33. Merasa Bersalah

7.6K 636 18
                                    

Selama Ammar pergi mengantar Airin, Keira diintrogasi oleh neneknya. Desi banyak bertanya tentang guru cucunya itu.

"Nenek setuju nggak kalau Om Ammar kita jodohkan dengan Bu Airin?" kedip Keira kepada neneknya.

"Nenek sih setuju saja. Tapi Om kamu itu tidak mau dijodohkan apalagi oleh keponakannya ini" jawab Desi sambil menjawil hidung mancung Keira.

"Ihh, nenek nggak peka banget sekali. Om Ammar itu kayaknya suka deh dengan guru kesayanganku itu" ujar Keira sambil nyengir kuda. Keira memperhatikan gerak-gerik Om-nya ketika di teras tadi.

"Pokoknya setiap Om bertemu dengan Bu Airin, tatapan Om tuh beda, Nek. Makanya aku sengaja les privat dengan Bu Airin agar mereka sering bertemu. Hahaha" sambung Keira terkekeh.

"Dasar kamu ini, ya. Kalau Om tahu, kepala kamu pasti dijitaknya" Desi geleng-geleng kepala dengan tingkah cucunya itu.

"Kalau Om tahu. Berarti nenek yang cerita" ujar Keira memanyunkan bibirnya.

"Iya. Nenek akan tutup mulut" ucap Desi sambil tersenyum. "Awas saja kalau tidak berhasil" ancam Desi. Dia juga suka dengan Airin. Desi berharap anaknya itu akan segera naik ke pelaminan.

"Tenang saja, Nek" ucap Keira tersenyum menyakinkan neneknya.

Keesokan harinya

Di sekolah, Airin tiba bersama Keira. Remaja itu langsung menghampiri temannya. Sementara Airin masuk ke dalam ruang guru.

"Tumben ada siswa nebeng kamu, Rin?" tanya Bu Omy. "Jangan terlalu dekat dengan siswa, nanti ngelunjak."

Belum sempat Airin menjawab. Bu Tika sudah nyambar. "Keira kan biasa diantar jemput oleh Om-nya. Kok, bisa ikut Bu Airin, ya?"

"Nggak usah kepo, Bu" ujar Airin tidak suka sambil duduk di balik mejanya.

"Duh, ditanya begitu aja kok marah" ucap Bu Omy.

Aira yang sudah datang hanya melirik Airin. Gadis itu pun mengacuhkan kedua seniornya. Dia tidak mau meladeni mereka.

"Keira pergi bareng kamu?" tanya Aira. Airin hanya mengangguk.

"Kok, bisa?" selidik Aira.

"Nanti saja aku cerita. Di sini banyak telinga. Bahkan dinding ruangan ini pun ada telinganya" sindir Airin sembari melirik Bu Tika yang tampak memanjangkan pendengarannya. Aira mengangguk setuju.

Ketika bel istirahat Aira dan Airin pun mengobrol di taman. Jauh dari ibu-ibu kepo itu. Airin menceritakan semuanya kepada Aira, sahabatnya itu.

"Jadi, Keira itu keponakan Mas Ammar. Kok, bisa kebetulan sekali, ya" gumam Aira. Airin hanya mengangguk, dia sendiri tidak tahu kenapa semuanya bisa kebetulan begitu. 

"Jangan-jangan kamu berjodoh dengan dia" goda Aira menyenggol lengan Airin.

"Apaan, sih" Airin tersipu malu.

"Ciee ... Ciee. Akhirnya bertemu juga dengan jodohmu" goda Aira lagi.

"Ra, udah, deh. Belum tentu juga dia suka dengan gadis seperti aku" sanggah Airin.

"Hanya kamu yang tahu, Rin. Kamu kan bisa melihat sikapnya ketika berinteraksi dengan kamu" toleh Aira. Airin hanya membisu.

"Eh, kalau ternyata dia suka dengan kamu, gimana? Kamu suka juga dengannya kan?" tanya Aira ingin tahu.

"Nggak tahu. Saat ini aku menilai laki-laki yang akan menjadi suamiku, dia harus bisa menjadi imamku, Ra" jawab Airin. "Jujur saja aku tidak bisa mengelak kalau hatiku menyukainya, tapi aku tetap mempertimbangkan agamanya dibandingkan wajah dan hartanya."

Jodoh di Masa Lalu √{Complete}√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang