"Jee.. Manusia itu diciptakan hanya untuk mengenal luka ya ?"
"Engga Na, bukan seperti itu."
"Lalu gimana Jee? Ko aku cuma kenal sama luka?"
"Na, semesta punya caranya sendiri untuk mengenalkan kita tentang dunia. Semesta punya caranya sendiri untuk kita menerima keadaan. Semesta juga punya caranya sendiri untuk kita kembali baik - baik saja."
"Jee, kalau kita bahas mengenai semesta. Apakah semesta lupa di duni ini ada banyak manusia yang masih bernafas. Engga cuma kita. Tapi kenapa semesta seakan - akan menyudutkan hidup kita yang harus terus terpuruk kaya gini Je."
"Na, pelik kehidupan itu engga cuma kita yang merasakan. Kebanyakan orang yang mungkin juga merasakan sama seperti kita atau mungkin bisa lebih Na."
"Jee, aku engga perduli sama orang-orang mau ngerasain rasa hidup nya kaya apa. Aku sedang meratapi sebagian besar dari hidup kita saat masih menapak di bumi. kenapa kita yang terlihat lebih sering menangis dibandingkan orang lain?"
"Naa, orang lain itu nangisnya engga keliatan. Kenapa kita cuma ngerasa hanya kita yang sering menangis? Ya karna kita hanya melihat nangisnya kita aja. Tapi Na, bukan berarti kita harus terus merasa hidup kita yang paling teraniaya Na. Semua orang punya lukanya masing-masing. Semua orang punya porsi ujiannya masing-masing."
"Jee, ada hal yang membuat aku bersyukur dalam hidup dari aku bisa melihat dunia ini hingga sekarang."
"Apa Na?"
"Kamu."
Jee hanya tersenyum lalu mengelus lembut rambut Naa. Mereka kembali diam dan sibuk dengan perasaan mereka masing-masing. Mereka kembali menatap kosong jauh kearah depan.
"Jee, aku punya niatan mau rubah balkon kamar ini."
"Untuk apa ?"
"Untuk aku belajar. Segala sesuatu itu bisa dirubah dengan kemauan sendiri."
"Apapun yang menurut kamu baik. Aku selalu dukung Na."
Naa tersenyum ke arah Jee.
"Jee.. Aku mengerti, setelah perpisahan antara Mamah dan Papah. Aku banyak dikenalkan dengan arti hidup yang lain nya Jee, selain luka."
"Apa Na?"
"Aku belajar lebih lapang, aku belajar lebih bisa menerima, aku belajar lebih bisa berdamai dengan diri ku sendiri, aku belajar aku engga boleh egois, aku berlajar untuk mengerti perasaan orang lain. Karna dalam keluarga, bukan hanya rasa aku saja yang harus dipentingkan. Tapi perasaan kamu, perasaan Mamah dan perasaan Papah. Jee... Aku cuma engga siap untuk rindu."
Ucap Naa menatap Jee dengan tatapan sendu. Jee membalas dengan senyuman lembutnya.
"Rindu itu sebagian dari rasa kehilangan Na. Semuanya wajar. Lagi pula bukannya kita masih berhak ketemu papah? masih bisa Na untuk melepas rindu."
"Bukan itu maksud aku Je.. Aku cuma takut rindu kita berempat, aku rindu mamah yang bercanda sama papah di depan kita. aku rindu papah yang sering ledekin aku. Aku rindu liat kamu sama papah maen basket di halaman rumah. Aku rindu bantuin mamah masak makanan kesukaan papah. Aku rindu makan bareng berempat. Jee... ini bener hidup klita kaya gini akhirnya ?"
"Semuanyanya belum berakhir Na," ucap Je menggantung.
"Sebenernya aku juga merasakan hal yang sama. Aku dihantui rasa-rasa aku takut ini aku takut itu. Tapi Na, ini bukan akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari segalanya. Awal kita harus bangkit. Awal kita harus kembali menyusun rencana hidup kita. Na, nanti kalau kita sudah lulus sekolah. Kamu harus kuliah ya Na."
"Iya Jee, kita akan kuliah sama-sama."
"Engga Na, kamu aja aku engga. Aku mau lanjutin bisnis mamah aja. Aku mau liat mamah istirahat engga kerja terus buat kita. Karna sekarang kalian berdua itu tanggung jawab aku Na. Aku yang harus bekerja keras untuk kalian. Karna aku sosok laki-laki satu-satunya di rumah ini."
"Jee..." Ucap Naa sedikit merengek. Naa langsung menghampiri Jee dan memeluknya.
"Kamu harus janji ya Jee, kamu harus terus menapak di bumi."
"Engga bisa lah Na."
"Ko gitu ?."
"Iya lah Na, masa aku mau napak terus, ya engga bisa Na. Aku juga butuh duduk sambil naikin kaki diatas sofa. Aku mau tidur di kasur, kan kalau aku tidur engga mungkin Na kaki aku napak. AKu bawa motor juga engga mungkin kakinya napak. Aku bawa mobil juga engga mungkin Na kaki aku napak ."
"Jeeeeeeeeeeee.......... Bukan itu maksud akuuuu !" ucap Na sedikit berteriak dan sesekali mencubit kecil perut Jee.
Jee hanya membalas dengan candaan dan tawaan sesekali menepis tangan Na yang sudah siap mencubit perut Jee.
(Naa)
Peliknya hidup yang menanamkan rasa aku membutuhkan tangan - tangan manusai yang mau mengerti. Tapi,
Dimana katanya tangan-tanagn penguat itu siap merentangkan untuk mendekap setiap duka yang kita tumpuk ?
Diamana katanya dekapan-dekapan tulus itu yang siap merengkuh dengan kasih sayang ?
Dimana katanya katanya pundak-pundak yang sigap itu untuk menampung air mata kita yang trus mengalir pilu ?
Dimana ?
Dimana semua itu ?
Semesta lagi-lagi mempermainkan janji dalam kepercayaan.
menertawakan nangis makhluk yang dipenuhi pilu!
Tidak sadarkah ?
Bumi mu menghukumnya berdiri di atas tanah-tanah yang retak karna kedustaannya!
(Jee)
Naa.. kadang kita membutuhkan luka.
Menjejak kenangan-kenangan, merangkum kecewa. Karena kita tahu, ada bagian dimana,
Hati itu mudah rapuh...
Sesederhana itu bukan Naaa..?
Okey gays...
Maaf ya baru pemula nih, semua berawal dari sini.
Semoga sukaaa... :)
Salam dari dua manusia yang telahir dari satu luka yang sama.
Jee & Naa ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Jee & Naa
Fiksi Umum"Aku engga butuh siapa-siapa jee" "Mau sampai kapan kamu seegois itu na ?" "Yang tau aku itu cuma aku jee..............."