisik yang lengkap. Entah itu memiliki rupa yang sempurna, kepintaran di atas rata-rata dan kekayaan yang tidak pernah habis sampai tujuh turunan. Manusia memang tidak pernah merasakan puas. Ingin lagi, lagi dan lagi.
Terkisah seorang gadis tunanetra yang ramah dan baik hati. Gadis ini rela kehilangan penglihatannya saat berusia satu tahun karena ada masalah dengan retinanya yang menyebabkan dia tidak bisa melihat indah nya dunia.
Sudah tujuh belas tahun gadis ini hidup tanpa penglihatan tetapi, gadis ini selalu terlihat bahagia meskipun hidup tidak berkecukupan. Gadis ini berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Gadis ini tidak memiliki biaya untuk melakukan transplantasi mata. Ayahnya seorang pekerja serabutan dan ibunya seorang asisten rumah tangga. Gadis ini juga tidak sekolah layaknya remaja seusianya. Kegiatan yang dilakukan gadis ini setiap hari adalah menjual bunga mawar yang ditanam sendiri di halaman rumahnya untuk ia jual di Jalan raya.
Gadis ini bernama Alamanda, atau semua orang sering memanggilnya gadis penjual mawar yang buta. Manda berkulit kuning langsat, bertubuh pendek dan kurus serta manik matanya coklat gelap.
Uang hasil penjualan bunga mawar akan diberikan kepada ibunya untuk membeli bahan masakan dan jika ada sisanya akan ditabung didalam celengan ayamnya.
Seperti itulah kehidupan Manda.
Tin.....tin....tin ....Semua orang yang ada di Jalan raya membunyikan klakson nyaris bersamaan, karena ada seorang gadis remaja yang tengah berjalan dibantu dengan tongkatnya sambil membawa sebuket bunga mawar yang sangat banyak. Hari ini Jalan raya sangat dipadati oleh kendaran beroda empat sampai dengan beroda dua dan ditambah dengan teriknya sinar matahari siang ini yang membuat semua pengendara tidak ingin berlama-lama di luar.
Seorang pria paruh baya dengan raut wajah yang jenuh keluar dari mobilnya menuju gadis tunanetra yang tengah berjalan di Jalan raya.
"DEK! JALANNYA CEPETAN DONG! SAYA BURU-BURU NIH!" bentaknya dengan nada tinggi lalu menghela napas dengan kasar.
"Maaf ya pak. Maaf," ucap Manda dengan lirih seraya merundukan kepalanya berulang kali kemudian melanjutkan langkahnya.
"Ck. Dasar cewek buta," desis pria paruh baya itu. Baru saja ingin melanjutkan langkahnya, Manda terdiam ditempat tidak percaya apa yang dia dengar.
Dari kejauhan cowok yang tadinya sedang memotret Jalanan dari trotoar yang memakai pakaian serba hitam langsung beralih melihat kejadian yang baru dia lihat kemudian beralih ke semua orang yang ada di Jalanan. Dia heran, kenapa tidak ada yang membantu gadis buta yang sedang dibentak-bentak itu? Mereka semua bersikap biasa saja seperti sudah menjadi santapan setiap hari.
Tanpa pikir panjang, dia bergegas menghampiri cewek buta yang sedang dibentak-bentak itu. Ketika sudah berhadapan dengan mereka, pria paruh baya itu membentak lagi.
"SAYA SARANIN YA DEK, KALAU BUTA ITU MENDINGAN DI RUMAH AJA DEH, GA USAH KEMANA-MANA. NYUSAHIN TAU!!" bentaknya lagi dengan nada yang semakin meninggi membuat hati Manda tergores lagi.
"Gak usah bentak-bentak bisa gak pak?" tanya cowok itu dengan berani. Dia tidak takut, yang dia takuti hanya kedua orangtua dan tuhannya.
"Kamu siapa nyuruh-nyuruh saya?" bukannya menjawab pria paruh baya itu malah balik bertanya dengan mengangkat dagunya.
"Anda tidak tahu siapa saya?" tanya cowok itu dengan tersenyum sinis, "Perkenalkan saya Langit, anaknya bapak Cakrawala," jelas cowok itu yang bernama Langit yang membuat pria paruh baya itu menjatuhkan rahangnya.