Chapter 13 - Happy Birthday

2.1K 205 20
                                    

Lou POV

Hmm.. Pink atau biru? Besar atau kecil? Errr...

Ini semua membingungkan batinku sambil melihat dua boneka beruang dengan warna pink dan biru. Keduanya serupa, membawa sebuah hati merah bertuliskan love. Kalau membelinya, nanti dia bisa salah sangka, nanti dia pikir aku suka padanya. Argh... Aku sangat benci kegiatan seperti ini, tapi..

"Sudah dapat hadiah yang pas?" tanya suara tak asing di sebelahku. Tentu saja dia membuatku terlonjak kaget. Aku melotot ke arahnya dan kemudian melihatnya tertawa terbahak. Hah! Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan kembali memasang wajah berpikirku. Arya sama sekali bukan partner yang tepat untuk kuajak memilih dan membeli hadiah. "Makanya gue udah bilang kalau lu perlu ajak salah satu staff cewek aja. Mereka pasti lebih paham hadiah yang bagus dan tepat untuk 'new girlfriend' lu," ujar Arya kembali meledekku. Dia bahkan menggunakan gerakan tangan seolah memberi kutipan pada kata new girlfriend.

Kembali kugelengkan kepala menanggapi ocehannya. "Berapa kali gue bilang kalau dia cuma teman, Yak. Nothing more," ucapku mempertegas. Arya hanya tersenyum menyeringai dan menjawab "yet" dengan tampang mengejeknya. Hufft. Terserah dia sajalah mau bilang apa.

"Jadi, cewek lu suka apa? Mungkin kita bisa beli sesuatu yang dia suka," usul Arya yang sama sekali tidak membantu tentunya. Kalau aku tahu apa yang Nadin sukai, tidak perlu aku menyeretnya ikut denganku ke mall. Aku butuh pendapatnya untuk membelikan sesuatu yang cool untuk Nadin. Besok lusa adalah hari ulang tahunnya. Tentu saja aku mengetahui ini karena obrolan teman-temannya waktu aku ikut dirinya nongkrong di The Exodus.

Sejak mengetahui ulang tahun Nadin, aku memang telah berencana untuk memberikan hadiah. Sialnya aku baru bisa benar-benar memikirkan hadiah apa untuknya saat h-2 begini. Memang benar kalau aku dan Nadin banyak berbicara, dan semakin dekat, tapi aku belum tahu apa saja hal-hal yang dia sukai. Aku hanya tahu kalau dia pecinta akut vanilla latte, penikmat buku-buku sejarah, dan teman diskusi yang sangat menyenangkan. Dia sabar, tapi juga sering bersikap seperti anak kecil, seringkali suka merajuk.

"Senyam senyum aja gak jelas. Pasti lagi mikirin cewek lu ya?" tegur Arya yang kembali meledekku. Aku sama sekali tidak sadar kalau aku sedang tersenyum, ah dia pasti hanya menggodaku.

Pikiranku tentang Nadin, hadiah untuknya, serta kejengkelanku pada ldekan Arya terhenti ketika bunyi notifikasi Line terdengar bersamaan dari ponselku dan Arya. Ah tentu saja itu menandakan kalau sepertinya kami sudah dicari oleh staff café. "Yuk balik ke café," ajakku pada Arya.

"Lu lanjut aja cari hadiahnya. Gue pulang duluan aja ke café," jawab Arya atas ajakanku. Kuanggukkan kepala setuju dengan ide Arya. Namun setelah berjam-jam berkeliling mall dan melihat berbagai barang yang menarik, tetap saja aku tidak bisa mendapatkan hadiah yang pas di hati. Alhasil hari ini tetap saja pulang dengan tangan kosong.

*********

"Hey," sapanya padaku yang sejak tadi terus menatapnya. Dia bahkan melambaikan tangan di depan wajahku untuk menyadarkanku dari lamunan. Meski sejak tadi mataku mengikuti gerak-geriknya, namun pikiranku melayang entah ke mana. "Ngelamunin apa?" tanyanya sembari tertawa. Tawanya membuat bibirku tersenyum dengan sendirinya. "Aku dari tadi udah selesai order, tapi kamu gak masukkan," ucapnya kembali karena aku tak kunjung menjawab.

"Sorry, coba diulang lagi, mam," ucapku dengan cengengesan. Dia hanya tertawa dan memutar bola matanya.

"Am I that old hah?" tanyanya yang tentu tak perlu kujawab, karena bibir manyunnya tentu sudah menunjukkan seberapa kekanakannya dia. Dia kembali mengulang ordernya dengan bibir mengerucut yang lucu.

Tentu saja aku segera memasukkan pesanannya, membuatkan minuman yang selalu dipesannya, serta meminta bagian dapur untuk memberikan tambahan 2 buah telur puyuh rebus di atas spaghetti yang Ia pesan. I know it seems weird, but it will works I think.

Setelah seluruh order Nadin selesai, aku segera mengantarkannya sendiri ke mejanya. "Guys, handle dulu ya. Aku mau temui Nadin dan temannya," pamitku pada staff yang sedang menangani bar dan dapur sore ini. Hari ini dia datang dengan kedua temannya, dan mereka sepertinya merayakan sesuatu. Tentu saja aku tahu apa yang sedang mereka rayakan.

"Hai, ini pesanan kalian," sapaku pada mereka sembari meletakkan pesanan mereka satu per satu di hadapan masing-masing orang. Saat ini kedua teman Nadin, Jen dan Denis sudah mengenalku meski tidak akrab. "Oh ya ini free untukmu," ujarku pada Nadin sembari meletakkan sepotong cake coklat di hadapannya. "Enjoy," ucapku sebelum bersiap untuk beranjak.

"Eh, gak mau join kami aja, Lou?" tanya Nadin sembari menarik kursi di sebelahnya. Yes! Aku tersenyum dan langsung mengambil posisi duduk disampingnya. "Kamu gak makan sekalian? Ini udah dekat jam makan malam juga kan," ujarnya menawarkan sesuap spaghettinya padaku.

Kuambil garpu yang dia arahkan padaku dengan segulung spaghetti, lalu balik kuarahkan pada mulutnya. "Kamu aja makan dulu. Aku belum lapar. Jangan lupa makan juga itu dua telur puyuh yang ada di sana," ucapku sembari tersenyum lebar saat Nadin membuka mulutnya dan mengizinkanku untuk menyuapinya. "Tradisi di keluargaku, kalau kita sedang berulang tahun, harus makan dua buah telur puyuh dan mie. Katanya sih itu harapan agar panjang umur, rejekinya tidak putus-putus, dan tidak kurang satu apa pun. Makanya jumlah telurnya harus genap, gak boleh ganjil."

Dia tersenyum mendengar penjelasanku dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Entah mengapa pipinya bersemu merah dan dia terlihat salah tingkah. Dalam hati aku tertawa melihatnya. So cute. "Ah ya, keluargaku juga melakukan hal yang sama untuk merayakan ulang tahun. Malah mereka memberikan warna merah pada telurnya. Oh ya telurnya gak boleh kecil begini, harus telur ayam kampung," ujar Denis berusaha menyelamatkan Nadin sepertinya. Sementara itu Jen hanya tertawa pelan, namun sangat kentara kalau dia menikmati sikap malu-malu temannya itu.

Aku? Tentu saja sangat menikmati wajah lucu Nadin. Masih kuingat dalam memoriku bagaimana dia berkisah mengenai bagaimana dia tak pernah merayakan ulang tahun. Rasanya aku ingin sekali membuat pesta ulang tahun hanya untuknya, tapi aku tak tahu bagaimana melakukannya. Meski begitu, melihatnya sore ini dengan sikap malu-malunya sungguh menggemaskan.

Dia bahkan makan dengan cepat saat ini. Kurasa ini rekor makan tercepat yang Ia buat, karena aku yakin dia tak pernah makan tergesa-gesa seperti ini. Hahaha... Lihatlah bahkan Ia menyantap cake coklatnya dengan sedikit belepotan.

Kuambil tisu dan menarik wajahnya agar menghadap padaku. Aww.. So cute. Kubersihkan setiap noda yang ada di sekitar bibir dan sedikit di hidungnya.

"Happy birthday," ucapku dengan suara pelan padanya. "Sorry, I don't have any gift for you."

*********

A/N:
Happy birthday, baby.
I wish you will have a great year to come.
I wish you always have happiness and healthy.

Happy birthday, my Nadin.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Law of Perfect CupWhere stories live. Discover now