Memahami

1.7K 234 64
                                    

06:30 pm

Wave menyusuri lorong dan berhenti tepat di depan pintu yang bertuliskan 'Pawaret Sermrittirong'. Bukannya langsung mengetuk pintu, ia malah diam terpaku sambil menunduk. Tiba-tiba Wave merasa ragu, bayang-bayang masa lalu masih mengurungnya dan menahan Wave untuk mencoba melangkah maju. Ia memang tampak angkuh dan sombong jika dari luar, tapi kenyataannya dia itu nol besar. Berlindung di balik ego dan gengsi menurutnya itu lebih aman.

Saat Wave masih asik melamun tiba-tiba Pang membuka pintu, mereka sama-sama terkejut.

"Eh udah dateng ternyata, aku kira gak jadi," ucap Pang sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Hmm .... "

Pang masuk dan langsung duduk di pinggir kasur sedangkan Wave duduk di kursi belajar. Sudah lima belas menit dan diantara mereka belum ada yang berniat untuk memulai percakapan. Pang mulai gelisah. "huft ...." Hembusan napas terdengar dari belah bibir keduanya secara bersamaan.

"Emm ... bisa kita mulai sekarang?" Wave menjawab dengan anggukan. "Jadi, apa hobbymu?"

Wave menatap Pang heran. "Tidak penting. Langsung saja keintinya," jawab Wave ketus.

"Hey, tidak bisa begitu. Kita benar-benar harus saling memahami sampai ke hal-hal yang kauanggap tidak penting itu. Kau ingin mendapat nilai paling tinggi, 'kan? Jadi mau tidak mau kita harus melakukannya agar kita benar-benar bisa saling memahami bagaimana kekuatan yang kita miliki."

Wave dalam hati membenarkan apa yang dikatakan oleh Pang. Jadi, dengan sangat terpaksa ia akan melakukan apa yang Pang katakan. "Ok. Fine!"

Pang diam-diam mengulas senyumnya. Namun, sayang Wave tidak melihat itu. "Jadi, apa hobbymu?"

"Tidak tahu." Pang menatap Wave tidak percaya."Huft ... aku tidak pernah memikirkan itu. Setiap hari aku hanya sibuk belajar dan mengasah kekuatanku."

"Kalau makanan kesukaanmu?"

"Apapun yang enak untuk dimakan."

"Lagu kesukaanmu?"

"Tidak ada."

"Kalau idolamu siapa?"

"Tidak punya."

"Oihhhh!" Pang mulai kesal karena semua jawaban yang wave berikan.

Sekitar pukul sepuluh akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkannya besok. Mereka sudah terlalu lelah karena dari tadi mereka lebih banyak bertengkar ketimbang saling memahami karakter masing-masing. Wave tidak langsung kembali ke kamarnya, ia lebih memilih untuk berbaring di kasur dan mengamati seisi kamar Pang.

Tiba-tiba Pang ikut merebahkan tubuhnya di samping Wave dan berusaha menggeser tubuh Wave agar sedikit bergeser. Awalnya Wave marah dan berusahan menendang Pang, tapi tenaganya kalah kuat dengan Pang yang justru semakin menempel padanya.

"Wave?"

"Hm."

"Emm ... tidak jadi." Wave menatap Pang tajam. "Sudah-sudah lebih baik kita tidur."

"Siapa bilang aku akan tidur denganmu! Minggir!" Wave beranjak dari kasur Pang tapi belum sempat kakinya menginjak lantai, Pang memegang tangan Wave lalu menariknya sehingga ia kembali ke posisi berbaring. Pang masih memegang tang Wave dan menatap matanya dalam. "Tidurlah di sini." Wave hanya mengagguk lalu memejamkan mata dan menyamankan posisinya.

Pang berbaring menyamping memandangi wajah Wave. "Ternyata kau lebih manis saat tertidur, berbanding terbalik saat kau bangun hanya sumpah serapah dan wajah datar yang bisa kulihat," batin Pang.

Just A Choice[End]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang