5. Shalika dan Rencananya

22.1K 2.9K 20
                                    

"Shal, gue rasa nggak akan semudah itu." Ujar Riza tampak pesimis.

Shalika mendengus pelan lalu menatap Riza dengan intens. Laki-laki di hadapannya itu tampak memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.

"Gue udah selidikin semuanya Za, bahkan hampir dua tahun belakangan ini keluarga Panji sudah tidak menanggung biaya perawatan Panji di rumah sakit. Semua biaya dari dinas sosial dan bantuan masyarakat." Jelas Shalika.

"Mereka memang sengaja menyingkirkan Panji." Gumam Riza.

"Jadi, kira-kira lo bakal dukung gue nggak kalo bawa Panji keluar dari rumah sakit?" Tanya Shalika lagi. Perempuan itu sangat berharap Riza akan menyetujui niatnya.

"Lo pikirin baik-baik sebelum bawa Panji keluar, Shal. Gue berfikir nggak bisa semudah itu. Lo juga harus siapin kehidupan dia di luar sana. Nggak mungkin kan kalo langsung kita lepas begitu aja."

"Gue bahkan udah atur itu semua dari jauh-jauh hari Za, apalagi setelah ngobrol sama Panji beberapa bulan lalu, gue jadi yakin kalo dia harus segera keluar dari rumah sakit ini."

"Lo melakukan ini karna kasihan sama Panji atau ada maksud lain Shal?" Shalika terperanjat.

"Gue berusaha jadi teman yang baik buat dia Za. Nggak ada maksud jahat kok." Ujar Shalika tampak bersungguh-sungguh.

"Tapi gue lihat, Panji semakin waras sejak lo rawat." Celetuk Riza mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Panji memang nggak gila kan Za." Ujar Shalika.

"Maksud gue, dia semakin semangat. Seperti punya harapan baru setiap harinya. Dia juga lebih ceria dan banyak ketawa Shal." Shalika mengangguk setuju mendengar penuturan Riza.

Sahabat Panji sejak lama itu nyatanya tidak pernah absen mengunjungi Panji selama beberapa bulan ini.

"Gue setuju sama niat lo buat ajak Panji keluar dari rumah sakit, tapi dengan catatan dia mau menerima ajakan lo secara sukarela. Jangan paksa Panji." Shalika mengangguk mantab.

"Gue janji!"

_____________________

"Selamat Pagi!" Seru Shalika di ambang pintu kamar.

Panji sontak menoleh karna kebetulan posisi duduknya membelakangi pintu.

Shalika berjalan cepat mendekati Panji di kursinya. Sedangkan laki-laki itu tampak sibuk menyimpan sesuatu ke dalam sarung bantal, membuat Shalika mengernyit heran.

"Heyy! Aku bawain sarapan buat kamu." Ucapnya sambil mengintip ke arah bantal yang sengaja Panji jauhkan.

"Kamu nyimpan apa sih?" Tegur Shalika.

"Bukan apa-apa. Makasih makanannya, ayo kita sarapan bareng." Tampak Panji mengalihkan pembicaraan.

"Itu kertas-kertas apa sih? Kenapa disembunyiin? Aku nggak boleh lihat?!" Tunjuk Lika pada sesuatu yang tampak keluar dari celah sarung bantal.

"Aku udah bilang bukan apa-apa." Jawab Panji pelan.

"Kalo bukan apa-apa harusnya aku boleh lihat dong." Paksa Shalika sambil meraih bantal berwarna putih itu.

"'Jangan Shal, jangan dibuka." Cegah Panji.

Tapi bukan Shalika namanya kalo tidak nekat. Bahkan sekuat apapun Panji mencegah. Hingga lembaran-lembaran kertas tadi berserakan di lantai.

Not a Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang