Bagian 22: Frustasi?

80 23 6
                                    

Selamat membaca!🌻
--

Suasana malam yang ramai tidak mampu meramaikan suasana hati seorang gadis. Lamunan menjadi temannya sekarang. Memikirkan setiap masalah yang datang menghampirinya.

Helaan nafas sudah sering dia lakukan. Menatap kosong setiap objek yang ada di hadapannya. Sorak sorai dan tepuk tangan dari anggota klub motor tak membuatnya fokus mendengar.

Tangisan masih dia rasakan tapi air mata sudah tak ingin keluar dari ujung matanya walau hanya setetes karena sudah terlalu cape dan sering dia mengeluarkan air matanya.

Kelopak matanya kemarin sembab sampai tak berani keluar kamar. Takut keluarganya bertanya macam-macam tentang masalahnya. Ibunya sering bertanya keadaannya. Tapi dia berkilah dengan tugas kuliah yang menumpuk.

"Hai!" Seorang lelaki menepuk bahunya.

Lamunannya buyar, tubuhnya bergerak dan kepalanya menoleh pada sosok lelaki yang tersenyum kepadanya. Walau dia merasakan mata yang dia tatap memendam luka yang sangat dalam.

"Ravi!" Jawabnya.

"Boleh duduk di sampingmu?"

Mentari sedikit bergeser memberi ruang untuk Ravi agar bisa duduk di sampingnya. Ada yang berbeda dari sosok Ravi. Tapi dia tak tahu apa. Dia coba memandang wajah Ravi yang seolah memendam keperihan.

"Tumben enggak sama Reva?"

"Dia sedang pergi sama Kak Okan, barusan,"

"Kamu enggak ikut?"

"Enggak," Mentari coba tersenyum.

Ravi merasakan kesedihan yang masih menyelimuti Mentari. Dari tadi dia melihat Mentari terus melamun. Sungguh berat memang masalah yang harus dihadapi Mentari. Begitu juga dirinya. Merasa terkhianati.

Hati yang saling menyimpan perasaan luka tapi tak mampu saling mengucapkan. Mata yang menyiratkan kesedihan namun tak mampu menyuratkannya. Mereka saling tatap dalam diam. Menyelami perasaan masing-masing.

"Maaf!" Ravi mengulurkan tangannya dengan senyum yang mengembang.

Tapi Mentari hanya bisa menatap tangan Ravi lalu menatap netra Ravi, mencari kesungguhan serta bertanya arti dari kata maaf Ravi. Mentari merasa Ravi tidak punya salah padanya.

"Jadi kamu tak mau memaafkanku?" Ravi menarik lagi uluran tangannya.

"Maaf untuk apa?" Tanya Mentari polos.

Senyum simpul masih menghiasi bibir Ravi. Sebenarnya dia merasa ingin menangis dan mencurahkan isi hatinya. Tapi dia masih ingat posisinya sebagai lelaki. Mengeluarkan air mata bisa menurunkan wibawanya sebagai lelaki dewasa.

Mentari menunggu jawaban dari Ravi. Kembali dia menatap Ravi cukup dalam. Mencari sesuatu dari tatapan mata Ravi yang menghindar darinya.

"Aku kagum padamu! Seorang perempuan kuat,"

"Maksudmu?" Mentari semakin tak mengerti.

Ravi tersenyum miris. "Kamu masih bisa memaafkan lelaki yang mengkhianatimu dan merelakannya demi wanita lain. Kamu perempuan yang kuat berdiri meski cintamu harus pergi," Ravi menatap kosong.

"Aku tidak mencintai Bintang," lirih Mentari.

Kali ini Ravi memandang Mentari dengan intents. Mentari tidak mencintai kakaknya, sungguh aneh pikirnya. Lalu mengapa Mentari mau menerima bertunangan dengan kakaknya. Belum lagi selama ini Mentari terlihat bahagia berdampingan dengan Bintang.

"Kamu yakin, kamu tak mencintainya? Kamu tidak cemburu?" Ravi masih tak percaya.

"Aku hanya menyukainya. Cinta?Mungkin secuil. Aku tidak cemburu. Tapi aku kecewa. Kecewa karena pengkhianatan. Tapi aku juga bukan perempuan yang kuat seperti yang kamu lihat. Aku rapuh dan menangisi semuanya,"

Siapa Merebut Siapa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang