"Ayo ke kantin, woi!" Sofi mendorong bahu Jova pelan, karena lagi-lagi temannya itu tidak beranjak. "Mau bantu Kak Arion lagi?"
Jova menggeleng sambil senyum-senyum. "Nggak. Kalian duluan aja," katanya sembari mengibaskan tangan.
"Nunggu dijemput? Dasar manja," cibir Salsa.
"Jangan lupain usaha gue yang bikin lo glow-up kayak gini, Jov," kata Lupi sembari memukul-mukul dadanya bangga.
"Makasih, Lupi," jawab Jova sembari memutar bola matanya.
"Yeee!" Lupi mendorong bahu Jova. "Ya udah, kita duluan."
Setelah ketiga temannya pergi, Jova masih duduk. Dia tidak beranjak, bibirnya masih menggambar senyuman. Cewek itu mengambil ponsel di kolong meja untuk menghilangkan penat. Dia sengaja tinggal, kalau sampai lima menit kemudian Foza tidak juga menghampirinya, barulah Jova ke kantin. Atau dengan kata lain, Jova sedang mengetes kepekaan Foza.
Jova mendengkus malas, sudah empat menit berlalu, tetapi tanda-tanda ada orang mendekat ke kelas saja tidak ada. Namun, beberapa saat kemudian, suara langkah berlari mendekat. Jova menyelipkan rambutnya di belakang telinga, kemudian membuat ekspresi sebiasa mungkin.
"Jov!" Jova terkejut dan menoleh ke arah pintu. Bukan Foza, tetapi Sofi yang memanggilnya dengan napas tersengal.
Jova spontan berdiri dan menghampiri Sofi yang seperti baru saja dikejar setan. "Kenapa lo?" tanya Jova, penarasan.
"Jov." Sofi memegang lengan Jova saat temannya itu sudah di sampingnya. "Kak Foza jatuh dari tangga."
"Hah?!" kaget Jova. Katakanlah Jova lola—loading lama—karena cewek itu malah melongo dengan mata berkedip-kedip. Ya, Jova masih mencerna ucapan Sofi.
"Kak Foza jatuh dari tangga, Bego! Lo nunggu sampe besok dia nggak bakal ke sini," bentak Sofi kesal karena Jova hanya bengong. Walaupun Sofi tahu respons itu karena Jova terlalu terkejut.
Tanpa bicara apa-apa lagi, Jova menghempas kasar tangan Sofi, sampai temannya itu hampir terjerembab. Jova berlari ke arah tangga menuju lantai dua. Sesampainya di sana, sudah banyak murid sehingga Jova tidak mampu melihat apa yang sedang terjadi. Pikiran Jova tiba-tiba kosong, ia panik. Namun, tidak berani berpikir macam-macam. Cewek itu menyusup masuk mendorong siapa saja yang menghalangi jalannya. Saat sampai di barisan paling depan, yang Jova lihat pertama kali adalah Foza berbaring di lantai.
Mata Jova membeliak hampir lepas dari peraduannya. Tidak peduli apa-apa lagi, dia mendorong Arion yang berdiri di samping tubuh lemah Foza karena menghalangi jalannya. Jova jongkok sembari memegang lengan Foza. Di samping Foza juga ada Aliya dan Aksa. Persetan, cewek itu sudah tidak peduli dengan tatapan semua orang.
"Kok bisa, sih?" tanya Jova pada Aksa di hadapannya yang juga sedang berjongkok.
Aksa tidak menjawab, tetapi dia mendongak, matanya menatap Arion. Jova pun mengikuti arah pandang Aksa.
"Kak Arion?" gumam Jova. Cewek itu berdiri.
"Kak Arion yang buat Foza kayak gini?" tanya Jova menuntut. Nada bicaranya tidak bersahabat, Arion pun kaget mendengarnya. Pasalnya, biasanya Jova selalu lembut dan malu-malu padanya.
"Iya?!" Suara Jova meninggi. "Kekanakan banget tahu, nggak!" kata Jova dengan nada kecewa. "Jova nggak nyangka."
"Jov," lirih Arion sembari mencoba menyentuh pergelangan tangan Jova, tetapi cewek itu menghindar. Tatapan jijik Jova membuat Arion bungkam.
Jova kembali berjongkok. Foza tidak pingsan, cowok itu masih sadar walaupun masih berbaring di lantai. Dari ringisan cowok itu, Jova tahu dia sedang kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)
Fiksi Remaja(TAMAT) Bagaimana, sih, perasaan orang yang sedang jatuh cinta? Memilih diungkapkan atau dipendam? Mungkin kebanyakan orang akan memilih dipendam dengan alasan harga diri. Namun tidak untuk Jova. Walaupun dirinya tidak memiliki paras yang cantik, b...