00. Teman pertama Zefanya.

3.9K 146 2
                                    

Zefanya duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan psikiater yang baru tiga hari ini rutin dirinya kunjungi, wajah cantiknya terlihat datar dan matanya menyorotkan pandangan tajam pada lawan bicaranya.

"Setelah melakukan serangkaian tes, saudara Zefanya dinyatakan menderita ASDP atau Antisocial Personality Disorder, gangguan mental dimana individu berperilaku agresif, impulsif, melanggar aturan hukum, dan tidak lagi memiliki perasaan bertanggung jawab terhadap perilakunya. Individu yang mengalami gangguan ASDP ini memiliki tingkat ketidakstabilan pada emosi dan gambaran diri (self image) yang berubah, mengabaikan hak dan perasaan orang lain. Gangguan ini mulai muncul pada individu di usia 18-an. Namun, terdapat beberapa penelitian mengenai gangguan ini yang menyebutkan bahwa gangguan ini dapat muncul mulai dari usia 10 tahun."

"Terdapat dua faktor yang membuat orang menderita ASDP, yakni faktor ekonomi yang rendah dan faktor sosial di mana individu yang memiliki orang tua dengan gangguan ASDP dan berisiko menurunkan gangguan ASDP," jelas dokter perempuan tersebut panjang lebar.

Zefanya tidak begitu terkejut dengan pernyataan sang dokter terkait kondisinya, manusia mana yang tetap waras saat dari kecil saja sudah melihat pertengkaran dan kekerasan terjadi di depan matanya.

"Langkah penanganan pada gangguan kepribadian antisosial bertujuan untuk mencegah perilaku atau perbuatan yang dapat membahayakan orang lain atau diri mereka sendiri, serta mendorong dan membimbing penderita antisosial agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik. Perawatan tersebut bisa berupa terapi perilaku atau psikoterapi, baik yang dilakukan secara individu maupun berkelompok. Sedangkan perawatan dengan pemberian obat-obatan secara khusus, belum bisa dipastikan. Jika ditemukan adanya gejala gangguan mental dan emosional tertentu, seperti cemas, sulit meredam emosi atau dorongan untuk melakukan hal yang tidak baik, maka dokter mungkin akan memberikan obat-obatan penstabil mood, obat penenang, atau antipsikotik, seperti itu kan?" tanya Zefanya pada sang dokter yang sedang terkesiap mendengar penjelasan darinya.

Penderita ASPD memang memiliki kecerdasan intelektual diatas rata-rata, terbukti dengan penjelasan yang Zefanya lontarkan dari mulutnya.

Zefanya menyerahkan tugas kelompok yang sudah di kerjakannya semalaman suntuk kepada Ifa, ketua kelompok mata kuliah Ilmu Gizi. Saat Ifa menerimanya, dirinya melihat pergelangan tangannya penuh dengan luka dan beberapa bagian terlihat berwarna biru dan ungu, wajahnya yang memiliki lebam di beberapa bagian juga berusaha Ifa tutupi dengan makeup sederhana.

Dirinya nggak peduli, ia merasa itu bukan urusannya, bahkan kalau dia hampir mati pun hal itu juga bukan urusan Zefanya, hal paling repot yang akan dirinya lakukan mungkin cuma akan datang ke pemakaman sambil membawa bunga dan pura-pura menyesal kenapa ia tak berniat menyelamatkan Ifa dia dari awal, klasik.

Ponsel yang dirinya taruh di saku kemeja bergetar pelan, memunculkan nama manajer yang mengatur semua jadwal photoshoot.

Zefanya saat ini memang sedang menyelesaikan studi S2 perhotelannya sambil melakukan kegiatan modeling, perkiraan kelulusannya mungkin akan selesai setahun lagi kalau dirinya rajin.


Zefanya mengunyah mi ayamnya dengan hikmat, sendirian, dan tanpa ada orang yang menemaninya makan pasalnya memang dirinya tidak pernah punya teman sejak sekolah dasar, mereka bilang dirinya aneh, dan itu kenyataan, lagipula ada untungnya juga buat Zefanya, jadi ia tidak usah repot-repot bersosialisasi dan berbincang dengan orang lain, karena menurutnya untuk nafas pun kadang rasanya melelahkan.

Posisi meja kantin yang berada di pojok dan jauh dari keramaian membuat ia merasa tenang, nggak ada orang yang menganggu dirinya dengan polusi suara.

"LO JANGAN NYARI RIBUT SAMA GUE, ATAU GUE SEBAR VIDEO PORNO KITA BERDUA KE ANAK-ANAK KAMPUS,"

"Maa---aaf," balas seseorang terbata-bata, suaranya terdengar seperti dirinya sedang menangis.

Zefanya tentu tau itu suara Ifa, teman sekelas yang barusan dirinya temui beberapa saat yang lalu, dan suara laki-laki itu adalah suara pacarnya yang saat ini sedang mewakilkan diri untuk menjadi kepresidenan mahasiswa di kampus.

"LO TUH NGGAK TAU DIRI,"

PLAKK

Suara tamparan yang cukup keras terdengar dari sebuah ruangan merokok yang jarang dipakai mahasiswa karena jaraknya dekat sekali dengan dirinya duduk, dan ia pun bisa mendengarnya jelas sambil makan mi ayam.

DUG

Zefanya bukan mencoba untuk menyelamatkan Ifa, dirinya hanya ingin menghajar cowoknya Ifa agar dirinya diam karena sudah menganggu kegiatan makannya.

Tok

Pintu tersebut terbuka, terdapat Ifa berdiri dengan rambut lepek acak-acakan dan wajahnya yang menunduk di sudut ruangan, sedangkan Rafi kekasihnya membuka pintu tersebut dengan wajah ramah.

BUG

Dirinya menonjok wajah pacar Ifa sekuat tenaga, membuat cowok sialan itu langsung pingsan dan tergeletak lemas tak berdaya di lantai. Ifa tiba-tiba merangkak memeluk dirinya erat sambil nangis, badannya yang gemetar dan mencoba berdiri membuat rasa iba yang jarang sekali muncul di kehidupannya kembali menghantamnya.

"Makasih Zefa, makasih banget," ucap Ifa yang tiba-tiba akhirnya jatuh terduduk lemas.

'Zefa, dia hampir mati, dia bilang makasih sama lo karena nyelametin dia, ini makasih kedua yang pernah lo dengar dari orang yang tulus kan?!' batin dirinya saat ini, yang kemungkinan sedang berdebat dengan otak.

Z

efanya mengambil ponsel dari tangan pacarnya Ifa yang pingsan, kemudian mereboot semua data di ponselnya.

Tas yang berisi laptop Rafi di ujung ruangan juga ia perlakukan sama seperti ponselnya, bajingan ini bener-bener harus dimusnahkan sampai akar, sampai dia nggak bisa gangguin Ifa lagi.

Kemeja putih Ifa yang terdapat beberapa bercak darah dan juga robek di beberapa bagian membuat Zefanya harus mengambil oversized hoodie miliknya di tas untuk menutupi Ifa yang masih lemas dalam rangkulannya.

"Bisa jalan nggak lo?" tanya Zefanya pada Ifa.

"Lo bisa bantu gue jalan?" jawabnya membuat dirinya menghela nafas panjang.

Zefanya membantu Ifa duduk di bangku penumpang mobil, inilah alasan kenapa dirinya membenci kegiatan menolong ini, masuk ke dalam masalah orang adalah hal yang paling ia hindari seumur hidup, dirinya akan berujung membantu orang tersebut dan terlibat lebih banyak dengan orang tersebut, dan itu merepotkan.

"Lo mau gue anter kemana?" tanya dirinya begitu duduk di kursi kemudi.

"Gue nggak punya tujuan," jawabnya terisak.

"Nggak usah nangis, gue nggak bisa denger omongan lo, kalo mau ngomong itu yang jelas!"

"Gue nggak punya tujuan," ucap Ifa yang kali ini terdengar lebih jelas.

"Lo tinggal sama siapa disini?" tanya Zefanya yang mencoba lebih menurunkan nada suaranya.

"Sama Rafi, tapi gue nggak mau pulang, gue mendingan mati bunuh diri," ucapnya.

"Bonyok lo?" tanya Zefanya, tenang, dirinya bukan tipikal orang yang selalu mencari tahu hidupan orang lain.

"Gue yatim piatu, sebatang kara," ucapnya masih dengan suara tangis.

"Yaudah, lo tinggal bareng gue aja di apart,"

𝔃𝔂𝓷𝓲𝓼𝓬𝓱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang