02. Happy family? pt 2

30 13 8
                                    

Kau di sana? Kalau iya, coba pencet tombol vote jiah,,,,

━━━━┅━━━┅━━━━
𝘋𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘸𝘢, 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘶𝘬𝘢
━━━━┅━━━┅━━━━━━━━┅

⋇⋆✦⋆⋇

Tampak matahari mulai mengintip dari celah yang dilintasi, sinar yang semena masuk melalui sela ventilasi, senyuman yang tulus berubah dan pupus, langkah kaki yang berjalan lurus, berusaha mengabsen jarak antara pintu kamar dengan kepala anak tangga.

Ia terhenti di pengunjung tangga, hati menguar iri dan sedikit ironi. Sungguh, pemandangan yang sangat menarik hati, jikalau ia di sana... Apa dunia akan mengamini? Hati yang gusar tertampar dengan kenyataan, apa yang kau harapkan? Raga yang terpaku dengan batin yang buntu.

Ia memintal ujung bajunya. Bimbang, antara pilihan menyapa dahulu atau pergi berlalu, pikirannya berperang saat ini, terpecah menjadi dua kubu yang saling mempertahankan mahkotanya. Batin yang satu berkata "ambil saja keputusan yang pertama!!". Sautan membalas "Apa yang kau lakukan!?" batin yang lain menolak, begitulah gambaran singkat apa yang ia pikirkan.

Tapi, Pernahkah kau bertemu orang yang seperti dia? Orang yang sudah dicampakkan, istilah kasarnya dibuang, dianggap anjing peliharaan, tapi ada saja secuil batinnya selalu berkata bahwa orang yang duduk pojok kanan itu tetap membuatnya hidup sampai sekarang, menyapa sebentar tidak salah kan?

Tinggal beberapa langkah lagi ia bisa menyapa kaki meja, tapi saat kaki itu melangkah maju, didengarnya gemerincing suara terhenti, nafasnya mulai tercekat hawa bayang-bayang mulai mencegat. Ia gugup, 3 pasang mata memicing ke arahnya, sejenak ia terlupa rangkaian kata, kedua manik yang buncah dengan mulut terbungkam, apa yang ia harus katakan?

"Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau ingin merengek duit jajanmu kurang, hm?" Ia dikagetkan dengan suara khas orang di ujung depannya, menggelengkan kepala sebagai tanda tidak setuju, "lalu?" tanpa disadari Erlangga terus memfokuskan matanya terhadap orang yang kalut di depannya, melihat manik yang berpindah ke makanan yang terhidang, membuat mulut tebal itu berdecak malas, orang di depannya ini benar-benar mengusik acaranya "Pergi!! Apa hidupmu hanya digunakan untuk mengganggu?" Ia termangu, memikirkan rangkaian kata yang baru ia dengar, untaian kalimat itu... membuat Ina tersadar, ia sadar bahwasanya ia tidak seharusnya di sini, seekor anjing peliharaan tidak pantas menganggu majikannya. Baiklah... Ia membungkukkan badannya ragu, membalikkan tubuh kecilnya, dan berlalu.

Tak ada air mata yang jatuh, ia selalu menyimpannya pada brangkas bernama hati. sakit, tapi sudah terbiasa, itulah kata-kata yang selalu tersimpan di hatinya, tragis dan ironis mungkin kata ini yang ia rasakan sekarang, awal pagi yang menyakitkan, tertutupi dengan cerahnya sinar kehidupan. Ia bersyukur, kadang kala sang hati terluka pasti akan ada selalu penangkalnya, mungkin sekarang bukan bibi Ara ataupun pamannya yang memeluknya. Tapi, ia berterima kasih pada sang surya yang sudah menerangi jiwanya.

Ia teringat saat kala ia menonton film di tv, melihat seorang ayah melindungi sang buah hati, ia melengak melihat acara itu, tapi setelah itu ia tersadar apa yang telah ia pikirkan, sejak saat itu ia berhenti melihat kebodohan yang diperlihatkan.

Sang batin tertawa, tapi entah kenapa pinggir matanya berderai, raganya merosot di pinggir pintu, sebuah senyuman disusul dengan kekehan berubah pingkalan, ia tertawa, lucu menurutnya kalau ia memikirkan hidupnya, kalau ia dari dulu memilih mati, apa dia akan di surga saat ini? Andaikan rumahnya dekat dengan bibir pantai, mungkin ia akan menenggelamkan dirinya ke dasar lautan, ini serius adanya, ia ingin mati saat kala para penghuni lautan menemani, Kalau ia dikata orang gila pun tak apa, karna memang hidupnya jauh lebih gila.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐍𝐢𝐫𝐦𝐚𝐥𝐚.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang