Chapter 1

51 5 9
                                    


Apa kalian tau kehidupan yang orang inginkan? Apa kehidupan yang penuh kebahagiaan tanpa cacat? Apa kehidupan yang sulit--nenyayat hati? Atau kah... kehidupan yang biasa-biasa saja?

Jika aku boleh memilih...
Aku ingin kehidupanku yang biasa-biasa saja. Menikmati sejuknya udara pagi, secangkir kopi panas di waktu dingin, dan es boba di waktu panas. Mungkin kicauan burung di sore hari, dan menikmati novel sebelum tidur. Alangkah damainya jika aku bisa hidup seperti itu. Setidaknya, itulah yang ku pikirkan.

Padahal aku sudah cukup terbiasa dengan keadaan-- ah, maksudku kehidupanku yang dulu.

Aku hanyalah seorang mahasiswi malang yang secara "ajaib" bisa kuliah di salah satu universitas ternama di kota Seoul, Seoul Eternity University. Memjadi salah satu mahasiswa 'beruntung' yang bisa berkuliah disana, tidaklah mudah. Dibully sudah seperti makanan sehari-hari. Aku sudah cukup terbiasa dengan hal itu, mungkin (?)

”Heh, gadis vampire! Ngapain lu main-main di dunia manusia?! Harusnya lu siap-siap cari mangsa!”

”Hah? memangnya dia bisa? Dia kan nolep! Huahahahahahah!!”

“HAHAHAHAHAH WKOWKOWKOWKOWK”

Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupanku sehari-hari. Tiada hari tanpa hinaan dan ejekan terhadap mataku. Aku memang punya kelainan mata sejak kecil, aku pun tidak tau kenapa. Aku tidak pernah punya orang tua, saat aku yang masih bayi ditemukan, aku ada di kotak sampah dan diadopsi sebuah keluarga sederhana yang akhirnya membuangku di umurku 12 tahun karena dianggap menyusahkan dan mereka kesulitan dalam ekonomi. Aku yang masih kecil hanya bisa pasrah dan bekerja keras sampai aku bisa menjadi seperti sekarang, mahasiswa beasiswa yang lumayan berprestasi, selebihnya--tidak ada.

Pagi hari ini, sama seperti biasa--
roti yang dibiarkan mengering, lalu ocehan dosen killer yang memenuhi seluruh ruangan kaca di lantai 3 di sebuah gedung megah. Pelajaran psikologi kognitif, apa itu? Aku hampir tak mengerti karena sebenarnya yang terjadi adalah dosen yang sibuk sekali menceritakan kisahnya sendiri daripada menerangkan pelajarannya.

Bosan sekali. Kenapa kuliah bisa sampai sebosan ini?!

–MC POV–

Akhirnya waktu menunjukkan pukul 13:00, aku segera bergegas merapikan alat tulisnya dan tak sabar untuk memberi makan kucing-kucingku di rumah. Ini sudah seperti rutinitas sehari-hari sejak aku mengadopsi kucing jalanan yang kutemukan di samping kotak sampah dua minggu yang lalu. Waktu itu ukurannya bahkan tidak sebesar kepalan tangan orang dewasa, tapi mungkin aku telah memberinya banyak cinta--

Ah. Sudahlah-- lupakan ocehanku tadi. Aku dengan segera keluar dari kampus dengan sedikit lari-lari kecil. Awan putih masih tampak membumbung tinggi walaupun cuaca hari ini sedikit memburuk. --BHUKH!

Awww. Aku menoleh kesamping. Sebuah batu sebesar kelereng mendarat di samping kakiku. Aku pun menoleh sumber-- arah lemparan itu berasal. Segerombolan gadis-gadis hits yang juga berkuliah di kampusku. Tampak mereka masih sibuk menertawai ku sampai-sampai tidak sadar aku menoleh ke arah mereka.

Aku melanjutkan perjalananku lagi. Tidak sampai 3 langkah... BHUK! Sebuah batu lainnya mengenai ku lagi, sudah pasti ini ulah mereka-- lagi. Kuputuskan untuk tidak menghiraukan mereka, yang terpenting sekarang adalah pulang dan memberi makan kucing-kucing manis yang akan menggeliat di kakiku saat aku membuka pintu. Aku tetap melangkah walau aku masih bisa mendengar suara bisikan dan cemoohan mereka terhadapku.

Samar-samar aku mendengar suara lain yang ikut nimbrung. Suara dari manakah itu? Padahal jalan-jalan di sekitarku sudah cukup sepi karena apartemenku sedikit masuk ke dalam gang. Memang aneh, apartemen di dalam sebuah gang? Tetapi aku yakin sekali aku sedang sendirian saat ini (-- dan tak ada yang menemani). Derap-derap langkah suara kaki dan-- AKKHH!!

“Aw! Apalagi kali ini? Sakit sekali! Kurang ajar, awas aja k-kalau--” Belum selesai aku menggerutu, aku melihat sebuah buku tebal dengan sampul coklat kusam dan kertas-kertasnya pun nyaris rapuh.

“Apa ini? kenapa bisa tiba-tiba ada buku begini? Aku tidak pernah melihat buku yanh seperti ini sebelumnya”. Aku sudah mencoba untuk mencari ke setiap sudut jalan untuk memastikan jika ada orang yang secara tidak sengaja meninggalkan buku di tengah jalan. Menjatuhkannya-- mungkin? Tapi, hasilnya tetap nihil. Tidak ada orang satupun. Aku yang tak tertarik langsung membuangnya ke tempat sampah dan melanjutkan perjalanan pulang--

AKU PULANG!~~

‘meong meong’

Suara kucing menyambut kepulanganku. Aku  tau mereka pasti sangat kelaparan sehingga aku tak ingin berlama-lama di ruang tamu. Kuputuskan untuk langsung memberi makan Abeth, nama kucingku dan masuk ke kamar untuk mandi. Saat sesampainya aku di kamar dan melemparkan tubuhku ke atas ranjang, alangkah terkejutnya aku, sebuah buku yang sama seperti di jalanan tadi ada di atas meja belajar ku! S-siapa yang sudah mengantarkan buku ini kesini?! Siapa yang diam-diam menguntitku tapi apartemen dan jendelaku semua dalam keadaan terkunci. Tidak mungkin dia menggepengkan tubuhnya untuk memaksa masuk ke kamarku. Tidak mungkin seekor kucing sehebat itu.

Kutinggalkan lagi buku itu dan pergi mandi. Yang tak kusadari, buku itu bersinar gelap saat aku memasuki kamar mandi-- dan seorang berjubah di depan apartemenku. Dan dia-- tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Demon's childTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang