(Lanjutan dari serial sebelumnya. Baca serial Pendekar Rahawali Sakti : Bunuh Pendekar Rajawali Sakti)
Cahaya matahari pagi menerobos lewat celah-celah bilik bambu sebuyah gubuk kecil di tepi Hutan Karangalas. Sebuah gubuk yang agak tersendiri dari rumah-rumah yang berada di ujung desa. Kelihatannya, gubuk itu sudah lama tidak ditempati. Atap rumbianya sebagian telah rusak. Demikian juga dindingnya. Di sana-sini terlihat bolong-bolong. Namun begitu masih terdapat sebuah ruangan yang masih layak ditempati.
Seseorang tampak tengah duduk memperhatikan sosok yang terbaring di balai-balai bambu dengan wajah duka. Bola matanya kosong menatapi tubuh yang penuh luka di atas dipan itu. Sesekali air matanya menitik, kemudian diseka dengan lengannya yang halus. Seorang laki-laki berpakaian gembel mendekat. Diperhatikannya keadaan mereka, lalu duduk di sebelah gadis cantik itu.
"Bagaimana keadaannya...?" tanya laki-laki itu halus.
"Dia masih suka mengigau," sahut gadis berbaju biru itu lesu.
Laki-laki gembel yang memegang tongkat itu mendesah pelan. "Kau harus sabar. Mudah-mudahan dia bisa cepat sadar. Daya tahan tubuhnya amat kuat."
Gadis itu mengangguk. Kemudian kepalanya menoleh sambil tersenyum harus memandangi laki-laki setengah baya di sebelahnya.
"Kelelawar Buduk.... Terima kasih atas pertolonganmu."
"Sudah seribu kali kau mengucapkannya," sahut laki-laki gembel yang dipanggil si Kelelawar Buduk.
Sementara gadis itu kembali tersenyum haru. "Kalau saja kau tidak menolongku, entah apa jadinya. Tapi kenapa kau lakukan juga? Padepokan saudara seperguruanmu sendiri kau bakar. Bahkan membantu orang yang tadinya hendak kau bunuh...?" desah gadis itu.
"Hm, bagaimana? Katakan saja bahwa aku tidak rela kalau si Pendekar Rajawali Sakti binasa. Sebab bagaimanapun, aku menyadari kalau apa yang dilakukannya tanpa disadari, karena dipengaruhi orang lain."
Gadis berbaju biru itu terdiam. Kemudian kepalanya berpaling sambil memperhatikan dengan seksama sosok pemuda yang penuh luka di tubuhnya, terbaring di dipan. Pemuda itu menggeliat lemah.
"Kakang Rangga," panggil gadis itu, pelan.
Pemuda yang memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan sambil membuka kelopak matanya.
"Kakang.... Apakah kau telah sadar?" Tanya gadis itu.
Wajah Pendekar Rajawali Sakti berkerut menahan rasa sakit. Kemudian pandangannya ditegaskan.
"Kau?" suara Rangga terdengar lemah.
"Ya, aku Pandan Wangi." kata gadis yang memang Pandan Wangi sambil tersenyum.
"Pandan Wangi?"
Pandan Wangi tampak kecewa ketika Rangga malah balik bertanya dengan sorot mata heran. Namun perasaan hatinya berusaha disembunyikan, dan berusaha tersenyum.
"Dia si Kelelawar Buduk yang ikut membantumu, saat kau dikeroyok," ujar Pandan Wangi menjelaskan, ketika Rangga memandang pada laki-laki gembel yang duduk di sebelah gadis itu.
"Menolongku?" Tanya Rangga dengan dahi berkerut.
"Kau tidak ingat? Saat itu, keadaanmu terjepit. Dan kau mengalami luka berat akibat panah murid-murid Padepokan Kalong Wetan?" lanjut Pandan Wangi berusaha mengingatkan (Baca serial Pendekar Rajawali Sakti dalam episode Bunuh Pendekar Rajawali Sakti).
Rangga mengerutkan dahi, berusaha mengingat.
"Saat itu si Kelelawar Buduk membakar barak para murid serta bangunan utama padepokan itu. Lalu setelah mereka kalang kabut, aku menolongmu keluar dari tempat itu," lanjut Pandan Wangi lagi.
"Sarti? Astaga! Ke mana dia?! Dia pasti celaka!" tiba-tiba Rangga berusaha bangkit dengan wajah cemas.
"Kakang, tenanglah. Dia tidak apa-apa!" Pandan Wangi menahan pemuda itu dan membaringkannya pelahan.
"Benarkah dia tidak apa-apa?"
Pandan Wangi tidak tahu harus menjawab apa. Ketika Rangga lebih mengkhawatirkan keselamatan gadis bernama Sarti itu ketimbang dirinya, sebenarnya Pandan Wangi marah. Dan rasanya, ingin menampar mulut pemuda itu. Namun disadari, kalau Rangga yang dihadapinya saat ini bukanlah Rangga kekasihnya yang biasa.
Pendekar Rajawali Sakti sedang terkena pengaruh suatu ajian yang dapat menghilangkan akal dan pikiran untuk sementara. Bahkan dia tidak tahu, siapa dirinya yang sebenarnya. Dan Pandan Wangi hanya bisa menarik napas panjang, dan berusaha menahan gejolak hatinya yang bergemuruh. Kesal, geram, benci, bercampur satu dengan perasaan iba!
"Pandan Wangi.... Kau..., kau tidak menjawab pertanyaanku? Apakah Sarti aman?"
Pandan Wangi menoleh sekilas pada si Kelelawar Buduk. Laki-laki itu mengerti, apa arti pandangan gadis itu. Dan dia segera keluar dari kamar ini.
"Maaf, Kisanak. Aku keluar dulu mencari angin."
Keduanya terdiam memperhatikan. Dan ketika si Kelelawar Buduk telah keluar dari ruangan, Rangga memandang Pandan Wangi dengan wajah penuh tanda tanya.
"Dia baik-baik saja," sahut Pandan Wangi, lemah.
"Kenapa dia tidak di sini?"
"Katanya, ada keperluan mendadak. Sehingga, dia tidak bisa menjaga mu. Dan dia memintaku untuk menjagamu."
"Hm, sungguh aneh? Bukankah kalian berdua sepertinya bermusuhan? Lalu, kenapa dia menyuruhmu?"
"Maaf, Kakang. Soal itu aku tidak tahu."
"Mungkinkah dia melaporkan kejadian yang menimpaku kepada Ki Netra Buana?"
"Ki Netra Buana? Apakah dia majikanmu?"
"Ya."
Pandan Wangi jadi trenyuh mendengar jawaban polos Rangga. Namun sekali lagi, dia berusaha menyembunyikan perasaan hatinya. "Mungkin juga dia ke sana," lanjut gadis itu lirih.
Rangga menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan-lahan. Sejenak luka-luka di sekujur tubuhnya yang telah mengering diperhatikannya. Berkat ramuan yang dibuat Pandan Wangi, luka-luka itu memang cepat mengering.
"Kaukah yang telah mengobati lukaku?"
Pandan Wangi hanya mengangguk.
"Terima kasih. Aku berhutang budi padamu."
"Setahuku, kau adalah orang yang tidak bisa melupakan budi orang lain."
"Pandan Wangi.... Tentu saja aku tidak pernah melupakan budi baikmu ini. Dan suatu saat, aku pasti akan membalasnya!" sahut Rangga meyakinkan. Pandan Wangi tersenyum.
"Bukan begitu maksudku," kata Pandan Wangi pelan.
Pemuda itu memandangnya. Ditunggunya gadis itu melanjutkan kata-katanya. Pandan Wangi menghela napas panjang. Lalu, ditatapnya pemuda itu dengan seksama.
"Maksudku.... Kau adalah orang baik."
"Orang baik? Bagaimana maksudmu?"
"Kau suka menolong orang yang sedang kesulitan. Kau bisa membedakan, mana orang yang berniat jahat dan mana yang tidak."
"Begitukah?"
"Ya!"
"Pandan Wangi.... Dari mana kau tahu?"
"Karena aku mengenalmu sangat dekat."
Rangga terdiam. Kali ini, dipandangnya gadis itu agak lama dengan wajah sedikit heran. Kemudian bibirnya tersenyum malu. "Aku tidak tahu, apakah pernah mengenalmu atau tidak. Tapi..., kurasakan bahwa kau amat dekat denganku."
"Kakang Rangga, memang kau dekat padaku. Terutama di hatiku," sahut Pandan Wangi. Suaranya nyaris tidak terdengar, untuk menyembunyikan perasaan haru di hatinya.
"Di mana dan kapankah itu?"
"Apakah yang kau ingat tentang nama Karang Setra, atau kuda berbulu hitam yang bernama Dewa Bayu?"
Pemuda itu mengerutkan dahi, berusaha mengingat-ingat. "Hm.... Nama itu tidak asing bagiku. Tapi..., ah! Di mana aku pernah mengenalnya?"
"Karang Setra adalah sebuah kerajaan yang amat disegani. Dan kaulah yang menjadi raja di Sana. Sedangkan Dewa Bayu adalah tungganganmu yang mampu berlari kencang laksana tiupan angin," jelas Pandan Wangi.
"Benarkah itu?" Pandan Wangi mengangguk cepat.
"Maukah kau menunjukkan, eh! Maksudku, mengantarkan ke Karang Setra?
"Tentu saja, Kakang. Dengan senang hati! Tapi tidak sekarang."
"Kenapa?"
"Keadaanmu yang tidak memungkinkan. Seorang raja haruslah bisa menguasai diri dan dihormati rakyatnya."
"Apakah rakyat di kerajaan Karang Setra tidak menghormatiku?"
"Bukan begitu maksudku, Kakang."
"Lalu?"
"Saat ini, namamu telah cemar. Dan banyak pendekar yang ingin membunuhmu. Bila kau tidak bisa menjelaskan pada seluruh rakyat, maka tentu saja mereka akan gelisah. Karena rajanya berbuat kejahatan dan diburu banyak orang," jelas Pandan Wangi.
"Hm.... Kejahatan apa yang kulakukan?"
"Kau banyak membunuh orang yang tidak bersalah."
"Pandan Wangi! Aku membunuh, karena mereka hendak membunuhku. Begitu yang dikatakan Ki Netra Buana dan Sarti. Makanya aku harus membunuh mereka terlebih dulu."
"Tidak, Kakang. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang baik. Jadi mana mungkin mereka hendak membunuhmu. Mereka justru satu golongan denganmu."
"Tapi menurut Ki Netra Buana dan Sarti, mereka orang-orang jahat."
"Mereka berdusta padamu."
"Tidak mungkin! Mereka adalah orang baik!" sentak pemuda itu berkeras.
Pandan Wangi tersentak. Lalu dihelanya napas panjang. Disadari kalau pengaruh jahat di dalam jiwa Rangga masih ada. Sehingga bila Pandan Wangi menyalahkan kedua orang itu, mana mungkin Rangga mau percaya.
"Sudahlah, Kakang. Lebih baik istirahat dulu. Nanti setelah tubuhmu agak segar, kita akan bercerita lebih banyak lagi."
Pemuda itu diam saja ketika Pandan Wangi menyelimuti tubuhnya. Namun ketika gadis itu hendak keluar dari kamar, Rangga memanggilnya pelan.
"Pandan Wangi."
"Hm." Gadis itu berbalik dan memandang Rangga.
"Apakah benar kau pernah dekat denganku?" lanjut Rangga setelah menarik napas panjang.
"Adakah sesuatu yang kau ingat tentangku?"
"Rasanya samar-samar. Tapi aku begitu yakin kalau kau pernah dekat denganku. Paling tidak, hatiku berkata demikian."
"Nah! Kau boleh percayai hatimu."
"Maksudku..., dekat seperti Sarti padaku?"
Pandan Wangi terdiam. Kemudian tanpa menyahut, dia berlalu dari ruangan ini dengan perasaan pedih. Rangga terdiam. Wajahnya kini tampak bingung. Perubahan sikap gadis ini jelas sekali jika Rangga menyebut-nyebut Sarti. Dan dalam kebingungan Pendekar Rajawali Sakti, dia semakin tidak mengerti. Apa yang terjadi sebenarnya antara Sarti dan gadis bernama Pandan Wangi ini? Rangga menghela napas panjang. Tubuhnya perih seperti disayat sembilu. Nafasnya terasa sesak. Namun jauh di lubuk hatinya, ada sesuatu yang lebih nyeri. Yaitu ketika merasakan dirinya berada jauh di bawah jurang yang dingin dan sepi! Kemudian ada gaung di hatinya, yang berteriak berulang-ulang.
"Ada apa semua ini? Ada apa semua ini?!" sampai kemudian dia terlelap, karena letih. Tubuh dan pikirannya semakin lelah saja!
KAMU SEDANG MEMBACA
147. Pendekar Rajawali Sakti : Tongkat Sihir Dewa Api
AcciónSerial ke 147. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.