POV Arina:
Aku menemukan diriku tertidur, satu selimut bersamamu.Aku masih ingat, bagaimana suatu malam kau mencium bibirku tiada henti. Kamu menggigit leherku, meremas dadaku, dan membuatku merasa tak kuasa menghentikan apa yang sedang terjadi.
Kita lupa, bagaimana kita tiba-tiba saja berdekatan di depan televisi. Sementara di luar hujan begitu deras, suaranya masuk menembus jendela.
Nyeri, dan geli, nikmat dan menggetarkan aku rasakan mengalir dari pucuk dadaku, menjalar ke seluruh tubuhku, menuju kepalaku yang seperti ditusuk ribuan jarum, ketika kau menyentuh dadaku dengan bibirmu. Hangat, basah dan lembab. Aku melenguh seperti anak sapi yang kehausan.
Aku merasakan diriku basah. Keringatku membasahi leher dan punggung. Dan jarak antara kedua kakiku basah, lembab dan hangat. Sebuah sungai seperti mengalir rasanya. Menggetarkan tubuhku, membuat aku tak bisa mengingat apa apa. Aku hanya mengingatmu, melihat wajahmu yang bersemu merah dekat sekali dengan wajahku.
Lalu aku membalasmu. Kubalik posisi. Aku menciummu bertubi-tubi. Mendaratkan bibirku di bibirmu, lehermu, dadamu, perutmu, terus sampai ke bawah. Aku memegang bagian tubuhmu yang tak kuasa kau biarkan tegang, keras, seperi tombak yang siap melesat ke udara.
Kau mendesah, begitu merasakan bibirku menyentuhnya. Hangat dan lembab. Kau seolah tak kuasa menahan gairah yang ingin menyembur dari dalamnya. Meletus seperti gunung purba yang ingin mengeluarkan laharnya.
Dan kita tenggelam dalam malam yang hangat yang tak pernah bisa aku lupakan selamanya.
Kau menindih tubuhku. Memasukiku, memberikan semuanya kepadaku sepenuh tenagamu. Aku mendesah, kau seperti tak ingin mengakhirinya. Kau kecup lagi ujung dadaku, membasahinya dengan bibirmu yang hangat, lidahmu yang menari dan membuatku memejamkan mata. Melayang ke alam entah di mana.
Kupandang wajahmu, kau masih tertidur pulas. Lalu aku ingin mengulanginya lagi. Sekali lagi, dan rasanya ingin selamanya.
Aku rebah kembali ke dadamu. Membisikkan kata mesra di telinga di atas lehermu. Kau terbangun dan menyambut kembali ciumanku.
Aku katakan padamu, kita pernah bertemu seribu tiga ratus tahun yang lalu. Tapi kau malah menganggapku bercanda. Aku juga bingung bagaimana menjelaskannya. Setiap malam ketika kau tertidur, aku selalu terbangun di dunia yang berbeda. Berganti-ganti. Dan kau selalu bersamaku di sana.
Aku tidak akan bisa menjelaskannya. Kau mungkin akan menganggapku gila, atau mengada-ada, seolah-olah anak kecil yang tak mau kehilangan mainan, atau seorang perempuan kesepian yang membujukmu untuk tetap tinggal bersama.
Kejadian-kejadian kau kehilangan dompet, membantu dan mengajakmu pulang itu bukan kejadian baru. Aku sudah mengalaminya berkali-kali, tapi hanya saat aku terlelap. Baru kali ini kejadian itu terjadi tanpa tidur. Sekarang kau nyata, ada di depanku, bisa kusentuh dan kupandang. Kau tak akan tahu berapa lama dan betapa pentingnya kerinduan purba ini. Kita telah lama sekali bersama di dunia itu. Pelan, pelan-pelan akun akan mencari cara memberi tahumu.
Sekarang aku hanya ingin menikmati pertemuan ini. Menikmati sesuatu yang sudah lama hanya menjadi mimpi dan tak menjadi nyata.
Aku akan tahu cara menjelaskannya padamu. Selama seribu tiga ratus tahun aku sudah belajar banyak tentang hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arina dan Pangeran Edric: Petualangan Cinta dan Pemberontakan
RomanceKau menciumku, memberiku cinta, hasrat dan kegembiraan. Namun sebentar saja, semuanya pergi dan kau pun berlalu. *** Dalam bayang-bayang masa lalu yang terus berpendar, Remi dan Arina menemukan diri mereka terikat oleh takdir yang berlangsung lebih...