deep talk.

105 26 19
                                    

Sejak bertemu dengannya, aku merasakan sesuatu dalam diriku yang sudah lama mati bangkit kembali....
Sesuatu yang nggak pernah kutunjukkan pada orang lain
Sesuatu yang hanya kutunjukkan pada diriku sendiri.
Sesuatu itu adalah..
Rasa peduli.

▫️▫️▫️

"Bisakah aku mempercayaimu, David?" Gadis itu memotong kalimatku. Memberiku sebuah senyuman miris, tatapan putus asa dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Itu pilihanmu. Aku nggak akan memaksa." Jawabku.

Gadis itu kembali memainkan kuku jarinya,matanya nggak fokus, dia nampak berpikir keras dan sesekali mengusap air matanya yang menetes. Aku menunggunya untuk bicara sambil kembali membuka buku, mencari kutipan yang relevan untuk skripsiku.

Hening.

Canggung.

Sampai akhirnya dia membuka suara.

"Aku dan Jason.... Kami memulai hubungan bukan atas rasa cinta. Itulah sebabnya hubungan kami nggak pernah berjalan dengan baik. Setiap kali kami berbeda pendapat, akan selalu terjadi pertengkaran hebat. Kami akan saling menyalahkan. Awalnya, aku nggak masalah dengan itu. Jason nggak pernah menggunakan kekerasan fisik dan pertengkaran kami nggak pernah lebih dari satu hari. Tapi seiring berjalannya waktu, semua makin parah." Dia menjelaskan dengan kepala tertunduk, nggak berani menatapku. Suaranya bergetar, dia terisak.

Aku diam, menunggu.. barangkali dia akan meneruskan ceritanya. Kututup kembali buku yang kubaca. Kini perhatianku hanya miliknya.

"Dia mulai menuntutku. Dia bilang aku nggak pernah mencintainya dengan tulus. Dan sejak itu, dia semakin takut kehilanganku. Semua yang kutulis di media sosial dia kendalikan. Dia bahkan memilih dengan siapa aku boleh atau nggak boleh berteman. Jason mulai bekerja keras dan membiayai hidupku, bahkan uang kuliahku agar aku nggak punya alasan untuk bekerja."

"Apa? Untuk apa dia melakukan semua itu?" Aku memotong perkataannya. Oke, ini sudah cukup gila. Adakah yang lebih buruk dari ini?

"Dia nggak ingin aku lepas darinya dan berdiri di atas kakiku sendiri. Itu yang kutahu. Awalnya memang aku merasa terbantu. Aku memang bukan perempuan kaya dengan ayah seorang pengusaha. Dengan inisiatif seperti itu, Jason jelas punya nilai lebih di mata ibuku. Apalagi ayahku sudah nggak ada."

"Oh... I'm sorry." Gumamku.

Sandra terlihat benar-benar rapuh. Belum pernah ada yang sejujur ini padaku. Ya, mungkin karena aku memang selalu menutup diri dan terlalu acuh pada sekitarku.

"Menyedihkan, huh? Jason terus menuntutku, hubungan kami semakin buruk dari waktu ke waktu. Satu hari dia bisa bersikap sangat manis, di lain hari dia akan jadi orang yang sangat berbeda dengan semua caci maki dan amarahnya. Satu hari penuh dengan cinta, hari lain dia memberiku hukuman. Terus seperti itu. Tapi kami menutupi semuanya dengan baik. Jason mulai melakukan kekerasan fisik padaku di bulan keenam hubungan kami. Dia terus menanamkan hal-hal buruk di pikiranku. Dan orang-orang nggak tahu tentang hal ini. Aku menyembunyikannya rapat-rapat di balik makeup dan baju-baju longgar yang kugunakan."

Gadis itu berhenti bicara. Dia terisak, bibirnya bergetar, nggak mampu berkata-kata. Aku menghela nafas kasar, bingung harus berbuat apa. Aku nggak punya tissue, nggak punya sapu tangan, nggak bisa berkata-kata.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang