kejahilan pertama

20 2 0
                                    

.
.
.

Siapa bilang kalau wanita itu lemah buktinya NADIRA QUEENBY ARSYA bisa memanjat pohon guna untuk sampai didalam kelasnya.

Jangan salah gadis berambut cokelat itu memanjat pohon bukan karena ia telat masuk sekolah tapi karena pohon itu adalah jalan pintasnya menuju kelas yang tepat didepan pohon besar tersebut. Ia harus memanjat pohon agar bisa melewati pagar sekolah nya yang menjulang tinggi.

"Huh akhirnya gue udah dibelakang kelas aja" ujarnya bangga pada diri sendiri setelah sukses terjun dari atas pohon kebanggaannya itu.

Tidak hanya sekali ia melakukan akrobat itu, bahkan selama menjadi murid kelas XI IPS 2 ia lebih sering lewat situ dari pada gerbang depan sekolah yang selalu terbuka lebar kecuali jika jam masuk sudah tiba. Alasan yang tepat untuk kelakuannya hanya ia ingin menghindari siswa lain yang selalu bergerombolan masuk seperti akan kehabisan tiket bioskop,itu membuatnya malas jika harus disenggol-senggol siswa lainnya setidaknya selama setahun menjadi kelas XI bisa aman dan tentram.

"Dira kok Lo udah disini aja" kata Elsa yang baru saja ingin memasuki kelasnya. Ia bertanya seperti itu karena memang sedari dirinya memasuki gerbang hingga berjalan di koridor tidak melihat batang hidung Nadira sama sekali. Dan tiba-tiba sahabatnya itu sudah berada disampingnya untuk memasuki kelas.

"Hehe biasa Sa gue lewat jalan pintas" kekeh Nadira yang membuat Elsa menggelengkan kepalanya.

"Kebiasaan ya Lo gerbang masih terbuka lebar tu mau-mauan manjat pohon yang gedenya udah ngalahin pak Didit untung selama Lo lewat sana penunggu pohonnya gak marah" sahut Elsa yang tidak tau lagi dengan kelakuan sahabatnya itu yang sangat suka memanjat-manjat padahal jika kesekolah Ia selalu menggunakan rok bukan celana, entah bagaimana caranya Sabahatnya itu tetap sehat walafiat tanpa goresan sedikitpun setiap melewati jalan pintasnya. Bukankah itu terlalu berani apalagi itu adalah salah satu pelanggaran peraturan sekolah.

"Hehe gue kan cantik baik sopan Sa jadi penunggu pohon itu gak bakal tega marah sama gue" jawab Nadira yang membanggakan dirinya sendiri.

Elsa yang mendengarkan penuturan sahabatnya itu hanya diam tanpa ingin menanggapi perkataan Nadira. Ia berlalu begitu saja menuju tempat duduknya yang berada dibarisan paling pojok belakang. Tempat itu adalah tempat duduk yang sudah disepakati Elsa dan Nadira agar mereka bisa dengan mudah tidur atau bermain hp disaat jam pelajaran karena tak mungkin terlihat dari meja guru yang berada didepan. Dan ngomong-ngomong tentang pak Didit beliau adalah guru matematika nya yang paling gemuk diantara guru yang lain mungkin jika di kira-kira berat badannya berkisaran sembilan puluh kiloan.

Nadira yang melihat sahabatnya mengabaikannya menggerutu kesal karena sahabatnya itu susah sekali jika diajak bercanda apa lagi jika bulanannya tiba Nadira hanya bisa mengelus dada karena dirinya harus bersabar agar tidak membuat Elsa mengamuk seperti singa kelaparan.

Setelah lama diabaikan sahabat nya akhirnya otak yang belum sempat dipakai olehnya itu memberi notifikasi bahwa ada ide baru masuk.

"Sa Lo tau gak ?" Ucap Nadira ketika sudah duduk disebelah Elsa.

"Ya gak lah Dir Lo kan belum ngomong apa-apa" Kini Elsa menjawab percakapan temannya itu sambil menggelengkan kepalanya.


"Oh iya ya gue belum bilang" cengir Nadira yang untuk kesekian kalinya.


"Jadi gini Sa gue tadi liat Andrean sama Sisil berangkat bareng" lanjut Nadira.

"Apa!!!" Teriak Elsa seketika yang kali ini membuka suara sampai teman sekelasnya ikut terkejut.

janji nadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang