Violet

726 120 15
                                    

Entah siapa yang patut disalahkan, tentang keluarga yang jadi berantakan.

Sean yang saat itu datang sama Mita?

Alia yang jadi gila?

Atau..

Reno yang cintanya terbagi dua?

Entah. Entah siapa yang salah.

Kalau saja waktu itu Sean nggak datang sama Mita, Reno nggak akan jatuh cinta.

Coba saja Reno nggak jatuh cinta, Alia nggak akan jadi gila.

Sean yang saat itu datang dengan gadis belia yang cantiknya paripurna. Reno akui pilihan Sean nyaris sempurna.

Reno jadi pemerhati saat Mita tersenyum karena makanan yang Alia masakkan. Manis. Reno setuju jika Sean pilih Mita untuk jadi calon mantunya. Itu sebabnya, Reno curahkan perhatiannya pada Mita, demi putranya.

Tapi, kenapa semakin diperhatikan, tatapan Reno pada Mita kian berbeda. Reno jadi iri setiap Mita tertawa sama Sean, tidak suka melihat Mita merona kala Sean goda dengan rayuan murahan. Reno nggak suka. Yang Reno tatap Mita begitu intensnya. Reno tertegun, kala Mita membalas tatapannya. Mita tersenyum.

Mau tak mau Reno harus terima. Dirinya kembali jatuh cinta untuk kali kedua, di saat diri sudah berkeluarga dengan cinta pertama.

Egois. Itu adalah hal yang digambarkan Reno untuk dirinya dulu. Hatinya bergemuruh. Detak jantungnya kian mengerikan. Saat di mana matanya menatap sosok Alia, istrinya, yang sudah hilang kewarasan. Reno melirih... "Maaf.. ", yang sungguh terlambat.

***

Chanyeol tatap Baekhyun yang terbaring di sampingnya. Mata itu terlihat sembab, wajah putihnya kian pucat. Chanyeol yakin, Baekhyun pasti menangis semalaman.

Dia sudah sadar. Efek obat dalam minuman itu sudah hilang.

Chanyeol usap pipi itu. Dingin. Baekhyun pasti sangat kedinginan, makanya Chanyeol bawa dalam pelukan.

Demi tuhan, Chanyeol sangat mencintai perempuan ini. Perempuan yang ia abaikan beberapa bulan belakangan, berpura-pura tak kenal setiap kali bertemu pandang. Perempuan yang berkata cinta tapi tak Chanyeol balas lagi.

" Ugh.. "

Baekhyun menggeliat. Menyamankan diri dalam dekapan. Hangat.

"Kakak udah bangun?", Baekhyun bertanya dengan suara paraunya.

"Ehm. Kakak harus pulang sekarang." balas Chanyeol.

"Nggak bisa, pintunya aku kunci."

"Jangan kayak gini." lirih Chanyeol.

Meski hati inginnya lebih dari ini.

"Kenapa jangan? Kita pacar kan?"

"Udah enggak."

Walau hati enggan mengakhiri.

"Dulu kakak yang minta ke aku buat nggak ninggalin kakak. Dan aku nepatin itu."

"Itu dulu. Sekarang kakak maunya kamu nggak ganggu kakak lagi."

Jangan pergi..

Baekhyun membuka mata. Mata sipit itu semakin sipit saja. Ia menatap netra hitam yang Chanyeol punya. Menyelami sesuatu di dalamnya. Tak lama, Baekhyun sudah tau jawabannya.

"Kenapa kakak ngomong hal yang nggak sesuai sama hati kakak? Aku tau kakak nggak mau aku pergi, kan? Itu sebabnya waktu di UKS kakak nyuruh aku nunggu sebentar lagi." Baekhyun bertanya.

Tapi melihat Baekhyun yang seperti ini. Chanyeol tak tega untuk menyuruh Baekhyun menunggu lagi.

"Kamu udah tau alasan kenapa kita nggak bisa sama-sama." Chanyeol berkata.

"Papa?"

"Mita suka sama kakak." rahang Chanyeol mulai mengeras.

"Tapi kalian--"

"Itu sebabnya keluarga kamu jadi berantakan!" Chanyeol membentak. Memangkas kalimat yang akan Baekhyun keluarkan.

Baekhyun menatap Chanyeol nanar. Mata kembali berkaca. Baekhyun eratkan pelukannya. "Bukan salah kakak. Berapa kali aku harus bilang itu bukan salah kakak?!"

"Tapi kalau kamu tetep maksa. Di sini kamu yang bakal makin terluka. Dan kakak nggak bisa liat itu." Chanyeol memohon.

"Nggak mau. Aku nggak mau kalau harus kehilangan kakak juga." Baekhyun kembali menangis.

Ah, Mita. Bagi Baekhyun, dia itu sumber semua derita yang sekarang Baekhyun rasakan.

Tbc.

Guys, hari ini pendek lagi, huhu. No edit. Sorry kalo ada typo, ya. Jangan lupa votement ya. Thanks❤️

With love,
T.

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang