***
Di rumah di dalam kamar sambil membaca buku, tiba-tiba ponsel saya bordering tanda pesan whatsaap masuk. Ternyata pesan itu berasal dari teman saya yang juga merupakan ketua dalam sebuah organisasi kemahasiswaan tempat saya juga bergabung. Beliau meminta saya mewakili organisasi untuk menghadiri undangan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Beliau tidak sempat mengikuti kegiatan itu di karenakan ada agendanya yang tidak kalah pentingnya dari agenda undangan dari Bawaslu.
Untungnya pesan itu masuk di pagi hari dan kegiatannya akan berlangsung di sore hari, jadi masih banyak waktu untuk mempersiapkan diri mengikuti kegiatan itu. Usai membaca pesan dari teman saya itu dan memberitahukannya jikalau saya bersedia mengikuti kegiatan tersebut, saya melanjutkan kembali membaca buku yang sempat tertunda. Yah inilah aktifitas saya di tengah mengisi waktu luang sambil bersantai.
***
Satu Jam lagi kegiatan akan di mulai jikalau berdasar dari waktu pelaksanaan yang tertera dari undangan itu. Berhubung di dekat kantor Bawaslu tempat di gelarnya kegiatan itu terdapat sebuah café, jadi untuk mengisi waktu satu jam ini saya bersantai dulu di café itu. Café itu menurut saya cukup unik dengan di sediakannya buku bacaan untuk para pengunjung café itu. Sayangnya kesadaran pengunjung untuk membaca buku belum tertanam, sangat jarang pengunjung cafe itu membuka buku yang tersedia di cafe itu sehingga buku itu hanya menjadi pajangan belaka. Kasian para penulisnya karyanya tidak di baca padahal di tengah jemarinya menulis buku itu pasti tertuang sebuah harapan karyanya bisa memberi asas manfaat dari membaca bukunya itu.
Sepuluh menit lagi kegiatan dari Bawaslu itu di laksanakan. Sambil beranjak dari kursi menuju ke meja kasir untuk membayar minuman yang saya pesan. Saya langsung menuju ke kantor Bawaslu masih dengan kuda bertenaga mesin yang saya punya.Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di kantor Bawaslu karena jarak café itu dengan kantor Bawaslu sangatlah dekat. Di sana sudah ada satpam kantor Bawaslu dengan pistol di tangannya yang siap menancapkan di dahi para pengunjung. Oops, pistol yang saya maksud adalah alat pemeriksa suhu tubuh, toh Covid-19 masih berkeliaran di negeri ini. Entah apakah masyarakat yang bandel dan tidak mengindahkan himbauan pemerintah, ataukah penanganan pemerintah yang kurang maksimal. Mengutip kata ebiet dalam lagunya, “Coba Bertanya Pada Rumput yang Bergoyang”.
Alhamdulillah dengan menggunakan masker dan suhu tubuh masih memenuhi syarat tidak terdeteksi covid-19 akhirnya saya di izinkan masuk di ruangan yang sudah di sediakan oleh pihak Bawaslu untuk para tamu undangan yang akan hadir. Di dalam sana sudah ada beberapa OKP yang hadir di buktikan identitas yang di kenakannya masing-masing. Tidak membutuhkan waktu yang lama saya dan beberapa tamu undangan yang hadir menunggu kegiatan di mulai, di tambah di ruangan itu terdapat salah satu komisioner bawaslu yang kelihatannya sudah siap memaparkan materinya.
Usai moderator menjelaskan maksud dari kegiatan itu, pihak bawaslu itu pun mempersentasikan materinya yang sudah di siapkan materinya dalam bentuk file power point dan para peserta bisa melihatnya di layar yang sudah di siapkan sebelumnya. Inti dari sebuah materi tersebut adalah Bawaslu secara kelembagaan menawarkan kesamaan visi terkait bagaimana mewujudkan Demokrasi yang ideal di negeri kita ini, di tengah carut marutnya kondisi Demokrasi yang ada.
Ia menganggap partisipatif masyarakat untuk mewujudkan Demokrasi yang ideal sangat berperan penting. Khususnya peran pemuda sebagai tongkat estafet pembangunan negeri ini. Berbagai gagasan lahir dalam diskursus itu di tengah demokrasi di Indonesia yang belum sehat, salah satunya ide itu adalah sekolah Demokrasi yang patut di gelar sebagai langkah awal untuk memunculkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Demokrasi yang ideal. Menurutnya pengetahuan awal sedia dini sudah sepatutnya di ketahui oleh generasi muda sebelum menghadapi peroses pemilu, sehingga kelak mereka terjung di dunia penyelenggara ataupun tidak mereka sudah punya bekal sebelumnya.
***
"Masalah yang Terjadi di Sebuah Bangsa Bukan Tanggung Jawab Satu, Dua Orang Saja. Melainkan Maslah Itu Adalah Tanggung Jawab Kita Bersama Untuk Hadir Sebagai Solusi”
Intelektual Muda
KAMU SEDANG MEMBACA
Intelektual Muda & Coretan Penanya
AcakKumpulan Coretan-coretan seorang pemuda yang di berikan identitas Intelektual Muda. Sebuah lika-liku kehidupan yang akan di tuliskanya dalam bentuk cerita.