"Ila!" panggil Sylvia yang tengah berjalan memasuki rumah milik Ilana yang tampak sepi siang itu.
Sylvia lantas mengetuk pintu kamar milik Ilana yang tidak menunjukkan tanda-tanda keberadaan dari seorang Ilana yang setengah jam lalu menelepon Sylvia sambil menangis.
"Masuk aja Vi!" teriak seseorang dari dalam kamar dengan suara yang parau.
"Astaga Ilaaa... Jelek banget muka lo hahaha..." heboh Sylvia ketika ia sudah berada di dalam kamar dan menemukan sahabatnya tengah menangis di atas tempat tidurnya.
Ilana semakin menangis begitu mendengar ucapan dari Sylvia yang tengah mengejeknya.
Ya gimana Sylvia tidak bilang seperti itu, penampakan Ilana memang benar-benar mengenaskan, rambut berantakan, mata bengkak, hidung, pipi, serta telinganya memerah, dan banyak tisu yang berserakan di atas tempat tidurnya.
Benar-benar menyedihkan.
Sylvia dengan cepat memungut dan membuang semua sampah tisu yang ada dan menempatkan dirinya tepat dihadapan Ilana yang masih menangis sesenggukan.
"Lo kenapa sih La? Bisa-bisanya nelpon gue sambil nangis gini." ucap Sylvia sembari merapikan rambut milik Ilana.
Baru saja Ilana ingin membuka mulut Sylvia segera memotong ucapan Ilana, "lo tenangin dan selesaiin nangis lo dulu. Kalo udah tenang baru lo cerita. Gue nggak suka denger orang cerita sambil sesenggukan." ucap Sylvia tegas yang langsung diiyakan oleh Ilana.
"Galen marah sama gue Vi." ucap Ilana setelah beberapa saat ia berhasil mengontrol tangisnya.
"Dia marah gara-gara ucapan Alvaro. Dia salah paham." mata Ilana kembali berkaca-kaca. Sylvia masih setia mendengarkan tanpa ada niat untuk memotong ucapan Ilana.
"Dia bilang dia mau nyerah sama gue. Dia nggak bakal deketin gue lagi Vi, huuuaaaa..." tangis Ilana kembali pecah. Sylvia dengan sabar menepuk dan menenangkan Ilana.
"Sebenernya perasaan lo ke Galen itu gimana sih La? Galen udah berkali-kali lho ngajak lo pacaran, dia juga serius sama lo, terbukti dari dia yang bener-bener sabar sama lo dari berapa tahun lalu. Tapi setiap kali dia ngajak lo pacaran, selalu lo tolak. Mau lo itu gimana sih?" tanya Sylvia.
"Gue tu sebenernya sayang banget sama dia Vi, nggak gue pungkiri, gue mulai pengen bareng-bareng dia terus sejak pertama kali dia ngajak gue pacaran, tapi gue selalu ngerasa takut Vi. Takut dia bakal ninggalin gue, takut dia bakal bosen sama gue, gue takut di tinggal sendirian disaat rasa sayang dan cinta gue ke dia semakin besar. Gue takut. Kenapa gue selalu nolak dia bahkan sampai sekarang, itu juga karena gue pengen tau dia bakal nyerah nggak sama gue, dia tetap usaha ngeyakinin gue nggak buat terima dia, dan setelah gue udah yakin sama dia, si Alvaro kampret itu malah ngerusak semuanya." sebulir air mata kembali jatuh membasahi kedua pipi merahnya.
"Gue nggak nyangka si Alvaro sialan itu bakal ngomong masalah dia yang nembak gue ke Galen. Padahal dia udah gue tolak dan udah gue kasih alasan juga kenapa gue tolak. Dan rencananya semalem itu gue pengen ngomong sama Galen soal perasaan gue ke dia. Tapi si Alvaro nya malah nggak pulang-pulang sampe malem."
"Kenapa nggak lo usir aja secara halus?"
"Gue nggak tega Vi." ucap Ilana yang membuat Sylvia menghela nafas.
Rempong banget ini pasangan. Giliran mau konek, ada aja halangannya.
"Trus gue harus gimana Vi?" tanya Ilana yang terdengar putus asa.
"Temui Galen, lo jelasin semuanya ke dia, biar semua jelas."
"Tapi, telepon gue nggak di angkat sama dia, chat gue juga nggak di bales sama dia."
"Lu kan tau rumahnya dodol." Sylvia menoyor kepala Ilana pelan, "lo samperin lah dia di rumahnya. Gimana sih?!" kesal Sylvia.
Senyum Ilana lantas terkembang di wajahnya. "Iya ya? Oke deh kalo gitu!" seru Ilana antusias dan bersiap untuk bangkit dari tempat tidurnya sebelum akhirnya kembali terduduk akibat Sylvia menahan pergelangan tangan Ilana.
"Lo benerin dulu itu muka! Jelek banget bengkak macem babi!"
"Huuuaaaaa jahat banget lu Vi" tangis Ilana kembali pecah.
***
Nata tengah melangkah ringan diiringi dengan siulan yang berasal dari belah bibirnya melantunkan nada dari sebuah lagu yang terdengar ceria.
Tangan kanan terangkat tatkala ada beberapa kawan yang ia kenal tengah menyapanya.
Ah, maklum saja, Nata kan seorang lelaki famous yang terkenal di seluruh penjuru kampusnya, jadi wajar saja jika setiap sudut kampus akan selalu terdengar sapaan atau godaan-godaan kecil yang dilontarkan oleh beberapa gadis.
Ketika Nata tengah mampir dan bercanda dengan beberapa kawan lelakinya, mata Nata menangkap sosok wanita yang sangat familiar.
Nata kembali melangkahkan kakinya meninggalkan teman-temannya setelah berpamitan seadanya. Nata melangkah pasti menghampiri wanita yang tengah duduk sendirian di gazebo kampus.
Tumben. Begitu pikirnya.
"Hey!" sapa Nata ketika ia sudah berada tepat di depan wanita itu.
"Eh, hai Nata!" jawab wanita itu sumringah. Berbeda dengan raut wajah sedih yang tadi ditampakkan di wajah cantik itu.
"Tumben jam segini masih di kampus, Zoy? Eza mana? Belum jemput?" tanya Nata lagi sembari mendudukkan dirinya tepat di sebelah Zoya yang kembali terlihat sedih ketika Nata menyebut nama Eza.
Kenapa nih? Lagi berantem apa? Pikir Nata.
Zoya menghela nafasnya, "nggak lagi sama Eza. Mungkin sampai seterusnya." ujarnya lemah.
Nata mengerutkan alisnya, heran. "Kok gitu? Habis berantem? Bukannya kalian memang sering berantem ya? Tapi ntar juga baik lagi kan?"
Zoya menggeleng lemah. "Dia lagi suka cewek lain, Nat. Hari ini dia mau ajak jalan ceweknya katanya. Jadi, ya.. Gitu." suara Zoya melemah di akhir kalimat.
"Lu suka Eza ya?" tebak Nata yang membuat Zoya melotot menatap Nata shock.
"Kok? Lo? Tau?" Nata tersenyum menatap wajah terkejut Zoya yang tampak lucu di matanya. Mata melotot lucu, tangan kiri menutup mulut, jari telunjuk tangan kanannya menunjuk Nata heboh.
"Biasa aja kali ekspresinya." ucap Nata sambil menurunkan jari telunjuk milik Zoya.
"Kok lo bisa tau siiiihhh??? Huuuaaaa padahal gue udah berusaha buat nutupinnya." ucap Zoya histeris. Nata kembali tertawa.
"Jadi Eza lebih milih jalan sama ceweknya ketimbang bales perasaan lu?" tanya Nata, Zoya mengangguk mengiyakan.
"Bukan salah Eza juga sih. Dia kan nggak tau kalo gue suka sama dia. Dia juga baru tau kalo gue suka sama dia itu tadi malem. So, itu nggak merubah apapun, toh dia juga udah suka sama yang lain."
"Kalo gitu, kenapa lu nggak coba suka sama yang lainnya juga? Kalo Eza bisa kenapa lu nggak?" Zoya menatap heran ke arah Nata.
"Maksud lo?"
"Maksud gua, kenapa lu nggak coba suka sama cowok lain selain Eza?" Zoya menunduk, menghela nafasnya berat.
"Kalopun bisa, memangnya ada yang mau balas rasa suka gue? Eza aja nggak bisa."
"Ada kok."
"Siapa?"
"Gua."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Barudak Tampan Squad ✅
FanficKehidupan; Persahabatan; dan Asmara. 🚫🚫🚫 - bangtanvelvet lokal - tidak baku - banyak umpatan kasar