03. Hari Pengkhitbahan

44 18 0
                                    

Satu minggu sebelum hari pengkhitbahan, dengan berat hati Luqman kembali ke Yogyakarta untuk menyampaikan keputusannya.

Keputusan pertama, dia akan lebih memilih perintah Ibunya untuk menikahi wanita bernama Kaomi daripada memenuhi keinginannya untuk menikahi Aisyah.

Dan keputusan kedua, Luqman memilih untuk berhenti bekerja sebagai pendidik di pondok. Dia memutuskan untuk beralih profesi menjadi seorang dosen di salah satu universitas di Bandung.

Memang terlihat besar sekali perbedaannya menjadi pengajar di pondok dan menjadi dosen di universitas. Tetapi pilihan itulah yang harus Luqman ambil.

Ibunya tidak ingin Luqman meninggalkan isterinya nanti dan tidak mungkin juga Luqman membawa Kaomi ke Yogyakarta karena mengingat ibu mertuanya yang sering sakit katanya.

Dan disinilah Luqman sekarang. Dengan dunia barunya. Dia tidak tahu akan bagaimana dan harus bagaimana dia menyikapi beberapa hal barunya.

***

Dan hari pengkhitbahan yang ditunggu-tunggu pun telah tiba. Pagi ini di rumah Kaomi, sudah ada ummi Zainab dan suaminya yakni ustadz Fiqr juga ada Ummi Ruyya dan Luqman.

Makanan dan minuman sebagai suguhan sudah terbaris rapih di meja tamu. Begitupun dengan Kaomi, ia sudah duduk dengan tenang di samping ibunya.

Dan Luqman. Mendengar perkataan ibunya beberapa waktu lalu. Memang benar apa yang dikatakan ibunya, Kaomi memang wanita yang cantik.

Tetapi Luqman tetap meyakinkan dirinya bahwa bukan wanita biasa ini yang ingin dinikahinya, dan pikiran itu akan ada sampai terbukti bahwa Kaomi memang benar-benar wanita shalihah.

Disana Ummi Zainnab dan suaminya hanya menjadi perantara dalam proses khitbah ini. Pertanyaan demi pertanyaan disampaikan oleh ummi Zainnab dari Kaomi kepada Luqman maupun dari Luqman kepada Kaomi.

Sampai akhirnya sampailah di pembahasan mahar untuk pernikahan. Pertanyaan yang baru saja disampaikan oleh Ummi Zainnab.

Mengingat Luqman adalah seorang penghafal Al-Qur'an. Kaomi ingin sekali Mahar itu berupa tilawah Al-Qur'an surat Ar-Rahman beserta saritilawahnya.

Namun Kaomi menyimpan itu di keinginannya saja. Toh ketika nanti Luqman menjadi suaminya, ia bisa kapan saja dilantunkan ayat suci Ar-Rahman yang disukainya itu. Maka inilah jawaban Kaomi.

"Mahar yang diinginkan Kaomi adalah apa-apa yang dikehendaki dan diridhai oleh Kak Luqman saja,"

Seketika di rumah yang sederhana itu menggema kalimat Subhanallah.

"Nah, sekarang bagaimana tanggapan Luqman?" tanya suami dari ummi Zainnab.

Luqman masih diam. Menyorot kepada isi hatinya, hati Luqman masih tidak ridha, termasuk ketika ia harus memenuhi mahar yang dipersilahkan oleh perempuan yang baru dikenalnya itu.

"Menurut pada pendapat umum saja. Barangkali dengan beberapa gram perhiasan,"

Kaomi melirik tanpa melihat wajah calon suaminya itu. Jawabannya benar-benar membuat Kaomi bersyukur karena sudah mengurungkan keinginannya, ia pikir Luqman akan memberikan hafalannya sebagai mahar pernikahan.

"Bagaimana Kaomi?" Tanya ummi Zainnab.

"Kaomi hanya menurut,"

"Alhamdulilahirabbil 'alamin,"

Dan selesailah proses khitbah itu. Dan proses selanjutnya adalah pernikahan yang akan dilaksanakan empat hari lagi.

Kaomi masih tidak menyangka mendapatkan seorang suami yang benar-benar idamannya. Walaupun idamannya, Kaomi masih belum mampu memandangnya. Ia masih menjaga pandangannya sampai ikatan suci itu benar-benar terjadi.

Sedangkan Luqman. Hatinya semakin ragu. Keyakinannya malah semakin menipis. Dia tahu ini salah tetapi bagaimana dengan hati. Tidak ada yang salah dengan Kaomi sebenarnya, jika memang Luqman memandang Kaomi sebagai wanita muslimah sejati.

Kaomi bukanlah wanita hijrahan yang biasa-biasa saja. Dan salahnya Luqman memandang Kaomi sebagai wanita yang biasa-biasa saja. Dia belum bisa menerima masa hijrah Kaomi. Benarkah Kaomi sudah benar-benar hijrah? Pertanyaan itulah yang saat ini mengulang di pikirannya.

Sampai akhirnya ia disadarkan dari lamunannya oleh Ibu tercintanya.

"Apa yang sedang Luqman pikirkan, Nak?"

"Ibu? Tidak ada yang sedang Luqman pikirkan kok bu,"

"Kalau tidak ada yang sedang dipikirkan. Mengapa melamun? Mengapa tidak bertilawah saja?"

"Luqman baru saja selesai tilawah. Ibu sudah shalat isya?"

"Baru saja. Oh iya ada yang ingin ibu sampaikan,"

Luqman menatap ibunya dalam.

"Apa itu bu?"

"Ada hal yang harus kamu ketahui tentang Kaomi yang suatu saat nanti kamu juga akan merasakannya. Kaomi adalah wanita yang luar biasa bagi ibu. Apapun yang dilakukannya kepada orang lain, apapun yang diberikannya kepada orang lain, benar-benar terasa tulus. Tidak peduli apa yang sedang dirasakannya, Kaomi selalu mengutamakan orang lain. Dia benar-benar yakin dengan kata Rasulullah, barang siapa yang melepaskan kesulitan seorang mukmin, maka ia akan dilepaskan kesulitannya di hari kiamat nanti,"

Perkataan ibunya yang begitu lembut membuat Luqman tergemap. Lagi-lagi pertanyaan muncul di pikirannya. Benarkah Kaomi seperti itu?

Kepadamu Penggenap Imanku [2016] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang