Selamat membaca!"Nad, beresin barang-barang Em, dan kemasi semua baju dia , sekarang." Ucap Fran dengan tajam, siapapun pasti tahu jika ucapan Fran tidak bisa di bantah.
Nadia mengangguk dan langsung memgambil koper
Em menjadi kalang kabut, ia menghampiri Fran menagkup wajah datar cowok itu dengan kedua tangannya.
"Fran, aku mohon." Lirihnya. Fran mengalihkan matanya ke arah lain.
"Jangan sampe ada yang ketinggalan, Nad." Ucap Fran, Mian pun ikut membantu kekasihnya itu.
"Aku gak mau pergi, Fran. Tolong ngertiin aku." Air mata Em sudah mengalir deras.
Fran terkekeh sinis.
"Ngertiin gimana? Ngertiin kamu tiap hari yang lebam-lebam kayak gini, ngertiin kamu untuk diam aja liat kamu kayak gini. Udah bertahun-tahun aku ngertiin kamu. Udah bertahun-tahun aku gak maksa kamu buat tinggal sama aku. Karena apa, karena aku ngehargain keputusan kamu. Seharusnya di umur kamu yang ke tujuh aku udah bawa kamu dari rumah iblis ini."
"Aku tanya sama kamu. Pernah gak aku maksa kamu untuk minggat di rumah ini? pernah, Em?"
Em menggeleng kecil sambil terisak keras.
"Gak pernah kan."
"Kamu gak tahu gimana perasaan aku waktu ngeliat kamu kayak gini, tiap hari ada aja bekas luka, lebam-lebam. aku peduli sama kamu, sayang sama kamu, tapi kamu? Sama sekali gak pernah dengerin aku. Siapa yang gak ngerti disini? Kamu Em, kamu gak pernah ngertiin perasaan aku." Lanjut Fran emosi.
Em terdiam, Nadia dan Mian pun ikut terdiam, tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Wajah Fran sangat mengeramkan sekarang.
Cukup lama terdiam, suasana menjadi sunyi sebelum akhirnya Em membuka suara.
"Iya, aku emang gak ngerti gimana kamu, aku gak tahu gimana perasaan kamu. aku selalu nyusahin kamu. Kita emang gak bisa sama-sa—-."
"AMBER." Ucapan Em terpotong karena bentakan Cowok itu. Em tertegun, baru kali ini cowok itu membentaknya. Em memejamkan mata sesaat lalu menatap ke atas, atap kamarnya kemudian beralih menatap Fran.
Nafas Fran menggebu-gebu, wajah cowok itu sangat merah. Cowok itu membalas tatapan Em Dengan tajam dan sorot penuh kekecewaan.
"Kamu emang gak ngerti-ngerti ya." Setelah mengatakan itu Fran berbalik dan keluar dari sana.
Em menangis kencang saat cowok itu pergi menjauh, ia tidak mau Fran pergi dari hidupnya. Hanya cowok itu yang selalu ada untuknya selain Nadia. Lupakan kata-katanya tadi, sungguh ia tidak serius mengatakan itu tadi. Em menyesal.
Nadia berjalan dan memegang bahu Em lalu beralih memeluk tubuh Em dengan erat.
"Gue emang gak bela siapa-siapa disini, tapi yang jelas lo salah Em, dia ngelakuin semua ini buat lo. Dan Jangan lupa kalo dia sayang banget sama lo. dia peduli sama lo." Ucap Nadia seraya mengusap lembut punggung Em, menenangkan.
Em mengangguk, air matanya tidak bisa berhenti, ia ingin Fran sekarang.
Mian melangkah mendekat lalu menepuk kepalanya Em beberapa kali.
"Mending lo kejar dia, Em. Sebelum Fran benar-benar pergi." Ujar Mian tentu saja berdusta, mana mungkin Fran benar-benar meninggalkan gadisnya ini, ia tahu Fran ingin membuat Em sedikit berfikir dengan jernih.
Em mengangguk lalu tersenyum di tengah derasnya air matanya mengalir.
Em berlari keluar setelah mengucapkan terima kasih pada pasangan itu. Ia menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Ia berharap Fran masih berada di perkarangan rumahnya.