"Amber." Teriak Ema dari bawah."Em, cepet keluar."
Ema bisa melihat jika anak itu berlari di undakan anak tangga dengan tergopoh-gopoh.
"Iya Ma?" Ucap Gadis itu saat sudah sampai di depan mamanya.
Ema berdecak pelan. "Saya gak pulang dua hari, kamu pulang sekolah di rumah aja. Jangan macam-macam."
Em mengangguk pelan membuat Ema merasa geram dan berjalan ke arah Em. Mencekram dagu gadis itu dengan keras hingga kuku panjangnya itu menusuk kulit pipi Em.
"Kamu dengar gak?"
"Sssshh, Iya mah." Ujar Em seraya meringis menahan rasa sakit di pipinya.
Ema menghempaskan wajah Em hingga gadis wajah gadis itu berpaling ke samping.
"Kalo saya tahu kamu keluar dari rumah, jangan harap lagi bisa masuk ke rumah ini." Ancam wanita itu tajam tanpa peduli bagaimana pipi gadis itu memerah akibat tusukan kukunya tadi.
Em mengangguk dengan pelan. Setelah itu Em menatap mamanya yang keluar dari rumah dengan sendu.
Sudah 11 tahun ia hidup seperti ini, membuatnya sudah biasa menghadapi kekerasan dari ibunya sendiri.
Walaupun begitu, Em merasa bersyukur karena wanita itu masih memberinya makan dan sekolah.
Em meringis saat tangannya menyentuh pipinya, perlakuan seperti ini belum seberapa dengan apa yang ia alami seperti kemarin-kemarin.
Em berjalan menuju ke kamarnya, setelah sampai di dalam, Em termenung memikirkan bagaiman caranya menyampaikan pada Fran nanti jika cowok itu bertanya apa yang terjadi di pipinya.
Drrrtt drrtt.
Lamunan Em buyar seketika, ia segera mengambil ponselnya lalu mengernyit saat melihat nama Nadia tertara di sana.
"Halo!" Ucap Em setelah mengangkat sambungan itu.
"Lo di rumah?" Tanya Nadia di sebrang sana tanpa basa-basi.
"Iya, kenapa Nad?"
"Nyokap lo di rumah?"
"Enggak. Barusan pergi, kenapa sih?"
"Bagus, jalan yuk."
"Mama aku gak kasih keluar rumah."
"Kan enggak tahu."
"Aku takut, Nad."
Em mendengar helaan nafas kasar di ujung sana, membuatnya melakukan hal yang sama.
"Kalo gitu gue yang ke rumah lo!"
"Tapi——-."
"Gak ada penolakan Em, gue ajak Mian."
Setelah mengatakan itu Nadia langsung mematikan sambungannya.
Em duduk termenung memikirkan apa yang ia lakukan sekarang, jangan sampai Nadia tahu luka dan lebam di pipinya.
Em melirik sesuatu di nakas lalu dengan cepat Em berjalan ke arah cermin, memolesi sedikit bedak berwarna serupa dengan kulitnya. Setidaknya dapat menutupi lebam kemerahan akibat tusukan kuku mamanya.
15 menit kemudian, Nadia Telah sampai bersama dengan kekasihnya, Mian. Berbeda dengan Nadia yang baru masuk langsung melompat ke ranjangnya, Mian malah masuk dengan santai dan duduk di sofa kamarnya.
"I miss you, Em." Ucap Nadia memeluk sahabatnya dengan lama. Em dapat bernafas lega saat Nadia tidak menyadari hal aneh ini.
"Lo tau gak? Gue bosen banget di rumah beduaan terus sam 'dia'." Lanjutnya lagi sambil menekan kata 'dia' dengan telunjuk ke arah Mian.