Mercon

77 28 47
                                    

Ini bab terpanjang dari bab-bab sebelumnya. 2.600 kata lebih. Bacanya pelan-pelan, ya. 😆😆

Kejadian semalam membuat Sasa semakin takut ke sana. Dio juga pun takut. Tapi demi membuat Sam kembali, ia akan menendang jauh-jauh rasa takutnya.

Kebingungan juga menyelimuti keduanya. Yang semalam itu apa? Suara hantaman itu apakah pemilik rumah itu yang melakukannya? Tapi jika bukan, lalu siapa? Juga lampu yang padam itu.

Bermenit-menit sibuk dengan berbagai pertanyaan, lalu berpikir untuk suatu jawaban, akhirnya muncullah sebuah sebuah kesimpulan yang sama di kepala mereka: jika apa yang terjadi semalam adalah Pak Ompuse, pemilik rumah tua itu yang melakukannya, benarlah dugaan yang sebelumnya ada di kepala mereka. Bapak itu berusaha mengusir mereka dari rumahnya dan ingin mereka tidak kembali lagi.

Baik Sasa maupun Dio sangat tidak suka itu. Masalahnya, kemungkinan besar kan dia belum tahu alasan mereka ke sana. Sepertinya dia telah membuat kesimpulan sendiri. Berpikir Sasa dan Dio ke sana untuk mengganggunya. Apa yang dia pikirkan? Berpikir Sasa dan Dio ingin mencari tahu tentang rumahnya yang nampak tua dan menyeramkan? Berpikir Sasa dan Dio ingin menemuinya karena ingin bertanya mengapa ia menanam banyak pohon cempaka? Apakah dia berpikir mereka adalah remaja iseng yang penasaran dengan itu semua? 

"Apa sih yang ada di pikiran bapak itu?" tanya Sasa setelah sekian lama membisu. Dio di depannya menghela napas pelan. Kemudian meluncurlah pertanyaan-pertanyaan tadi dari mulut mereka.

Lalu keduanya terdiam lagi. Memandang permukaan meja dengan mata menyipit. Berpikir lagi.

Kantin sekolah jam dua lewat tiga puluh menit kosong melompong. Selain bangku-bangku yang berjejer, hanya ada mereka berdua serta tas mereka di sana. 

Tiba-tiba keduanya mendongak bersamaan dan saling berpandangan. Sebuah dugaan telah muncul di kepala mereka.

"Dugaan yang pertama," Dio memulai. "Dia nggak tau alasan sebenarnya kita ke sana. Yah, kata orang-orang dia penutup. Berarti dia dengan ketidaktahuaannya cuma punya satu tujuan, yaitu ngusir kita dan buat kita nggak ke sana lagi. Dia berpikir kita cuma mau ganggu, dan dia merasa risih. Dia nggak peduli apa pun, yang pasti, dia cuma pengen kita nggak ke sana lagi. Udah, titik," kata Dio.

Sasa mengangguk. "Dugaan kedua, menurut gue, dia menduga kita cuma penasaran sama rumahnya, pohon cempaka yang tumbuh di sana, dan kita nemuin dia karena pengen tau tentang itu semua. Penasaran sama rumahnya, dan pengen tau, kenapa dia suka nanem banyak pohon cempaka?" Sasa mengangkat kedua telapak tangannya ke atas dengan wajah bertanya dibuat-buat.

"Jadi, menurut dia kita cuma remaja yang penasaran sama rumahnya," timpal Dio. 

"Lo punya dugaan yang lain?" tanya Sasa dan Dio mengangguk.

"Dugaan yang ketiga," kata Dio. Wajahnya tegang saat akan mengatakannya. "Ini agak sulit dipercaya dan nggak tau apa alasannya. Dia menduga dengan tepat dan yakin alasan kita ke sana, yaitu nyari Sam, tapi nggak mau ngasihin si Sam ke gue."

"Kalo itu yang beneran terjadi Yo, bakal muncul pertanyaan. Kenapa? Kan itu kucing elo."

"Nah, gue belum ada dugaan atas pertanyaan itu," ucap Dio.

"Dia aneh kalo kek gitu. Itu aja kalo kata gue mah."

"Kalo itu alasannya, ya kita harus ngelawan." Dia menggertakan rahangnya.

Sasa entah kenapa juga berpikir sama. Walaupun takut, ia juga tak mau dan akan berusaha supaya dapat mengambil Sam.

"Ya. Sam harus kembali ke pelukan elo," kata Sasa.

Dio terkekeh mendengar perkataan Sasa. "Bahasa elo. Pake ke pelukan gue."

Sasa hanya tertawa kecil mendengarnya.

Mencari Kucing Dio (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang