11

206 46 10
                                    

Malam itu Aldi tengah bersiap. Dia akan menuju ke suatu tempat. Seseorang yang telah dibayar telah menginformasikan siapa preman-preman yang telah melakukan penganiayaan terhadap dirinya.

Sebelumnya, Aldi menghubungi Mahendra Datta, George dan Stevan. Rupanya, Aldi telah menceritakan kejadian beberapa minggu yang lalu saat dirinya dianiaya. Sebagai sahabat, mereka tidak terima jika teman mereka diperlakukan demikian. Karenanya, mereka akan melakukan pembalasan.

Theodore dan Victoria tidak mengetahui hal ini. Tentu saja, Aldi tidak akan memberitahu orangtuanya. Sebenarnya, Theodore telah meminta bantuan temannya di kepolisian untuk menyelidiki kasus ini, namun Aldi punya cara sendiri untuk memberi mereka pelajaran.

Dia memutuskan menggunakan range rovernya menuju tempat yang telah disepakati. Luka di perutnya memang telah mengering. Sebelum pergi, dia membalut bekas luka itu tiga kali lebih tebal dengan perban.

Dia sengaja melakukannya guna mengantisipasi jika terkena pukulan atau tendangan. Rambut depannya yang sedikit lebih panjang dia ikat ke belakang.

Dia tidak ingin rambut itu menghalangi gerakannya. Aldi mengenakan kaus ketat berwarna hitam dengan celana taekwondo berwarna hitam yang agak longgar.

***

Rupanya, lelaki itu menuju rumah Datta. Di sana, tampak George dan Stevan telah menunggu. Aldi memarkir mobilnya ditepi rumah untuk selanjutnya bergabung dengan temannya.

Mereka bercakap-cakap beberapa saat. Selanjutnya, mereka pergi meninggalkan rumah itu. Aldi membawa ketiga temannya ke suatu tempat. Sepertinya mereka telah menyepakati pertemuan itu.

"Rupanya, kedatangan kita sudah mereka tunggu Rey," kata Datta yang duduk di bagian depan. Stevan dan George tampak memperhatikan mereka dari bangku belakang.

"Kita uji coba ilmu kita kawan," kata Stevan tak sabar. "Hati-hati teman, jumlah mereka lebih banyak, kuncinya jangan lengah dan tetap fokus dalam menghadapi lawan," kata Datta menasihati teman-teman sekaligus muridnya.

"Rey, kau baik-baik saja?" tanya Datta. Lelaki itu mengangguk seraya mengangkat jempol kirinya. Ia memarkir mobilnya tidak jauh dari gerombolan preman-preman yang telah menunggu mereka yang telah mengeroyok dirinya beberapa bulan lalu.

Dia mengenali mereka, salah satunya laki-laki berbaju merah yang telah menikamnya dan tak akan melupakan wajah itu. Setelah mereka turun, lelaki berbaju merah itu maju dan berkata padanya.

"Punya nyali juga elu ke sini? Ngga kapok gua tusuk kemarin? Mau gua tusuk lagi?" katanya seraya terkekeh yang diikuti anak buahnya.

Aldi berkata, "Saya tidak suka mengganggu, tapi jika kalian mulai lebih dulu, saya tidak akan mundur. Urusan kita belum selesai."

Mereka berjumlah dua belas orang. Mereka sudah siap sedia dengan membawa beberapa senjata. "Sudah, abisin aja bos-jangan kasih ampun, beraninya dia ke sini," ujar salah satu dari mereka.

"Laki-laki sejati tidak main keroyokan, hadapi lawan satu-satu," kata Aldi. "Oh, jadi elu mau balas dendam? Ayo sini kalau berani, hadapi kita," kata salah seorang dari mereka.

Mahendra Datta menggunakan tangan kosong. Sementara Aldi, George dan Stevan menggunakan tongkat double stick. Sementara lawan mereka disamping ada yang mengenakan tongkat besi, ada pula yang menggunakan golok, pisau dan senjata lainnya.

Perkelahian tidak dapat dielakkan. Mereka memilih lawan masing-masing. Aldi dan temannya mendapat tiga lawan. Preman itu berkelahi dengan cara keroyokan. Datta dengan mudah menghadapi lawannya. Rata-rata dari mereka tidak memiliki basic ilmu bela diri, berbeda dengan mereka yang telah mempelajarinya.

REYNALDI, The Man Who Will Fight For My HonorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang