khawatir

108 31 28
                                    

Dua jam.

Dua jam sudah aku menunggu Sandra di galeri kampus dan dia sama sekali nggak memberi respon atas pesan yang kukirimkan.

Kemana gadis itu pergi? Apa dia berubah pikiran?

Shit!

Aku melemparkan ponselku dengan kasar ke atas meja yang ada di hadapanku.

Kenapa pula aku menawarkan bantuan padanya? Sudah tentu dia nggak akan menganggapku serius. Apalagi, kami nggak saling kenal dengan baik. Aku terlalu bodoh untuk peduli pada seorang perempuan asing.

Aku meninggalkan bangku galeri tempatku duduk dan memutuskan untuk pergi makan di sebuah kafe dekat kampus dengan perasaan kesal. Saat hendak meninggalkan kafe, ponselku bergetar panjang di saku celanaku, menandakan sebuah panggilan masuk.

Sandra.

"Jangan coba-coba membuat Sandra kabur dariku! Siapapun kau, sebaiknya kau tahu diri dan berhenti mengganggu kekasih orang lain atau aku akan menghabisimu! Fuck you!!"

Belum sempat aku berkata halo, seseorang memakiku di telepon. What a jackpot.

"Dimana Sandra?!" Sahutku ketika aku sadar siapa yang ada di balik telepon.

Jason. Jadi gadis itu nggak menjawab pesanku karena dia sedang berasama Jason?

Holy shit! Sesuatu yang buruk pasti sedang menimpanya.

"Dia bukan milikmu, berhenti mencari dia atau kalian berdua akan tahu akibatnya!"

"Jason, please... Berhenti! Aku nggak akan mencoba buat kabur lagi. Please!"

"Perempuan nggak tahu terimakasih!"

Kudengar suara pukulan di balik telepon yang disusul dengan teriakan Sandra.

Tanpa berpikir panjang, aku bergegas menuju lapangan parkir dan menarik gas motorku dengan cepat menuju kediaman Sandra. Pikiranku berkecambuk seketika membayangkan apa yang terjadi pada gadis itu. Seketika bayangan wajah ibuku delapan tahun lalu terlintas di pikiranku. Hatiku dipenuhi rasa cemas, entah kenapa, padahal dia hanya gadis asing yang kebetulan satu fakultas denganku.

But hell.. Aku pernah melihat wajahnya yang terdapat luka goresan dan pergelangan tangannya yang memar. Gadis itu, aku yakin dia adalah korban abusive relationship.

Aku membunyikan bel pagar kos Sandra dengan tidak sabar sambil terus menyerukan namanya, dan seorang perempuan keluar dengan wajah heran menatapku.

"Dimana Sandra?!" Tanyaku dengan kasar.

"Dia nggak ada di sini. Mungkin dia sedang-"

"Thanks." Sahutku, dan langsung menarik gas motorku meninggalkan kosnya.

Kalau dia nggak ada disini, lantas dimana dia?

Aku kembali ke kampus dan mencoba menelepon Sandra berulang kali, namun panggilanku terus dialihkan, dan yang terakhir, operator telepon menjawab panggilanku dengan

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.

Putus asa, aku mematikan ponselku dan kembali ke rumah.

Ketika aku tiba di rumah, ibuku sedang makan malam bersama seorang pria dengan tubuh tinggi besar dan rambut tipis di wajahnya. Pria itu mengenakan jas berwarna biru donker. Ya, Hadi Sanjaya.

Senyum yang tadinya merekah dari wajah ibu dan langsung memudar begitu melihatku muncul.

"David, kau sudah pulang? ayo makan malam bersama kami" Kata pria itu menyapaku.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang