Sel, 15 September 2020
🍑
"Huh! Capek banget!" keluh Zee sambil sesekali mengibas-ibaskan tangannya ke arah wajah yang penuh keringat. Pelajaran olahraga di bawah terik matahari begini benar-benar membuat keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya. Ia melirik sinis ke arah Pak Lana selaku guru olahraganya, bisa-bisanya beliau anteng banget duduk di koridor ruang guru tanpa kepanasan sama sekali. Huh, curang!
"Zee! Sini."
Zee menoleh ketika mendengar sapaan itu kemudian beranjak menuju Venya yang sedang melambaikan tangan menyuruhnya bergabung. Belakangan sejak makan bareng di kantin dengan Venya dan Hana, Zee jadi akrab dan sering berkomunikasi dengan mereka. Terbukti dari inisiatifnya memanggil Zee untuk bergabung dengan beberapa anak cewek lainnya.
"Panas banget nggak, sih?" ujar Zee ketika mendaratkan tubuhnya di tepi lapangan yang dilindungi oleh pohon rindang.
"Iya, hadeeuh. Pak Banyu ada dendam kesumat apa sih sama kelas kita. Malah dikasih roster pelajaran olahraga siang-siang begini. Buktinya tuh kelas sebelah olahraganya pagi, kan enak. Keliatan banget anak kesayangan."
Zee terkekeh mendengar Hana berceloteh panjang lebar. Terlihat jelas raut sebal di wajah gadis itu saat mengomentari guru olahraganya itu. Ditambah rasa panas yang terus menyengat membuat kerutan di dahi Hana mendalam.
Namun sepertinya hal itu tak dipermasalahkan oleh anak-anak cowok yang tetap tinggal dilapangan. Beberapa diantara mereka mengumpulkan bola-bola voli yang berserakan bekas pelajaran tadi, kemudian mengambil bola kaki sebagai ganti permainan yang akan mereka mainkan selanjutnya. Seakan panas matahari yang mulai membasahi baju mereka tak menyiratkan rasa lelah sama sekali.
"Eh, Zee." Begitu Zee menoleh, Venya melanjutkan pertanyaannya. "Lo dapet berapa pas servis bawah tadi?"
"Dapet 5 doang," ujarnya sambil menyengir.
"Dari 15 percobaan?"
Zee mengangguk. "Susah tau servis dari jarak segitu. Nih, tangan gue udah merah-merah." Zee bersungut sambil memperlihatkan lengannya itu. Sejujurnya dia tak terlalu suka pelajaran voli. Olahraga tangan itu harus dipukul dengan sekuat tenaga agar bolanya dapat melewati net. Tapi boro-boro melewati net, yang ada malah bikin memar-memar ditangan.
"Lo berapa?" balas tanya Zee.
"Gue 14."
Mata Zee sontak berbinar. Venya yang ukuran tubuhnya lebih kecil dari Zee ternyata cukup hebat dibilang olahraga satu itu. Ia lalu memberikan tepukan tangan semangat.
"Wajar Zee. Dia tuh anak voli, mau disuruh servis berapa kali pun pasti dijabanin sama dia," ucap Hana.
"Ooh, pantesan. Hebat banget lo. Jujur gue sih salut banget sama cewek yang jago olahraga, ada kesan menariknya tersendiri." Zee terkekeh pelan kemudian mengalihkan tatapannya ke Hana. "Kalau lo berapa?"
"Gue 3 doang."
Tawa mereka pecah seketika. Setidaknya ada yang lebih parah dari nilai Zee.
"Lo berapa, Win?" tanya Venya kepada salah seorang cewek yang bernama Windy yang juga ikut duduk di sebelahnya.
"Gue dapet 10, sih."
Sekali lagi mata Zee berbinar mendengar pencapaian teman-temannya yang tak kalah hebat.
"Kalau anak cowok yang dapet paling banyak itu Zidan."
"Jangan-jangan dia ketua volinya?" tebak Zee.
KAMU SEDANG MEMBACA
NUKA ZEE
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM BACA! HANYA CERITA FIKTIF ANAK SMA YANG PASTI BAKAL BIKIN BAPER] ❤️❤️❤️ __________ Tak ada yang paling menyebalkan selain diberi keharusan untuk menjadi mentor belajar seorang murid baru di sekolahnya. Zidney Chalondra atau bia...