illicit affairs (conversations we had)
inspired by & songs to play:
- illicit affairs – Taylor Swift
- Be My Mistake – The 1975
Author's Notes:
I listen to those two songs a lot. And just like that I started pouring the ideas into words, I was really inspired. Then after a while, I stopped feeling inspired and I didn't know how this story should end.
And I took some time off, abandoning this story, and finally a month later, the story has finally completed.
Enjoy, I hope you like it.
***
Pada hari itu di malam Sabtu pertengahan bulan November, ditengah-tengah cuaca yang dingin, terdapat dua individu yang sedang duduk bersampingan di atas sofa di depan perapian. Yang laki-laki bernama Wil, dan yang perempuan bernama Kei.
Dari luar terdengar suara guntur menggelegar, ikut meramaikan hujan yang sedang berpesta membasahi bumi dengan derasnya. Wil memakai kesempatan itu untuk mendekap tubuh Kei lebih erat agar perempuan itu tidak kedinginan, padahal tubuh mereka sudah terbalut selimut tebal yang diam-diam Kei ambil dari kamar orangtuanya, yang kebetulan sedang kosong sementara, mengingat kedua orangtuanya sedang berpergian keluar kota.
Sedari tadi, Wil dan Kei menghabiskan waktu dengan memutar sebuah film fiksi ilmiah yang mana sebenarnya tidak dipedulikan oleh mereka, terlalu hanyut dalam keheningan, memilih untuk terbawa dialog dan skenario yang terputar dalam benak mereka masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan sampai film yang terputar di televisi di depan mereka terabaikan begitu saja. Mungkin memang lebih nyaman begini, tubuh mereka berdekatan tanpa jarak, ditemani bunyi hujan yang menenangkan, kehangatan dari perapian, dan suara samar-samar dari televisi. Mungkin mereka memang membutuhkan waktu tenang seperti ini, menikmati setiap detik yang terlewati bersama tanpa harus memecah keheningan dengan kata-kata.
Mungkin memang lebih nyaman begini, dimana mereka seolah bisa bersembunyi dari realita, seakan waktu bersedia untuk berhenti agar mereka bisa berlama-lama berdua. Seakan semesta dan segala isinya mendukung kemesraan mereka. Sampai bintang-bintang pun enggan untuk menampilkan dirinya di langit malam, memberi panggung utama hanya untuk Wil dan Kei.
Masih larut dengan skenario dalam pikirannya, Wil tanpa sadar memandangi Kei yang tampaknya juga sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Ibu jari Wil tergerak untuk mengelus punggung tangan Kei yang sedari tadi berada dalam genggamannya, gestur kecil itu membuahkan senyuman kecil yang terlukis di wajah Kei.
Mungkin lamunannya buyar karena Wil, Kei menoleh, matanya tampak berbinar ketika Ia menemukan Wil yang ternyata sedang menaruh seluruh perhatiannya kepada Kei. "Hai."
"Hai."
Keduanya tidak repot-repot untuk menutupi senyuman lebar mereka masing-masing. Wil merasakan pipinya menghangat karena terpesona akan manisnya wajah Kei, apalagi saat sedang tersenyum seperti ini. Wil berdeham untuk menutupi dirinya yang salah tingkah. "Kei habis ngelamunin apa?"
"Banyak." Kei menyandarkan tubuhnya dan menaruh kepalanya di atas bahu Wil. Tangan kanannya menyelinap melingkari pinggang Wil. "Kalau kamu?"
Wil diam sejenak. Ia mengingat-ingat kembali apa yang Ia pikirkan sebelum tadi lamunannya buyar. Sejujurnya, Wil hanya memikirkan Kei sedari tadi. Memori-memori tentang Kei terputar begitu saja di kepalanya. Momen ketika Kei tersenyum kepadanya untuk pertama kali. Ketika Ia menunjukkan karya-karyanya kepada Kei, ketika Kei memujinya dengan tulus, dan atau ketika Ia memberanikan diri untuk memeluk Kei pertama kalinya. Memori-memori indah itu terputar, mengulang momen-momen berharganya bersama Kei.
KAMU SEDANG MEMBACA
illicit affairs (conversations we had)
Short Story"Wil!" Langkah kakinya terhenti karena Kei memanggil namanya. Wil menoleh ke belakang tanpa menyia-nyiakan seperempat detikpun. "Besok ke sini lagi, gak?" Mata Kei menatapnya dengan penuh harap. Wil meneguk ludahnya. Apakah ini tanda bahwa semesta d...