Sepasang mata itu masih saja menatap Vallen sendu.Hatinya merasa sakit melihat orang yang disayangi tengah terkapar tak berdaya.Wajah Vallen terlihat pucat dengan kantong mata yang menghitam.Kurang tidurkah dia semalam?Apa yang dilakukannya hingga membuat dia seperti ini.
Tangan itu terangkat,menyentuh kepala Vallen lembut.Diusapnya rambut Vallen perlahan.Diresapi setiap sentuhan itu untuk menyalurkan kerinduannya selama ini.
"Maafin aku,"bisiknya di telinga Vallen.
Setitik air mata turun menunjukkan betapa dia begitu menyesal telah meninggalkan Vallen.Padahal dulu dia sudah berjanji akan selalu ada buat Vallen.Akan selalu menemani disaat suka maupun duka.Tapi apa yang dilakukannya kemarin?Dia malah meninggalkan Vallen begitu saja.Tak menghiraukan keadaan Vallen meski Vallen mencoba menghubunginya.
"Gue memang bodoh!"Tangan itu berpindah memukuli kepalanya sendiri.Marah,benci pada dirinya sendiri karena tak bisa menjaga Vallen.
"Astaga!Apa yang lo lakuin!?"pekik Febi begitu membuka pintu klinik.
Tubuh lelaki itu menegang mendengar suara Febi.Buru-buru dia memakai masker dan topinya.Bukannya apa-apa,dia hanya tak ingin ada yang tahu kalau dia ada disini.
"Lo siapa?"tanya Febi curiga.
"Maaf gue harus pergi,"kata lelaki itu sengaja menyamarkan suaranya.
"LO SIAPA!"
"Bukan siapa-siapa."Lelaki itu segera beranjak dari kursinya.Bergegas menuju pintu yang sialnya Febi malah menghadangnya di depan pintu.
"Maaf,gue mau lewat."
"Tak semudah itu.Sebelum lo ngomong siapa lo?"Febi memicingkan matanya,mencoba mengenali siapa lelaki dibalik masker dan topeng ini.
"Gue bukan siapa-siapa.Gue hanya nolongin temen lo yang tiba-tiba pingsan di kantin."
"Bohong!Lo pasti niat macem-macem kan sama Vallen."
"Gue bukan orang jahat,"tegas lelaki itu.
"Trus yang gue lihat tadi apaan?"tanya Febi berapi-api."Lo tadi pasti nyesel kan lakuin kejahatan sama Vallen,makanya kamu mukul-mukul kepala lo sebagai bentuk penyesalan itu.Ayo ngaku!"
"Bukan seperti itu.Gu...gue..."
"Argh!!"
Rintihan Vallen mengintrupsi perdebatan mereka.Dengan panik Febi bergegas menghampiri Vallen.
"Kenapa?Ada yang sakit?Sebelah mana yang sakit bilang ke gue?"tanya Febi panik
Tangan Vallen meremas perutnya yang terasa sakit.Dia memejamkan mata sambil mengatupkan mulutnya agar tak sampai merintih.
"Magh lo kambuh lagi ya?Ya Allah gimana ini?"Bukannya memanggil petugas medis,Febi malah mondar-mandir gak jelas.Panik sudah menguasainya hingga tak tahu harus bagaimana.
"Gu...gue gak pa...pa kok,"Ucap Vallen sambil menahan rasa sakit.
"Gak papa gimana?Lo kesakitan!Ya Allah!"
Febi memeluk Vallen erat.Tubuhnya bergetar hebat dengan isakan yang tak bisa ditahannya lagi.Vallen mengambil nafas dalam kemudian mengeluarkan secara perlahan.Berulang kali dilakukan hingga rasa sakit itu sedikit menghilang.
"Hei gue gak pa-pa."Mau tak mau Vallen harus menenangkan Febi.
"Lo sakit hiks."
"Udah sembuh kok."Vallen mengelus rambut Febi sayang.
"Secepat itu?"tanya Febi polos.
"Iya."
"Tapi kan..."
"Udah sekarang lo balik kerja.Gue mau tidur lagi.Ngantuk."
"Gak mau.Gue mau disini saja."
"Eh...kerjaan lo kan masih banyak."
Ini yang ditakuti Vallen,pasti Febi panik setengah mati melihat dia kesakitan.Trauma itu masih belum bisa diatasinya.Mau tak mau Vallen harus pura-pura baik meski tangannya dari tadi tak berhenti meremas perutnya yang sakit."Bodo amat sama kerjaan."
"Ntar dimarahi Bos lo."
"Bos mah gampang.Gue nangis aja depan dia pasti nanti juga gak jadi kena marah."Febi masih bersikukuh buat jagain Vallen.
"Ayolah Feb.Lo gak mau kan ntar dikatain Bagas kalau lo gak profesional pas kerja."
"Kok nama Bagas dibawa-bawa sih,"sungut Febi kesal.
"Bagas kan senior lo.Kalau ada salah lo pasti ditegur kan sama dia."
"Iya juga sih.Dia tu nyebelin tahu ngak.Bentar-bentar ngomel,ini salah itu salah.Ribetlah kalau berurusan sama dia."
Vallen hanya tersenyum tipis menanggapi.Tak ada tenaga untuk meladeni omongan Febi.
"Ya udah deh gue kerja aja.Serius ni lo udah gak pa-pa?"
Vallen mengangguk mengiyakan.
"Ntar kalau sakit lagi,lo hubungi gue ya?"Vallen kembali mengangguk.
Febi mengelus tangan Vallen sejenak kemudian melangkah menuju pintu keluar.
"Eh...orang tadi mana ya?"gumam Febi begitu mengingat lelaki yang menolong Vallen tadi.
Febi mengedarkan pandangan ke sekitar namun hasilnya nihil.Tak ada satu orang pun yang dia lihat.
"Huh...dia melarikan diri."
😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE,MOVE ON!
RomancePLEASE,MOVE ON! Tak semudah membalikkan telapak tangan.Nyatanya bertahun-tahun kata move on hanya terucap di bibir saja.Sedangkan untuk hati masih saja terselip nama dia dengan segala luka yang ditorehkan.Aku ingin bahagia!Selalu kata itu yang aku u...