Universitas Indonesia, Depok, 1995
"Karin!" panggil Ali.
Karin terkejut melihat Ali berada di kampusnya, ia tampak sangat senang. "Al, kamu kuliah di sini juga?"
"Gue lagi enggak kuliah di manapun, bisnis gue juga udah tamat. Sekarang gue cuma pekerja biasa di kantor Nico dan dia yang nyuruh gue datang ke sini," jawab Ali.
"Aku emang minta Nico nemenin aku cari bahan tulisan. Ternyata kamu yang datang."
"Bikin tulisan buat tugas kampus?"
"Enggak, sekedar hobi aja. Aku lagi seneng nulis dan motret. Kadang-kadang kukirim ke majalah. Ya, sesekali dimuat."
"Wah, ngobrol sama bokap cocok nih, beliau wartawan."
"Nama beliau Pak Abidin Tanjung, ya?"
"Iya."
"Beliau sih memang wartawan senior, tulisannya garang, kalo aku cuma suka nulis hal-hal enteng. Jadi pengen ketemu sama ayah kamu."
"Boleh. Tapi, yakin mau ketemu suasana begitu lagi?"
"Yakin! Sekarang aku udah biasa berinteraksi sama warga urban. Dulu, mami memang ngebatasin ruang gerak aku, sekarang apa aja yang aku lakukan, mami dukung. Yang penting aku bahagia dan kegiatannya juga positif."
Ali sedih mendengarnya, ia teringat cerita Nico tentang kondisi kesehatan Karin. "
Oke. Jadi kita mau cari bahan tulisan ke mana?"
"Kata temenku, di daerah Jagakarsa ada kawasan hutan pinus yang sangat luas. Di sana juga ada danaunya. Tempatnya indah, tapi sayangnya orang-orang enggak berani ke sana karena angker. Kalo memang betul indah, aku mau tunjukin keindahannya lewat tulisan dan foto. Mitos angker itu harus dipatahkan, supaya orang-orang enggak takut lagi ke sana. Kamu mau nemenin aku ke sana?"
"Ayok."
"Tapi aku enggak tahu tempat pastinya, Al."
"Tukang ojek di sana pasti tahu."
*****
Motor ojek yang memandu mobil Karin, berhenti di pinggir jalan yang membelah kawasan hutan pinus. Karin dan Ali keluar dari mobil menghampiri abang ojek.
"Nah, kalo mau liat danaunye, ikutin aje jalan setapak yang ke bawah. Tapi jangan pade indehoy di sono ye, ngeri kesambet! Jiahaha!" ujar abang ojek.
"Boleh minta tolong jagain mobil, Bang?" tanya Ali.
"Wadu, pegimane, ye? Orang-orang yang doyan mancing aje ogah dateng ke sini. Bukannye ape-ape, katenye ade penunggunye."
Ali mengeluarkan 2 lembar uang Rp 50.000 sehingga membuat abang ojek itu melotot. Setelah mengipas-ngipas uang itu, Ali memasukkannya lagi ke dalam dompet, lalu memberi 2 lembar uang 10.000.
"Jiahaha! Nunjukinnye yang biru, yang mampir yang laen. Bagus ane kaga jantungan," ujar abang ojek itu.
"Mau yang biru?" tanya Ali.
"Pake nanya! Jiahaha."
"Gampang. Abis nungguin mobil, gue kasih."
"Kalo ude begini, setan model ape aje juga ane jabanin, Jiahaha! Ya ude sono, ane jagain dah mubilnye."
*****
Di tepi danau Ali duduk di atas pohon tumbang memandangi Karin yang sibuk memotret.
"Enggak nyangka, ya, ada kawasan seperti ini yang enggak jauh dari Jakarta," ujar Karin.
"Iya. Tapi ada yang lebih gue enggak nyangka, Lu mendadak hilang, setelah gue ajak lihat ibu-ibu gigit kutu," sahut Ali.
Karin tertawa. Ia tetap sibuk memotret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Kahfi Land 3 - Delusi
RomanceKisah perjuangan hidup Ali, pemuda miskin dari kawasan kumuh yang jatuh bangun menggapai cita-cita memiliki perusahaan raksasa. Ali bersahabat dengan Angga dan Sarah. Angga, sang juara kelas, pemikirannya sering tidak sejalan sehingga selalu menjad...